Sabtu, 16 November 2013
Karlina Supelli
00.27 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari DewiMagazine.com |
Senang mendengar pidato
kebudayaan yang dilaksanakan setahun sekali oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk
tahun ini diisi oleh Ibu Dr. Karlina Supelli.
Saya mengenal Karlina Supelli
sejak zaman SMA saya. Saat itu Karlina banyak diliput oleh media massa karena
prestasinya sebagai mahasiswi pertama lulusan Astronomi ITB, dan mendapat predikat
cumlaude pula.
Saya sampai mendaftar ke jurusan
Astronomi ITB karena ngefans sama Karlina.
Wkkkkkk...syukur tak lulus. Bisa puyeng kepala saya berurusan dengan matematika
dan fisika tingkat tinggi. Mana tahaaaan wkwkwk.
Saya juga rajin mengkliping
tulisan Karlina di Kompas, rajin mengkliping majalah yang memuat wawancara
dengan Karlina. Gitu deh saya kalo lagi ngefans.
Lucu juga mengingat saya sampai merenungkan tulisan-tulisan Karlina di Kompas,
padahal mana mudeng saya dengan
filsafat. Sekarang saya bisa ngikik guling-guling mengenang hal ini, namun dulu
saya serius banget loh merenungkan tulisan Karlina di Kompas.
Ketika ada peringatan Hari Kartini
di Institut Teknologi 10 November tahun 80an, ada questioner yang antara lain menanyakan “siapa wanita idola anda”.
Tak ragu lagi saya tulis, La Rose dan Karlina Supelli. Wkkkk... jadi geli. Mana
sangka saya sekarang suka menulis juga seperti
La Rose, dan suka filsafat juga seperti Karlina. Walau tentu saja filsafat yang
saya suka adalah filsafat yang ringan-ringan. Saya suka baca tentang simbol.
Saya suka baca buku Dan Brown karena
menyangkut simbol. Haiah...ngomong apa sih saya ini, dari mana hingga kemana
wkkkkkk...
Beruntung pada pameran buku
November 2013 di Istora Jakarta saya menemukan buku “Dari Kosmologi ke Dialog, Mengenal Batas Pengetahuan, Menentang
Fanatisme” karya Karlina Supelli. Saya pernah membaca wawancara Karlina
Supelli dengan Kompas tentang bagaimana buku ini ditulis.
Hidup terlalu berharga sehingga
harus diperjuangkan, Karlina pun bangkit menulis buku dalam keadaan sakit.
Syukurlah, Karlina sembuh dari kanker. Saya baca Karlina terkena kanker pada 6
bulan setelah saudara soulmate nya, Alex
Supelli, meninggal karena kecelakaan pesawat. Biasanya duka mendalam bisa
mencetus kanker...
Saya mengikuti tulisan Karlina di
Majalah Pesona walau kadang saya tak mengerti. Filsafat tingkat tinggi boo. Dan
saya pernah bertemu muka dengan Karlina saat Karlina menjadi pembicara pada
acara Happy Saturday yang diselenggarakan oleh Majalah Pesona.
Beruntung ya saya... Saya sudah bertemu
dengan penulis-penulis idola saya, mulai dari Almarhumah La Rose, Karlina, Cak
Nun, Anand Krishna, Alberthiene Endah, Dee Lestari, Raditya Dika dll. Pamer
booo wkkkkk
Bahkan saya tahu gosip tentang
Ibu Karlina. Saudara saya yang mengenal Karlina di ITB bercerita, “Saya tidak
sangka Karlina bisa berpisah dengan Ninok Leksono mengingat bagaimana Ninok
dulu menguber-nguber Karlina. Mas kawin untuk Karlina saat menikah adalah pembacaan
Asmaul Husna oleh Ninok Leksono. Sungguh menyentuh hati.”
Begitulah. Jalan hidup kita tidak
tahu. Perjalanan cinta, berapa lama seseorang terikat dalam ikatan suami istri
tidak lepas dari utang piutang karma atau takdir.
Yang pasti, Karlina Supelli adalah
salah satu wanita idola saya...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Label:
Profil
|
1 komentar
Jumat, 15 November 2013
Cara Asyik Menulis Memoar / Travel Writing a la Agustinus Wibowo
18.36 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Menarik membaca perbincangan LitBox @literarybox dengan Agustinus Wibowo @avgustin88 tentang
menulis memoir pada tanggal 15 November 2013 di twitter;p
Agustinus Wibowo adalah salah
satu penulis favorit saya. Rugi deh bila melewatkan buku-bukunya: Garis Batas, Selimut Debu, dan Titik Nol.
Berikut perbincangan LitBox
dengan Agustinus Wibowo :
LitBox @literarybox:
Apa alasan utama @avgustin88 menulis memoir? #WOTWQA
Agustinus Wibowo @avgustin88 :
1.1. Menulis memoir karena saya
sadar memori itu tidak abadi, suatu saat pasti akan pudar dan mati, terkubur
bersama pemiliknya.
1.2. Sebelum menulis, saya
dibebani begitu banyak memori yang campur aduk, rasanya sangat menyiksa.
1.3. Memori yang campur aduk itu
pun bagai masa lalu yang campur aduk, saya jadi penasaran apa makna hidup saya
selama ini.
1.4. Memoar buat saya juga adalah
perjalanan spiritual untuk menjawab berbagai pertanyaan filosofis dalam hidup,
dan bikin saya tetap hidup.
1.5. Memoar terbaru saya tulis
sebagai terapi psikologis, untuk membebaskan diri dari depresi karena kehilangan
orang yang paling saya cintai.
LitBox @literarybox: 2. Memulis memoir = menuliskan hidup @avgustin88
untuk dibaca banyak orang. Apa saja pertimbangan Mas Agus sebelum
menuliskannya?
Agustinus Wibowo @avgustin88:
2.1. Pertimbangan pertama adalah
alasan personal, untuk pribadi saya sendiri. mengabadikan memori dan menjawab
misteri hidup.
2.2. Dengan menulis memoar, masa
lalu yang berantakan itu ditata ulang, seperti puzzle, sehingga menjadi
berwujud nyata.
2.3. Menulis memoar juga
menyadarkan saya bahwa perjalanan hidup yang telah saya lewati adalah hidup
yang layak dijalani.
2.4. Dengan menulis memoar, saya
bisa semakin menghargai hidup, menghargai masa lalu, masa kini, dan impian masa
depan.
2.5. Alasan kedua, adalah
berbagi. Supaya pembaca bisa mendapat hikmah dari perjalanan saya tanpa harus
menjalani hidup saya.
2.6. Pertanyaan paling penting
dalam menulis memoar adalah “How far would you go?”, “Sejauh mana bisa kau
bagikan hidupmu untuk publik?”
2.7. Kurang detail bisa
menjadikan memoar kering, tidak nyata. Terlalu detail malah bikin boring dan ga penting.
2.8. Tantangan memoar adalah
bagaimana merangkum hidup dalam space
yang terbatas. Pembaca juga tak perlu& tidak ingin tahu semua hal.
2.9. Semakin dirangkum, yang kita
dapatkan adalah hal-hal yang paling esensial dari hidup kita. Kadang kita gak
dapatkan ini kalau bukan untuk berbagi.
LitBox @literarybox: Apakah semua pengalaman yang ditulis @avgustin88
itu nyata, atau untuk alasan tertentu ada yang “diperhalus/disamarkan”?
Agustinus Wibowo @avgustin88:
3.1. Memoar adalah karya non
fiksi, jadi semua harus realita, tidak boleh menciptakan realita.
3.2. Memoar yang ada unsur fiksinya,walaupun
sedikit, sudah bukan memoar, harus dilabeli sebagai novel/fiksi.
3.3 Intinya adalah penulis memoar
harus berusaha semaksimal mungkin setia pada kebenaran memorinya, walaupun
memori takselalu benar.
3.4. Memoar juga tidak berarti
semua hal harus dituliskan, bisa dipilah, bisa dikurangi detail untuk hal-hal
tertentu dsb.
3.5. Banyak pertimbangan untuk
menentukan mana yang harus ditulis, mana yang dihapus, tokoh mana yang harus
dijaga privasinya.
3.6. Beberapa tokoh saya juga
menggunakan nama/identitas samaran, demi melindungi privasi mereka. Dalam
memoar tak masalah.
LitBox @literarybox: 4. Banyak yang suka dan terharu dengan kisah Mama
di Titik Nol, @avgustin88. What drive did you have at that time to write &
share it in ur book?
Agustinus Wibowo @avgustin88:
4.1. Di saat-saat terakhir, baru
saya menyadari kisah Mama ternyata
adalah bagian penting dalam perjalanan saya.
4.2. Perjalanan untuk kebanyakan
orang adalah tentang pergi. Tapi pertemuan dengan Mama saat beliau sakit
menyadarkan saya perjalanan adalah untuk pulang.
4.3. Saat-saat menemani orang tua
yang hendak meninggal adalah saat-saat paling berat sekaligus paling
membahagiakan.
4.4. Setelah perjalanan jauh dan
pulang untuk melihat rumah/keluarga, saya belajar melihat dari sisi yang
berbeda.
4.5. Kita biasa take-for-granted
rumah/keluarga, padahal begitu banyak hak yang tidak kita ketahui tentang
rumah/keluarga kita sendiri.
4.6. Pada saat ini saya baru
mengenal masa kecil mama, mimpinya, cintanya, cemburunya, marahnya, rahasianya,
kebahagiaannya dll
4.7. Sosok ibu yang dulu
saya kira sudah saya kenal dekat, ternyata masih begitu
asing. Saya beruntung masih punya sedikit kesempatan mengenal beliau.
4.8. Hikmah inilah yang ingin
saya bagikan untuk pembaca. Perjalanan bukan hanya tentang tempat jauh,
perjalanan bisa di rumahmu sendiri.
LitBix @literarybox: 5. Ceritain pengalamannya nyamar jadi penduduk
Cina supaya bisa masuk ke Tibet dong, @avgustin88. Buat ngejar story?
Agustinus Wibowo @avgustin88:
5.1. Bukan buat ngejar story,
tapi terpaksa menyelundup ke Tibet karena aturan yang anti pengunjung asing.
5.2. Jadi orang asing yang ke
Tibet harus pake guide dan penerjemah, urus permit yang mahal, sewa mobil dsb.
Saya tak ada dana itu.
5.3. Dan saya tidak suka
perjalanan yang didikte, saya suka petualangan saya sendiri, jadi saya pilih
menyelundup.
5.4. Menyamar jadi warga Cina.
Paling takut kalo ada pos milisi/militer karena bisa dihukum/dideportasi .
Pernah hampir ketangkap.
5.5. Untunglah karena faktor
wajah dan bahasa, saya masih bisa selamat dengan menyamar sebagai warga Cina
Selatan.
5.6. Tibet yang menegangkan, di
masa awal perjalanan saya adalah proses mengalahkan ketakutan, pembuktian diri,
penaklukan tantangan.
6.1. Buku harian, itu kuncinya.
Tiap hari dalam perjalanan saya mencatat. Ini kemudian jadi harta karun tak
terhingga.
6.2. Saat menulis memori
keluarga, saya juga mewawancara banyak orang yang terlibat, sebagai verifikasi
apa yang saya ingat.
6.3. Di zaman sekarang ada banyak
teknologi untuk membantu memori: kamera, smartphone, videocam, dll. Alat bantu
no 1 masih kertas + pena.
6.4. Karena kertas dan pena bisa
mencatat detail emosi, perasaan, pemikiran kita saat itu. Alat bantu lain tidak
bisa.
6.5. Saat membaca ulang
oret-oretan saya dibuku harian, saya sering takjub karena banyak hal sebenarnya
sudah hilang di memori saya.
6.6. Memori tidak abadi. Saya
mending kehilangan uang daripada kehilangan buku harian di jalan.
6.7. Saat nulis memori Mama, saya
banyak terbantu oleh buku harian & surat-surat yang ditulis Mama. Memori
paling otentik adalah tulisan.
7.1. Sementara ini masih fokus di
non fiksi, jadi penulis perjalanan. Pengen sih belajar fiksi tapi tidak harus
jadi penulis fiksi.
7.2. Lagipula memoar itu bukan
biografi, bukan perjalanan kita seumur hidup, tapi hanya satu fragmen saja dari
perjalanan.
7.3. Kita hidup 30 tahun, 40
tahun, kalo semua pengalaman/kisah hidup ditulis bisa jadi 10 buku kalo bener
mau digali.
7.4. Saya menulis memoar melalui
travel writing/narasi perjalanan. Kuncinya adalah tetap melakukan perjalanan.
LitBox @literarybox: 8. Sejauh ini, dimana tempat favorit yang pernah
@avgustin88 kunjungi dan kenapa?
8.1. Kalo ini, sebenarnya yang
favorit bukan masalah tempat, tapi rasa. Tiap tempat menyisakan rasa berbeda.
8.2. Buat saya, pengalaman paling
berkesan adalah ketika jadi relawan di daerah bencana, misal di Aceh dan
Kashmir.
8.3. Karena di situ saya
bertatapan dengan sifat dasar manusia, bagaimana jika harus dihempaskan ke
titik terendah dalam hidup.
8.4. Daerah bencana juga
mengajarkan saya akan kehangatan kemanusiaan, semangat berbagi, dan semangat
bangkit dari kehancuran.
LitBox @literarybox 9. Berdasarkan pengalaman @avgustin88, apa resep
untuk jadi travel (and memoir) writer yang baik?
Agustinus Wibowo @avgustin88:
9.1. Yang pertama adalah
keingintahuan yang besar, banyak bertanya terhadap hal-hal yang bahkan kamu
kira kamu sudah tahu.
9.2. Berpikir kritis ini adalah
yang paling vital. Tanpa pemikiran, memoar dan catatan perjalanan jadi tidak
ada artinya.
9.3. Hal lain adalah menghindari
generalisasi. Ingat semua orang unik, punya kisah masing-masing, tidak boleh
dipukul rata.
9.4. Terutama dalam tulisan
travel, generalisasi sangat berbahaya dan memuakkan, menunjukkan pemikiran yang sempit dari penulisnya.
9.5. Hal berikutnya adalah jujur.
Kalo tulisan kamu ada unsur fiksi, sebutlah novel, jangan dilabeli sebagai
catatan perjalanan atau memoar.
9.6. Kebohongan dalam tulisan
nonfiksi adalah fatal, merusak kredibilitas. Kalo di LN bisa dituntut.
9.7. Catatan perjalanan yang
bagus dari interaksi yang bagus, memoar yang bagus dari perenungan yang dalam.
Soal teknik itu urusan belakangan.
LitBox @literarybox: 10. Minta rekomendasi 5 buku memoir yang oke
menurutmu dong.
Agustinus Wibowo @avgustin88:
10.1. Pastinya Imperium, karya Ryzard Kapuscinski, memoar + travelwriting tentang Uni Soviet.
10.2. Disini Kapuscinski yang
orang Polandia memandang masa kecilnya di zaman perang, lalu dia menjelajahi
garis batas Soviet.
10.3. Berikut, Tidak Ada Jalan yang Sama karya Yu Hua.
10.4. Yu Hua adalah novelis
China. Buku ini adalah kumpulan tulisan buku harian, dimulai dari kelahiran
anak lelakinya.
10.5. Dia menulis perjalanan
hidup dirinya, diparalelkan dengan anaknya yang bertumbuh dari bayi jadi
dewasa.
10.6. Baghdad without A Map karya Tony
Horwitz. Kisah perjalanan jurnalis US berdarah Yahudi di negara-negara
Timur Tengah.
10.7. From Beirut to Jerusalem, Thomas Friedman, kisah jurnalis di medan
perang Timur Tengah. Evocative banget.
10.9. Even Silence Has an End, Ingrid Betancourt. Kisah capres perempuan
Columbia yang ditulis pemberontak, 6 tahun di hutan.
Agustinus Wibowo @avgustin88:
@literarybox dan semoga
teman-teman terinspirasi nulis memoar. You
don’t need to be somebody to write a memoar, coz everybody has unique story.
Horeeee... Terimakasih telah
berbagi Koh Agustinus Wibowo dan Literary Box.
Terimakasih... Namaste _/l\_
Jumat, 08 November 2013
Malpraktek oleh Terapis
23.02 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari Facebook Flower Power |
Suami seorang teman membawa
istrinya, yang kondisinya semakin kritis, ke Rumah Sakit Mount Elizabeth
Singapore. Setelah pemeriksaan intensif oleh tim dokter di sana, ketahuan bahwa
diagnosis dokter di rumah sakit XYZ di Indonesia salah.
Menurut para dokter ahli disana
,” Kok bisa istri bapak didiagnosis stroke. Karena di diagnosis stroke maka
obat-obatan yang diberikan adalah untuk penderita stroke. Tidak heran bila kondisi
pasien menjadi semakin parah. Bila tidak cepat ditangani ,istri bapak bisa
lumpuh.”
Salah diagnosis bisa
mengakibatkan lumpuh hingga kematian. Namun suami teman ini tidak akan menuntut
para dokter atau rumah sakit XYZ di Indonesia. Siapa yang punya waktu untuk
berurusan dengan hukum? Tidak sepadan dengan waktu, tenaga, uang yang harus
dikeluarkan.
Dokter di Singapore itu
bercerita, “ Kami, para dokter di Singapore, harus hati-hati melakukan
diagnosis. Kalau tidak, izin praktek kami dicabut. Saya bisa jadi sopir taxi
karena saya tidak punya keahlian lain selain nyetir dan jadi dokter.”
Malpraktek ternyata tidak
dilakukan oleh dokter saja. Psikiater, psikolog, hipnoterapis juga bisa
melakukan mal praktek, antara lain dengan membuat pasien mendapatkan memori
palsu di pikirannya. Oleh karena itu ada perkumpulan di www.fmsf.com yang didirikan oleh Elizabeth
Loftus karena banyaknya mal praktek yang dilakukan oleh terapis.
Di Missouri tahun 1992, Beth
Rutherford menggugat ayah kandungnya atas tuduhan telah memperkosanya pada usia
7 hingga 14 tahun. Beth Rutherford juga menuduh ayahnya telah memaksanya untuk
melakukan aborsi selama 2 kali.
Ayahnya, mengundurkan diri dari
pekerjaannya sebagai Pendeta akibat tuduhan yang dilontarkan oleh Beth
Rutherford.
Rata-rata orang akan percaya pada
si gadis. Tidak mungkin dong seorang anak gadis berbohong mengenai ayah
kandungnya sendiri, atas tuduhan pemerkosaan lagi.
Ternyata menurut visum, Beth
Rutherford masih virgin pada usianya yang ke 22 tahun. Berarti Beth tidak
pernah diperkosa, dan pastinya tidak pernah dipaksa untuk aborsi oleh Bapaknya.
Mengapa Beth Rutherford yakin
bahwa dia diperkosa selama 7 tahun oleh ayah kandungnya? Karena dia telah
membuat false memory di pikirannya, karena “bimbingan” seorang terapis.
Silakan membaca website seorang Hipnoterapis terkemuka, Dr. Adi W Gunawan yang berjudul False Memory. Leading question pada
seorang terapis, terutama pada sesi hipnoterapi, akan membuat klien membuat
memori palsu di alam bawah sadarnya. Kemudian memori palsu ini akan direkam
oleh pikiran sadar.
Seorang terapis, psikiater,
psikolog, hipnoterapis yang beretika akan berhati-hati melontarkan pertanyaan
kepada klien.
Seorang hipnoterapis yang kurang
berhati-hati/ kurang beretika akan memakai leading question seperti : “Apakah
kamu dipeluk, dicium-cium?”. “Apakah kamu dilecehkan”. Pikiran bawah sadar
klien akan membayangkan satu kejadian yang tidak pernah terjadi. Dia akan
membayangkan dia dipeluk, dicium-cium secara paksa. Padahal kejadian yang
menyeramkan tersebut tidak pernah terjadi. Satu pertemuan biasa antara beberapa
orang bisa dibayangkan sebagai satu pertemuan dimana si klien diperkosa
sementara beberapa orang lain bisa menjadi pembantu pemerkosa.
Malpraktek ini juga terjadi di
Indonesia. Saya heran membaca wawancara Dewi Yogo di VIVAnews bulan Februari
2010, juga dari pernyataan Dewi Yogo di Metro TV. Dewi Yogo menghipnosis Tara
Pradipta Laksmi sebanyak 45 kali! Dan Dewi Yogo melakukan leading question kepada Tara seperti ini
“Apa terjadi ini-itu?” maksudnya “Apa terjadi pelecehan?” Kemudian menurut Dewi
Yogo, Tara menangis. Dan Dewi Yogo menyimpulkan bahwa Tara dilecehkan.
Cerita Tara ini teringat ketika saya
membaca Inferno oleh Dan Brown. Ibu Tara percaya bahwa
anaknya dilecehkan karena ada beberapa wanita bercerita bahwa mereka
dilecehkan. Memang beberapa wanita ini terlibat dalam rekayasa untuk
menjatuhkan guru spiritual. Bertahun-tahun, pihak X mencari jalan untuk
menjatuhkan menjatuhkan guru spiritual. Pihak X akhirnya mendapat jalan setelah
mendapat sosok yang tepat, Ibu Wijarningsih dan anaknya Tara.
“Saya selama ini tidak tahu
apa-apa. Saya baru tahu bahwa Tara dilecehkan setelah diberitahu oleh Psikiaternya
(Dewi Yogo-noted)” demikian Ibu
Wijarningsih kepada TV One.
Btw, Ibu Dewi Yogo ini bukan dokter,
jadi pastinya dia bukan seorang Psikiater. Dewi Yogo bahkan menulis data fiktif
di Linkedin. Untung sudah saya save
data-datanya sebelum Dewi Yogo menghapus akun Linkedinnya karena ketahuan
menulis data fiktif.
Bila Dewi Yogo ini betul-betul
seorang pakar, mengapa harus menulis data fiktif di Linkedin. Dewi Yogo selalu
berkilah, bahwa bila mau melihat ijazahnya silakan ke tempat prakteknya.
Hahahahaha. Di zaman digital printing yang maju ini, saya bisa mendapatkan
ijazah palsu dengan mudah. Mau ijazah palsu Master dan Ph.D dari Harvard, dari
Yale?? Gampang!!! Namun orang mudah melacaknya ke universitas yang
bersangkutan, kecuali bila mengaku lulusan dari Universitas Timbuktu.
Gila ya, seseorang seperti Dewi
Yogo mendapat tempat di media. Yng lucu adalah Kapolri BHD menyebutkan Anand Krishna
cabul berdasarkan kesaksian seorang Dewi Yogo. Ampun deh. Kapolri aja bisa
tertipu apalagi orang kebanyakan hahahaha.
Jadi bila bangsa ini hancur, saya
tidak heran. Kehancuran mulai dari persoalan penegakan hukum. Bagaimana bisa
Guru Anand Krishna divonis penjara 2.5 tahun padahal tidak ada bukti dan saksi
mata? Hakim bersih Albertina Ho sudah menvonis bebas pada Bapak Anand Krishna.
Namun Hakim MA, Hakim Agung Yamanie yang telah dipecat, Hakim Agung Zaharuddin
Utama yang terindikasi suap, menvonis Pak Anand Krishna selama 2.5 tahun
penjara. Gilaaa banget memenjarakan seseorang tanpa bukti dan saksi mata.
Pantas ada hadist yang menyatakan bahwa ,”2 dari 3 hakim masuk neraka”.
Teman saya yang hampir mati
karena salah diagnosis oleh dokter di Indonesia saja tidak mau buang waktu
untuk menuntut. Kok Tara Pradipta Laksmi, yang menurut visum Dr Mun’im Idris “virgin
mulus” menuntut dilecehkan. Yang lebih lucu lagi, Tara tampil di TV One dulu.
Bikin roadshow yang diliput oleh TV One dulu baru lapor Polisi. Aneh banget.
Hmmm, siapa sponsornya ya...
Begitulah... Tidak ada negara
yang bisa jaya bila para penegak hukumnya tidak menjunjung keadilan.
Terimakasih... Namaste _/l\_
Label:
Justice
|
0
komentar
Kesederhanaan adalah Kekuatan
08.25 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari Facebook: Flower Power |
Matre is in the air... Matre
melanda bangsa ini , mulai dari Presiden hingga PRT.
PRT sekarang bertanya dulu, dapat
gaji berapa, dapat fasilitas apa baru mau bekerja. Padahal dia belum tentu bisa
bekerja dengan baik.
Kenapa matre ya *ngomong sama
cermin. Adiguna Sutowo yang kayanya bukan main tidak bahagia juga. Buktinya
suka marah-marah, temperamental, pernah menembak orang. Trus, dari berita
online, Adiguna mabuk-mabukan dengan istri orang. Padahal istri ada dua orang.
Rumah di Menteng. Istri ke dua punya mobil mewah tiga buah. Duit melimpah, kok
Adiguna masih suka mengamuk, masih suka mabuk-mabukkan.
Duit bukan jaminan kebahagiaan.
Namun kita perlu duit lah untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dan kebutuhan dasar
saat ini bukan saja tempat tinggal, baju dan makanan tapi juga uang pulsa, uang
transport. Untuk saya tambah uang buku, uang jajan, uang untuk menjalankan hobi
saya belajar. Ternyata banyak juga kebutuhan dasar saya. Harus lebih sederhana.
Karena kesederhanaan adalah kekuatan.
Baru saja saya berbincang dengan teman
baik saja yang gaul abizzz. Teman ini menunjukkan foto di blackberry nya sambil
cerita ,”Ini lho si A. Rumahnya keren, mobilnya Alphard. Dia simpanan pejabat
X.” Hmmm, ternyata banyak juga wanita yang hidup mewah karena menjadi simpanan
pejabat.
Pantas korupsi merajalela...
Kesederhanaan adalah kekuatan.
Ternyata tidak mudah untuk sederhana. Saya ingin membeli laptop baru yang
keren, ingin beli samsung galaxy terbaru yang keren. Perlu untuk mengganti AC
kamar dengan AC dengan watt rendah. Sepatu saya tampaknya sudah butut. Perlu
sepatu baru. Tas juga tampak sudah butut. Jadi capek deh dengan nafsu...
Capek dengan nafsu, lupa untuk
bersyukur.
Saya memperhatikan Mbak Jul,
tukang cuci gosok di rumah tetangga saya. Setiap hari dia bekerja di 3 rumah.
Hari minggu dia libur. Libur bagi dia adalah kemewahan.
Hebat Mbak Jul itu. Setiap hari
bekerja, tanpa rekreasi, kok bisa ya. Mungkin karena dia tidak neko-neko. Mungkin karena sederhana.
Mungkin karena dia bersyukur dengan gaji yang tidak seberapa.
Saya melihat ke diri sendiri. Mengapa
lupa bersyukur? Saya bisa jalan-jalan. Saya bisa hang out dengan teman di cafe. Saya bisa beli buku-buku keren yang
saya suka. Saya punya kemewahan untuk belajar spiritual. Spiritualitas adalah
hal yang paling mewah di dunia ini. Banyak orang yang tidak sempat menyisihkan
waktu dan tenaga untuk belajar hal yang paling mewah ini.
Sederhana dan bersyukur...itulah
kunci kebahagiaan *ngomong sama cermin. Btw, saya bukan penceramah ya wkkkkkk.
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Label:
Life
|
1 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala