Rabu, 20 Maret 2013
Bangsa yang Suka Memelihara Kebodohan, Maruk & Mudah Tersinggung
07.59 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Bab 26 novel Manjali
dan Cakrabirawa tulisan Ayu Utami
rupanya terinspirasi oleh pendapat Mochtar
Lubis tentang “Manusia Indonesia”.
Menarik untuk direnungkan. Mochtar Lubis mengajak kita semua berkaca. Pendapat
Mochtar Lubis yang dilontarkan pada 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki ini
masih relevan hingga saat ini. Manusia Indonesia belum berubah.
Berikut kutipan novel “Manjali dan Cakrabirawa” tentang ketololan manusia Indonesia yang percaya
pada seseorang yang mengaku dihipnotis:
“Pegawai dinas kepurbakalaan yang membawa temuan kita itu
dirampok di perjalanan,” kata Parang Jati sambil menyimpan telepon.
“Bapak minta saya kembali ke candi, “kata Parang Jati.
Jacques terdiam. Marja juga terdiam. Ia mulai mengenal Jacques.
Meskipun pria itu seorang ilmuwan yang rasional, ada sisi lain padanya yang
terbuka bagi hal-hal supranatural. Tidak. Jacques tidak menggunakan kata itu:
supranatural. Jacques menyebutnya metafisik. Meta, dalam bahasa Yunani, artinya
di atas atau melampaui. Metafisik adalah sesuatu yang melampaui alam benda.
Orang Jawa menyebutnya sebagai perkara gaib. Hal-hal gaib atau metafisik ini
barangkali bagian dari natur, alam, juga.
Jacques terbuka pada kemungkinan bahwa Suhubudi dekat dengan
dunia metafisik. Suhubudi dekat dengan dunia para roh dan makhluk halus, dekat
dengan dimensi lain. Karena itu, jika guru spiritual itu menyuruh anaknya untuk
kembali ke candi, barangkali dia tidak mengada-ngada. Agaknya tak cukup hanya
orang-orang desa yang berjaga-jaga di sana. Meskipun demikian, Jacques jauh
dari percaya penuh. Apalagi untuk sesuatu yang tidak bisa diukur. Karena itu ia
selalu berkata, “Hm-mh. Kita lihat saja nanti.”
Kali ini Jacques agaknya sangat geram dengan perampokan itu.
“Dasar maling!” lelaki tua itu mengumpat. “Menurut kamu, ini
perampokan biasa atau bukan, jati?”
“Dasar bangsa maling!”
umpat Jacques lagi. “Dari dulu saya tidak terlalu percaya pada orang-orang
dinas kepurbakalaan.”
Parang Jati tidak bisa membantah Jacques bahwa perampokan ini
bukan perampokan pada umumnya, meskipun modusnya biasa. Mobil mengalami pecah
ban. Ketika pengendara berhenti untuk mengganti ban, mereka didatangi beberapa
orang dan, begitulah, mereka dirampok.
Ketika mampir di bengkel tempat mobil itu telah diderek,
mereka melihat ban yang pecah itu. Si pegawai dinas kepurbakalaan ada di sana
untuk mengurus mobilnya setelah melapor pada polisi. Lelaki kurus kecil itu
tampak baik-baik saja. Hanya sedikit gugup. Jacques menyalaminya sambil mengatakan
keprihatinan.
“Jadi, orang-orang itu membius anda?’ tanya Jacques.
“S-sayatidak dibius. S-saya dihipnotis,” jawab orang itu
dengan gugup.
“Dihipnotis? Oh lala!”
Marja sering mendengar tentang perampokan dengan hipnotis. Si
perampok menepuk bahu dan mengajak korban mengobrol. Setelah itu, korban akan menyerahkan
segala yang diminta. Bahkan, korban bisa melakukan yang paling gila. Seperti
pulang ke rumah, mengambil buku tabungan atau kartu deposito, mencairkan
uangnya di bank dan menyerahkannya pada si perampok.
“Saya dihipnotis. Lalu orang itu bilang bahwa dia akan
mengantar semua artefak yang baru saya terima itu ke kantor dinas.”
“Dan Anda percaya?”
“Sudah saya bilang, saya dihipnotis.”
Mereka kembali ke pelataran candi Calwanarang untuk menginap
lagi di sana, seperti diminta Suhubudi. Di sekitar api unggun Jacques tua masih
terus mencemooh pengakuan si pegawai dinas kepurbakalaan. “Dihipnotis, katanya? Oh la la! Mana mungkin orang bisa percaya pada
pengakuan seperti itu. Tolol betul orang di sini bisa percaya!”
“Tapi memang banyak kok kejadian begitu di Indonesia,” kata Marja
sungguh-sungguh. “Tantenya temanku ada yang kena. Dia sedang jalan kaki ke
pasar, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Terus, habis semuanya. Perhiasan,
deposito...”
“O ya? Mungkin saja
itu terjadi hanya pada orang tolol. Tapi, ahli hipnotis tidak akan mencari
korban di tengah hutan. Mereka akan beroperasi ditengah kota. Bukan begitu,
nona?”
“Iya juga sih.”
Mengaku dihipnotis
adalah cara paling aman untuk persekongkolan. Korban tidak perlu menunjukkan
bekas kekerasan. Apalagi, hipnotis memang dianggap modus kejahatan yang ada di
Indonesia. Bahkan polisi menerima itu. “Di Prancis, pengakuan seperti itu pasti
dianggap kebohongan oleh polisi. Mana ada perusahaan asuransi bersedia membayar
ganti kehilangan jika korbannya mengaku dihipnotis?”
“Saya kira orang
Indonesia memang suka memelihara kebodohan,“ Jacques melanjutkan omelannya.
Jacques tua terus mengoceh, ‘Pada gilirannya, relasi
orang-orang Indonesia dengan roh-roh halus menjelma relasi yang fungsional dan
materialistis belaka. Dulu, hubungan manusia di Tanah Jawa ini dengan leluhur
serta makhluk halus bersifat timbal-balik. Orang-orang Jawa menghormati roh-roh
dan roh-roh menjaga alam. Sekarang, hal-hal gaib dan metafisik itu cuma dipercaya
untuk mencari keuntungan. Menyantet. Pesugihan. Hipnotis.
“Hipnotis kan tidak ada hubungannya dengan dunia halus,
Jacques!” Parang Jati menyela dengan nada tidak sabar.
“Ya betul. Tapi saya sedang bicara tentang pola pikir bangsa
ini, Parang Jati,” bantah Jacques. “Ini
bangsa yang aneh. Di satu pihak, perbuatan mereka sama sekali tidak menghormati
leluhurnya. Lihatlah, mereka tak peduli sejarah, merusak candi dan banyak
peninggalan lain, merampok dan menjualnya untuk
kepentingan sendiri. Seperti orang dinas kepurbakalaan itu.
“Di pihak lain, mereka sangat ideologis. Contohnya, para
arkeolog Jawa itu. Arkeolog di tanah ini didominasi orang-orang yang menyukai
klenik. Mereka mencari-cari kebenaran yang menyenangkan ideologi dan harga diri
mereka saja.”
“Itu tidak benar, Jacques!” tukas Parang Jati. Marja melihat
bahwa Parang Jati jengkel dengan pendapat-pendapat Jacques.
Tapi Parang Jati tidak bisa membantah ketika Jacques berkata
bahwa arkeologi di Indonesia tidak berhubungan dengan ilmu-ilmu lain. Arkeologi
terpenjara pada ilmu sastra kuno dan klenik. “Misalnya, mana ada penelitian
teknik sipil atau industri terhadap candi-candi oleh peneliti Indonesia?” kata
Jacques. Parang Jati tidak bisa menjawab karena memang ia tidak tahu. Jacques melanjutkan serangannya tentang
karakter bangsa ini yang disebutnya malas, mau gampang, dan doyan takhayul.
Akhirnya Parang Jati berdiri dan berkata bahwa ia tidak ingin
melanjutkan percakapan. “Satu hal, Jacques. Data-data saya memang kurang. Tapi, malam ini kamu betul-betul seorang
esensialis! Kamu bilang karakter orang Indonesia begini-begitu, seolah-olah
saya dan maling artefak itu punya karakter yang sama. Yaitu karakter bangsa
Indonesia.”
“Oui. Bukankah sebuah bangsa memang harus punya karakter? Kalau
tidak, namanya bangsa tidak berkarakter?”
Marja tak mengerti mengapa Jacques juga sedang berpanas hati.
Ia merasa perdebatan ini telah menjadi tidak bermutu. Jacques tua mencarut
tanpa arah, tetapi Parang Jati juga terlalu peka dan mudah merasa diserang. Parang
Jati meninggalkan api unggun itu dan pergi melihat-lihat keadaan candi
Calwanarang dengan senter, sebelum masuk ke dalam tenda. Jacques mengangkat
alis sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan arogan, seolah-olah dia baru
membuktikan satu lagi karakter orang
Indonesia yang mudah tersinggung dan mutung dalam perdebatan. Marja
merasa bahwa energi negatif sedang
menguasai tempat ini. Kemudian ia teringat tentang hantu hutan banaspati, yang
diceritakan ibu tua itu, sesungguhnya karena kesedihan. Ia menyadari dirinya
banyak merenung dalam perjalanan ini.”
...
Ya, bangsa yang suka
memelihara kebodohan, malas, mau gampang, doyan tahayul, mudah tersinggung dan
mutung dalam perdebatan! Mari kita berkaca untuk melihat keburukan kita sendiri agar bisa
memperbaikinya.
Akhir-akhir ini saya membaca tentang RUU Santet yang sedang
digarap oleh DPR. Menarik sekali...Rancangan Undang-Undang tentang sesuatu yang
gaib!
Bila yang dihukum adalah benar pelaku santet atau hipnotis,
tentu tidak masalah. Bagaimana bila orang yang tidak bersalah dihukum karena
dilaporkan oleh orang yang tidak suka? Negeri ini punya sejarah dendam yang
panjang. Contohnya pada tragedi G30S 65. Banyak
guru-guru dan orang-orang yang tidak tahu apa-apa ikut terbunuh disebabkan oleh
laporan orang yang tidak suka. Dan kita semua sebagai satu bangsa saat ini
sedang menuai badai akibat pembunuhan ratusan ribu orang yang tidak bersalah.
Antara lain, pendidikan kita yang kurang berkualitas akibat terbunuhnya
guru-guru yang bagus! Dan lihatlah akibat pendidikan yang kurang berkualitas
itu. Lihatlah tingkah pejabat-pejabat kita saat ini. Kebanyakan maruk harta dan
jabatan! Tengoklah sejarah. Bagaimana para pahlawan kemerdekaan kita hidup
sangat sederhana. Bagaimana seorang Bung Hatta tidak mau membocorkan rahasia
“akan diberlakukan sanering” pada istrinya. Ibu Rachmi Hatta sampai menangis
karena, akibat sanering itu, beliau tidak bisa membeli mesin jahit dengan
tabungan yang sudah dikumpulkannya dengan susah payah.
Semoga kita semua tidak memelihara kebodohan. Marilah kita
belajar dari sejarah, agar kita semua tidak dikutuk untuk mengulangi sejarah
itu.
Terimakasih...Namaste _/l\_
Senin, 18 Maret 2013
The Others The Movie: Hidup di Dimensi Manakah Kita ???
08.21 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
“Oh ya?”
“Bulan lalu aku mimpi bertemu Almarhumah Ibuku. Beliau
nangis-nangis sambil berkata, “Aku tak mau lagi tinggal di rumah Cirebon. Aku
mau tinggal di rumahmu saja.”
“Ternyata kakakku mimpi hal yang sama. Almarhumah Ibu datang
padanya sambil nangis-nangis. Beliau bilang bahwa beliau mau tinggal dengan Fia
saja. Beliau tidak mau lagi tinggal di rumah Cirebon.”
“Tidak berapa lama, Bapakku memberi kabar bahwa beliau akan
menikah lagi setelah menduda selama 17 tahun. Pantas Almarhumah Ibuku
nangis-nangis dan tak mau lagi tinggal
di rumah Cirebon ya. Beliau sedih karena Bapakku mau menikah lagi.”
Setelah kedatangan Almarhumah Ibunya dalam mimpi, Fia hamil dan
kemudian melahirkan bayi perempuan cantik.
Temanku, Ika, bercerita hal yang mirip dengan pengalaman Fia.
Ibunya dan saudara-saudaranya bermimpi hal yang sama yaitu didatangi Almarhumah
Ibu mereka. Almarhumah Mbah Putrinya Ika bertanya pada putri-putrinya satu
persatu, “Boleh aku tinggal denganmu Nduk?”
Ibu Ika dan satu adiknya menolak, “Ogah, Ibu cerewet.” Namun
adik bungsu Ibu menerima, ”Yo wis, ikut saya saja Bu. Rumah saya besar.”
*semua-percakapan-terjadi-dalam-mimpi!
Tidak lama setelah percakapan di alam mimpi itu terjadi, adik
bungsu Ibu hamil. Dan berita kejutannya adalah “anak yang dilahirkan mirip
sekali sifatnya dengan Mbah Putri!”
Percaya boleh, tidak percaya juga boleh hihihi...
Banyak film Hollywood yang menggambarkan hidup setelah mati.
Bahkan ada film yang dengan bagus sekali menggambarkan fase (bardo) yang
terjadi setelah seseorang meninggal. Film yang bagus ini berjudul “Defending Your Life” dibintangi oleh Meryl Streep.
Film yang perlu ditonton adalah film “The Others” yang dibintangi
Nicole Kidman. Juga film “The
Passengers” yang dibintangi Anne Hathaway.
The Others berkisah tentang seorang Ibu bernama
Grace yang tinggal bersama dua anaknya di mansion daerah Jersey. Jersey adalah
daerah koloni Inggris yang terletak dekat Perancis.
Anak perempuan Grace, Anne, menggambar satu keluarga, ibu-bapak-anak-seorang
wanita tua. Anne bercerita pada Grace bahwa satu keluarga itu tinggal di rumah
mereka. Anak kecil keluarga itu bernama Victor.
Grace memarahi anaknya agar jangan bercerita tentang hantu.
Grace semakin curiga ketika piano berbunyi di ruang tertutup padahal tidak ada
orang disana.
Akhir dari cerita yang menegangkan ini adalah: ternyata yang
hantu bukan keluarga Victor namun Grace, kedua anaknya, dan ketiga pembantunya!!!
Grace akhirnya ingat kejadian saat dia meninggal. Saat itu Grace
terpukul ketika mendengar kematian suaminya, Charles. Grace menyumpal hidung
kedua anaknya dengan bantal. Setelah mereka meninggal, Grace menembak dirinya
sendiri. Ketika dia mendengar kembali tawa kedua anaknya yang sedang bermain-main, Grace
merasa bahwa dia mendapat mujizat dari Tuhan, yaitu kesempatan kedua dalam
hidup. Ternyata dia memang terus hidup, tetapi pindah dimensi!!!
Film The Others ini juga menggambarkan bahwa keterikatan pada
rumah yang bagus membuat seseorang enggan untuk melanjutkan perjalanan menuju
Dia. Hal ini ditunjukkan oleh tiga pelayan Grace. Mereka terikat dengan rumah indah
itu, walau mereka tinggal disana hanya sebagai pelayan.
Sepanjang hidup, mari berjuang melepaskan keterikatan,
demikian pesan film The Others. Karena keterikatan membuat kita tidak
melanjutkan perjalanan menuju Dia Yang Maha Indah...
Bagaimana pendapat teman-teman?
Btw, mohon doa untuk Bapak Anand Krishna. Sila berkunjung ke
FreeAnandKrishna.com. Free Anand Krishna for Justice!
Terimakasih...Namaste _/l\_
Minggu, 17 Maret 2013
Jago Akting di Sekitar Kita
23.51 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Teman saya, dr Ira, terbirit-birit pulang begitu mendapat
telpon dari Mbak ART nya. Padahal dr Ira baru saja sampai di kantor, masih
pukul 9 pagi. Di perjalanan pulang, Ira menelpon suaminya agar segera pulang ke
rumah, “Gawat, si Mbak diperkosa!”
“Perampok tadi datang Bu. Mereka memperkosa saya,” lapor si
Mbak sambil menangis tersedu-sedu. “Ayo ke dokter untuk visum!” ajak Ira. “Buat
apa Bu? Saya mau pulang aja,” tangisan si Mbak semakin kencang.
Suami Ira, Pak Zul datang dengan wajah tegang. “Wah tak boleh
dibiarkan ini. Mari kita langsung lapor polisi!”
Polisi di Polsek tersenyum saat menerima laporan Pak Zul.
“Perampokan kok tak ada tanda-tandanya. Jadi ada perampok datang untuk
memperkosa si Mbak ART? Tindak kekerasan biasanya menyisakan jejak, sementara
tidak ada jejak tindakan paksa di rumah Bapak, “ Pak Polisi menerangkan.
Akhirnya si Mbak ART ngaku juga. Dia tidak mau ke dokter
untuk di visum. “ Saya diajak saudara
saya untuk jadi TKI, Bu. Kalau saya pamit pulang, pasti tak boleh sama Ibu, “
si Mbak akhirnya ngaku.
“Bukan main si Mbak ART ku ini ya. Kok sebelum pulang sempat
berakting dulu. Aku sama suami sampe tidak bisa kerja seharian karena ngurus
dia, “ Ira curhat.
Begitulah...jago akting ada di sekitar kita. Mulai dari si
Mbak ART hingga pejabat. Lama-lama saya hapal akting orang hihihi.
Saya pernah dikerjain penyalur ART. “Ibu, saya Ibu Ujang.
Permisi Ibu, ini ibu mertua Mbak Sum mau bicara, “kata Ibu Ujang di telpon. “Assalam
‘alaikum Ibu. Saya mertua Mbak Sum. Suami saya baru saja meninggal, Bu. Boleh
Mbak Sum izin pulang? Nanti balik lagi kok ke tempat Ibu. Terimakasih Ibu,”
kata mertua si Mbak Sum.
Walaupun sedang demam, saya tetap mengantar si Mbak ke tempat
bis sehabis Magrib. Tidak lupa saya ke atm untuk memberi gaji si Mbak 1 bulan,
ongkos pulang dan uang duka sekedarnya. Padahal si Mbak belum sebulan bekerja
di rumah saya. Sebagai orang Timur, rasanya tidak tega untuk hitung-hitungan
gaji pada orang yang sedang berduka.
Sepuluh hari setelah si Mbak pulang kampung, saya menelpon
suaminya. Kebetulan si Mbak pernah memakai telpon saya, jadi nomor hp suaminya
terekam.
“Permisi Mas. Saya mau nanya. Mbak Sum itu mau balik ke rumah
saya atau tidak? Kok sudah sepuluh hari tidak ada kabar. Kalau memang tidak
balik, tolong beritahu agar saya bisa cari Mbak baru”.
“Saya tidak tahu Bu. Kan saya belum ketemu istri saya, “ jawab
suaminya.
Kok aneh ya. Bapaknya meninggal kok dia tidak pulang untuk
memakamkan. Padahal dekat.
“Memangnya yang meninggal siapa Mas?” saya memancing.
“Ibunya, Bu, “ jawab si suami.
“Ibunya siapa?” lanjut saya.
“Ibunya istri saya, “ jawab suami Mbak Sum.
Jelas bohong toh. Langsung deh saya ceramah tentang “jangan
ngerjain orang”. Tak lupa penyalurnya juga saya telpon dengan tema “ceramah”
yang sama. Mereka mau dengar atau tidak, yang penting unek–unek saya keluar
hihihi...
Si Mbak aja bisa akting apalagi orang “pintar”. Saya
geleng-geleng kepala menyaksikan seorang “pakar” bicara dengan meyakinkan di
tv. Bila tidak memegang data-data kebohongan dia, mungkin saya akan percaya
pada dia. Aktingnya meyakinkan! Mungkin dia tidak merasa berbohong karena sudah
terlalu lama hidup di dunia kebohongan.
Bagaimana pendapat teman-teman mengenai hukuman pada
seseorang yang tidak berdasarkan saksi mata atau bukti terkait? Contoh pada
kasus Anand Krishna. Tidak ada bukti apapun! Hasil visum dr Mun’im Idris
menyatakan Tara virgin dengan tubuh
mulus tanpa tanda kekerasan. Bukti tidak ada, baik berupa foto, rekaman suara
atau video yang terkait dengan kasus. Saksi mata tidak ada. Yang ada adalah 4
saksi ibu-ibu usia 40 an yang mengaku pernah dipegang payudara sekitar 5 tahun
yang lalu.
Aktivis-aktivis perempuan berASUMSI bahwa tidak mungkin
seorang wanita berbohong dalam melaporkan kejadian pelecehan terhadap dirinya.
ASUMSI bisa salah, bisa benar.
Bila memang terjadi pelecehan, pelaku wajib dihukum.
Bagaimana bila tidak terjadi pelecehan? Bagaimana dengan seseorang yang
terlanjur dipenjara padahal tidak bersalah?
Bagaimana bila kasus Anand Krishna ini terjadi pada Tokoh yang
kita cintai, pada Jokowi atau Ahok misalnya? Saya tidak rela!!! Amit-amit
jabang bayi...
Rekayasa pembunuhan saja bisa dilakukan oleh pihak yang
kepentingannya terusik oleh sepak terjang tokoh tertentu. Apalagi kasus
pelecehan. Tidak perlu bukti dan saksi mata! Hanya perlu 5 suara wanita!
Kisah yang terkenal tentang kisah pelecehan adalah kisah Nabi
Yusuf. Wanita yang marah, wanita yang dendam bisa menjebloskan seseorang yang
tak bersalah ke dalam penjara dengan kesaksian palsu. Wanita tidak 100 % benar.
Wanita bisa digunakan, bisa dikipas, bisa bersaksi palsu dengan motif
berbeda-beda. Motif wanita melakukan kesaksian palsu bisa karena dendam akibat
tersinggung, bisa karena motif ekonomi, bisa bermacam-macam.
Kompas Sabtu 16 Maret 2013 menayangkan artikel menarik “Kita Lihat Perempuan Hakim Memimpin”.
Berikut kutipannya:
Lihatlah perempuan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta. Cantik, anggun, lembut, dan tidak kurang tegasnya. Kepalsuan para
terdakwa di depan mereka mudah tercium.
Sebut saja Tati Hadianti yang memimpin sidang Neneng Sri
Wahyuni dan Sudharwatiningsih yang memimpin sidang dugaan korupsi bioremediasi
PT Chevron Pasific Indonesia.
Di tengah dominasi pria, perempuan hakim ini menarik karena
kuatnya karakter mereka. Mereka lihai menguber pertanyaan secara rinci yang
kerap terlupakan pria hakim.
Perempuan hakim tidak
mudah ditundukkan dengan kesaksian berbelit-belit. Kepalsuan dapat mereka baca
karena psikologi dan gerak tubuh mereka pelajari. Lembut, perhatian, dan tegas
bersenyawa jadi satu. Namun, ketika kepalsuan tercium, tak akan ada belas kasihan. Terdakwa Neneng yang selalu “manja”
di persidangan kena batunya.
Btw, Anand Krishna di vonis
bebas dan dikembalikan harkat dan kedudukannya di mata hukum oleh Srikandi Hukum, Hakim Albertina Ho. Namun
Jaksa Martha keukeuh mengajukan
kasasi padahal kasasi atas vonis bebas tidak dikenal di negara-negara beradab.
Kasasi yang berisi copas kasus orang lain (kasus sengketa merk) dikabulkan oleh
MA. Dua dari tiga hakim MA yang memberi vonis 2.5 tahun pada Anand Krishna
telah mundur dari jabatan Hakim Agung. Hakim ZU terindikasi suap, Hakim Yamanie
terbukti curang karena mengubah vonis untuk terdakwa narkoba. Kajari Jaksel telah mengeksekusi paksa Anand Krishna
dengan membawa 50 preman padahal vonis MA #CacatHukum dan #BataldemiHukum
karena tak memenuhi pasal 197 KUHAP.
Mohon doanya teman-teman. Free Anand Krishna for Justice.
Sila mampir ke FreeAnandKrishna.com
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Wanita Mempesona
02.19 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Bagaimana wanita yang mempesona itu? Hihihi...saya baru saja
membaca buku tulisan La Rose, kolumnis terkenal favorit ibu
saya. Buku berjudul “Pribadi Mempesona”
ini membahas tentang kebahagiaan, tipe wanita mempesona, harga diri pria dsb.
Menarik! Buku ini terbitan tahun 1984
namun pembahasannya tidak ketinggalan zaman boo!!!
Kita bisa belajar tentang karakter wanita mempesona dari
karakter-karakter yang ada pada novel sastra. Ada 2 karakter wanita menarik
pada novel Charles Dickens yang berjudul
“David Copperfield” yaitu Agnes dan
Dora.
Berikut kutipannya *smile:
David mendapatkan ketenangan dari Agnes, pengertian dan
simpati.
“Saya selalu akan teringat pada Agnes dengan wajahnya yang
memberikan ketenangan. Wajah ini dapat memberikan ketenangan walau hanya
sejenak dalam kehidupan saya yang penuh dengan aneka macam masalah. Kehidupan saya
selalu tergesa-gesa. Hanya pada Agnes lah saya mendapatkan kedamaian, “ curahan
hati David Copperfield.
Tetapi jalan cerita hidup memang unik. Walau David
mendapatkan ketenangan dari Agnes yang dia kenal sejak kecil, dia toh akhirnya
menikah dengan Dora. David Copperfield begitu terpesona pada Dora sehingga
memutuskan untuk mengakhiri masa hidup membujang. Sedangkan Dora amat berbeda
dengan Agnes.
“Dora begitu lucu. Dia begitu manis, nakal dan manja. Ia polos
seperti kijang yang meloncat kesana kemari. Oooh, betapa binalnya dia. Ia
lambang dari kemurnian masa kanak-kanak yang abadi. Sejenak saya berpikir,
mungkin dia bukan manusia biasa? Mungkinkah dia dari kayangan? Ooooh, dia
begitu tak berdaya, selalu saja memerlukan bantuanku, “ David Copperfied
bercerita tentang Dora.
Dora membangkitkan rasa kejantanan pada David, sehingga David
merasa menjadi begitu penting karena Dora membutuhkannya. Semuanya ini membangkitkan
kegairahan dalam diri seorang pria.
“Dora selalu membuat aku tertawa, bergairah walau pikiranku
sedang ruwet. Tidak ada kesempatan atau waktu semenit pun untuk merasakan
keruwetan selagi bersamanya. Sungguh hebat dan menakjubkan wanita yang lucu
seperti anak kecil ini,” David melanjutkan.
Walau David mendapatkan kesegaran dan kegairahan dari Dora,
walau David mencintai Dora, tetapi dia mencari persahabatan dan pengertian dari
Agnes.
David curhat pada Agnes, “ Saya tidak mengeluh akan keadaan
istri saya. Tetapi dia begitu polos, amat jujur. Sehingga ia tidak dapat
memahami persoalan yang sedang saya hadapi. Hanya darimu saya mendapatkan
ketenangan dan pengertian, Agnes. Andaikata kau tak ada, pasti saya akan
kehilangan arah.”
Begitulah... kehidupan David Copperfield selalu dibayangi
oleh kepribadian dua wanita. Dora, istrinya, tidak dapat mengurus rumah tangga.
Lelaki membutuhkan juga wanita yang dapat mengurus rumah tangga.
David amat mencintai Dora istrinya, namun dia masih
membutuhkan Agnes. “Dora adalah istri paling manis, mungkin tidak ada istri
semanis dia. Andaikata Dora mau melakukan sesuatu dalam rumah kami, pasti rumah
ini akan kelihatan rapi. Walau hanya berdua, tapi rumah kami kelihatan
kocar-kacir, seakan didiami puluhan manusia yang tidak teratur. Dimana-mana
bertaburan kertas dan piring, tidak ada yang ditempatkan pada tempat yang
sebenarnya. Selalu saya harus mencari pensil atau kertas yang saya butuhkan,
karena Dora sama sekali tidak memperhatikan hal-hal serupa ini”.
“Sesungguhnya Dora lucu sekali. Suatu ketika saya belikan buku
masakan yang mahal, dengan harapan dia akan mempunyai minat untuk memasak.
Tetapi betapa saya terkejut waktu melihat buku tersebut sudah koyak
dipermain-mainkan anjing kecil yang lucu.”
Dora sebagai istri sama sekali tidak tahu mengatur uang
belanja, sehingga mereka selalu kekurangan uang. Rupanya pria membutuhkan juga
wanita yang dapat mengatur rumah, selain dari cinta.
“Saya amat mencintai istri saya dan dapat dikatakan saya
berbahagia dengannya. Tapi kebahagiaan yang pernah saya bayangkan semula
bukanlah yang saya dapatkan darinya. Ada saat saat saya merindukan seorang
istri yang dapat memberikan petunjuk ataupun memberikan jalan keluar terhadap
masalah yang saya hadapi. Kalau saja istri saya mempunyai kepribadian yang
mantap. Kalau saja saya sesekali dapat berbagi duka dengannya. Kalau saja istri
saya dapat saling mengisi dengan diri saya.”
Kelanjutan dari kisah David Copperfield ini, Dora meninggal
dunia dan David menikah dengan Agnes. Agnes pandai mengurus rumah tangga, ia
anggun dan agung. Mereka kemudian mempunyai beberapa orang anak. David
mencintai Agnes, cinta yang lebih merupakan pemujaan dan rasa hormat yang
mendalam. Tetapi seringkali muncul saat-saat ia merasa sangat kehilangan Dora.
“Dora akan selalu menjadi sebagian besar dari hidupku yang
terindah. Seringkali bila aku sedang duduk memandang jauh ke luar jendela,
seakan Dora datang berlari-lari dan duduk di pangkuanku, memelukku, menciumku.
Dan aku merasakan kemesraan serupa ini merupakan sesuatu yang manis dalam hidup
manusia.
Menurut Helen B.
Andelin dalam bukunya “Fascinating
Womanhood”: “Kalau saja Agnes memiliki sifat-sifat Dora, kalau saja Dora
memiliki sifat-sifat Agnes. Sebenarnya kedua sifat ini dapat lebur menjadi satu
dalam diri seseorang. Tentu saja manusia itu berbeda-beda kepribadiannya. Tapi
hendaknya mengenai hal-hal yang baik kita saling mencontoh.
Buku ”Pribadi Mempesona” juga membahas tentang pribadi yang
menawan seorang Deruchette dalam “Tolles of The Sea” Victor Hugo. Kemudian
dibahas pribadi Amelia dalam novel “Vanity Fair” Thackeray. Dan tak kalah
menariknya tentang pribadi menawan seorang Mumtaz sehingga suaminya Shah Jehan
membuatkan Taj Mahal yang indah sebagai kenangn untuknya...
Banyak pengetahuan menarik yang kita peroleh dari buku dan
film...
Btw, saat ini Pak Anand Krishna sedang mendekam di LP
Cipinang padahal tidak bersalah. Beliau sudah divonis bebas oleh Hakim yang
jujur berintegritas, Hakim Albertina Ho. Namun MA
memutuskan vonis 2.5 tahun padahal kasasi yang diajukan Jaksa Martha Berliana
cacat hukum, memasukkan perkara sengketa merk. Sementara dua Hakim Agung yang
memberikan vonis 2.5 tahun pada Anand Krishna telah mundur dari jabatan Hakim
Agung. Hakim ZU terindikasi suap, Hakim Yamanie terbukti curang, mengubah
vonis. Sementara Kajari Jaksel Masyhudi tetap memaksakan eksekusi pada Anand
Krishna padahal putusan MA telah BATAL
demi HUKUM karena tidak memenuhi pasal 197 KUHAP. Jaksa Arya Wicaksana atas
perintah Masyhudi telah mengeksekusi paksa Anand Krishna dengan membawa puluhan
preman. Hmmm, kira-kira puluhan preman yang dibawa Jaksa itu dibayar oleh siapa
ya? Untuk info lebih lanjut bisa klik www. FreeAnandKrishna.com
Mohon doanya teman-teman. Free Anand Krishna for Justice...
Terimakasih...Namaste _/l\_
Langganan:
Postingan (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala