Selasa, 12 Juni 2012
Mempertanyakan HypnoParenting 2
07.31 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Beberapa
hari lalu seorang teman baik mengaku, “Setelah 12 tahun perkawinan, aku baru
sadar bahwa aku menderita paranoid.
Aku ketakutan suamiku meniduri pembantu, aku takut suami meniduri pembantu
tetangga, aku takut suami jatuh cinta pada karyawati di kantor. Kalo jalan
dengan suami aku bisa pulang sambil menuduh suami main mata dengan wanita yang
ditemuinya. Syukur suamiku termasuk orang sabar dan sayang padaku. Aku melawan paranoid ini dengan berbicara pada diri
sendiri, “suamiku orang baik, suamiku rajin bekerja untuk membahagiakan anak
istrinya, suamiku orang yang bisa dipercaya.”
“Syukurlah
saat ini aku sudah tidak paranoid
berlebihan. Hampir saja aku bercerai karena paranoidku
yang berlebihan. Aku bisa histeris
menuduh suamiku selingkuh,” lanjut teman yang sangat manis dan berpenampilan
bagai seorang model ini.
Menarik
nih. Jadi tertarik untuk wawancara tidak resmi. Teman ini dekat dengan
neneknya. Bila neneknya datang menginap ke rumahnya, dia tidur bersama neneknya.
“Nenekku suka mengelus kepalaku sambil
bercerita atau memberi nasehat hingga aku tertidur. Cerita dan nasehat nenek
berkisar tentang pengalaman hidupnya, ”cerita si teman. “Nenek slalu menekankan,
“Jangan percaya suami. Jangan percaya teman walaupun teman baik karena dia bisa
mengkhianatimu. Teman baik bisa selingkuh dengan suamimu. Wanita lain walau jelek
bisa tidur dengan suamimu!”
Nenekku
itu trauma karena kakekku menikahi wanita yang sama sekali tidak cantik, dan
tidak setara dengan nenekku, ”lanjut teman. “Nenekku cantik. Dari keluarga
berada dan terpandang. Beliau sekolah Belanda, pandai memasak, pandai mengurus
rumah tangga, pandai mengurus anak. Nenekku terguncang ketika menerima
kenyataan tentang kakekku yang telah menikahi wanita yang tidak setara
dengannya. Dan yang lebih menyakitkan, kakekku sayang pada istri keduanya itu.
Nenek
teman ini memberi nasihat dengan maksud baik, agar cucunya berhati-hati. Tapi
maksud baik belum tentu tepat. Betapa teman ini menderita bertahun-tahun karena
paranoid hingga histeris ketika menuduh suaminya “meniduri pembantu.”
Kakek,
Nenek, Ibu, Bapak umumnya sangat mencintai anak-anaknya, menginginkan yang terbaik
untuk anak-anaknya, rela berkorban untuk anak-anaknya. Namun yang “terbaik” menurut
orang-tua belum tentu “tepat” untuk anak.
Banyak
cerita disekitar kita tentang maksud baik orang tua yang berubah menjadi petaka
bagi anak.
Saya
masih ingat cerita 30 tahun lalu ketika saya masih kost di daerah Klampis
Sacharosa Sukolilo Surabaya. Seorang teman kost, Okkie bercerita tentang kakak
kelasnya yang tiba-tiba hilang ingatan. Kakak kelasnya itu alumnus FMIPA ITS
Surabaya, jurusan Matematika. Setelah lulus, si kakak kelas, Tono (bukan nama
sebenarnya) melamar sebagai karyawan ke perusahaan-perusahaan di Surabaya.
Mungkin karena belum nasib, Tono belum juga diterima. Pusing karena terlalu
lama menganggur, Tono bertekad untuk bekerja dimana saja. Akhirnya Tono diterima
sebagai Guru SMP. Dengan gembira, Tono bercerita pada bapaknya bahwa dia telah diterim
bekerja sebagai Guru SMP. Bapaknya menjawab, ”Percuma kuliah tinggi-tinggi di
ITS bila akhirnya hanya menjadi Guru SMP. Lihat Bapakmu ini. Bukan lulusan ITS
tapi bisa menjadi Kepala Sekolah SMP.” Tono stress dan mengurung diri di kamar.
Khawatir dengan keadaan Tono yang sudah tiga hari tidak keluar kamar,
keluarganya akhirnya mendobrak pintu. Tono melihat ke arah keluarganya dengan
wajah tanpa ekspresi. Resmilah Tono menjadi penyandang sakit otak.
Cerita
ketiga *smile. Saat saya sedang Kuliah Kerja Nyata, seorang teman dari jurusan
Teknik Mesin bercerita tentang keadaan temannya Anto (bukan nama sebenarnya)
yang menyedihkan. “Anto bisa keluar dari toilet tanpa memakai celana, bisa
pipis sembarangan. Bagaimana dia bisa melanjutkan kuliah dalam keadaan seperti
itu, “cerita teman yang prihatin ini.
“Anto
itu orang yang sangat cerdas. Dia ingin melanjutkan kuliahnya di IAIN (sekarang
UIN, Universitas Islam Negeri). Namun orang tuanya tidak ingin Anto kuliah di
IAIN karena kurang keren. Orang tuanya mengarahkan Anto agar kuliah di ITS,
agar bisa kerja di Pertamina atau Perusahaan besar lainya, bisa bergaji besar,
bergelar Insinyur. Kasihan ya, daripada kuliah di ITS tapi jadi gak waras
mending kuliah di UIN, barangkali dia bisa menjadi ulama besar, “lanjutan
cerita si Teman.
Ketiga
kisah nyata diatas menjadi renungan saya ketika membaca buku Hypnoparenting. Apakah memberi hipnosis intensif/ hipnosis
dosis tinggi/ sugesti berulang-ulang pada anak seperti yang diterangkan pada
buku HypnoParenting berdampak baik pada anak? Anak bisa jadi anak yang
manis,anak yang penurut sesuai harapan orang tua. Namun apakah orang-tuanya
benar?
Saya
mendengar cerita dari teman saya, seorang Psikolog Klinis tentang orang-tua
yang harapannya terlampau tinggi pada anak. Ada anak klien beliau yang
perkembangannya terganggu namun dipaksa orang-tuanya untuk sekolah dua bahasa, diharapkan
lancar membaca menulis berhitung agar “seperti-anak-anak-lain”. Teman saya ini
menyerah untuk memberikan terapi pada anak itu karena orang-tuanya menutup mata
tentang keadaan anaknya. Anaknya yang berkebutuhan khusus semestinya ditangani
khusus, dan tidak dibanding-bandingkan dengan anak orng lain yang “normal”.
Berbincang
tentang hipnosis, semua yang masuk lewat indra kita adalah hipnosis. Namun ada
hipnosis dosis rendah, ada hipnosis dosis tinggi. Tolong koreksi saya bila
keliru *smile. Maklum baru belajar.
Mengapa
kita perlu berhati-hati dengan pergaulan kita? Karena pergaulan akan
menghipnosis kita, walau dosisnya rendah lama-lama berasa. Kata orang bijak,
seseorang bisa ditebak berdasarkan teman-teman dia. Bergaul dengan orang rajin
bekerja kita akan tertular rajin. Bergaul dengan orang optimis membuat kita
ikutan optimis. Bergaul dengan orang mellow,
kita bisa ikutan mellow. Makanya
nasehat orang bijak, bergaullah dengan orang yang di “atas’ kita agar kita bisa
ikutan naik. “Atas” disini berarti orang di atas kita dalam arti pengetahuan,
wisdom, ketrampilan, apapun. Misalnya kita ingin jadi penulis yang baik,
bacalah buku orang yang “lebih” dari kita. Bacalah karya Pearl S. Buck, Amy
Tan, Alberthiene Endah, Raditya Dika, Ayu Utami, Dee Lestari dll sehingga kita
akan bisa menulis sebaik mereka.
TV
menghipnosis kita. Oleh sebab itu jangan biasakan tertidur saat TV sedang
menyala karena apa yang sedang ditayangkan di TV akan masuk ke bawah sadar kita. Musik, lagu menghipnosis
kita. Untuk itu, sebaiknya kita menyaring musik yang kita dengar. Lagu mellow membuat kita mellow, lagu rock membuat
kita terbawa ke alam rock. Ada musik
dan lagu-lagu yang membuat kita “up”,
ada yang membuat kita”down”.
Apa
yang tertangkap mata bisa menghipnosis kita, akan masuk bawah sadar kita. Untuk
itu Ilmu Feng Shui menyarankan untuk meletakkan simbol di bagian rumah terkait.
Misalnya meletakkan kura-kura pada bagian karir. Sebagai afirmasi agar karir kita persistence seperti kura-kura. Pada bagian wealth, biasa diberikan tanaman atau simbol kodok, agar keuangan
kita tumbuh seperti tanaman, kita bisa mencari makan di air maupun di darat
seperti kodok.
Materi
pada halaman 25-32 di buku HypnoParenting
karya Dewi Yogo Pratomo membuat saya bertanya-tanya. Karena pemberian hipnosis
dosis tinggi (sugesti intensif/ berulang saat menjelang tidur) tidak bisa
diberikan sembarangan, harus berhati-hati.
Memberikan
sugesti pada obyek menjelang deep sleep
adalah metode hipnosis yang dikuasai oleh umumnya rekrutmen “pengantin”
teroris, dikuasai oleh intel dan kontra intel. Karena metode ini efektif
menanamkan “kehendak si penghipnosis” pada obyek.
Nah,
bagaimana dengan pemberian sugesti pada anak menjelang dia masuk deep sleep sebagaimana yang diajarkan
pada buku HypnoParenting karya Dewi Yogo Pratomo ini? Sebagaimana halnya
pisau yang tajam dapat dipergunakan untuk memotong bahan makanan, bisa
digunakan dalam surgery, namun bisa
pula untuk membunuh orang, maka hipnoterapi pun demikian. Perlu kebijakan dan kehati-hatian.
Teman
saya, seorang dokter membawa anak gadisnya ke satu Hipnoterapis yang baik.
Lila, nama anak gadis berusia 6 tahun itu, sering merasa takut yang berlebihan.
Suara ranting pohon yang bergerak karena ditiup angin bisa membuatnya sangat ketakutan.
Saat bertemu dengan Hipnoterapis, Lila diajak ngobrol, diminta menggambar apa
yang membuatnya takut. Lila menggambar sambil menangis. Setelah sesi menggambar
baru Lila dihipnoterapi. Baru dihipnoterapi satu kali, Lila menunjukkan
kemajuan yang berarti. Teman saya belum sempat lagi membawa Lila untuk terapi,
beliau sibuk dengan pekerjaan dan sibuk mengambil S3 nya. “Lila sudah oke lho,
padahal hanya satu kali dihipnoterapi. Harusnya sih dua kali,” cerita Ibunya
Lila.
Jadi
Hipnoterapi salah satu metode healing yang oke kan? Namun menerapkan
Hipnoterapi perlu keahlian, wawasan, kehati-hatian. Repot juga bila ada seorang
Ibu belajar Hipnosis trus langsung praktek padahal wawasannya sempit, atau Ibu
itu “sakit”. Kasihan anaknya...
Terimakasih
Salam
takzim _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
0 komentar:
Posting Komentar