Rabu, 09 Januari 2013
Kaki Lotus, Ngangkang & Seksualitas
18.48 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Novel
“Snow Flower” karya Lisa See menarik untuk disimak. Snow
Flower adalah kisah menawan tentang kehidupan wanita Cina pada abad ke-19 yang
serba terkekang. Melalui Bunga Salju dan Lily, terkuak tradisi pengikatan kaki
untuk mendapatkan bentuk lotus yang
suci, juga ikatan laotong (kembaran
sehati dua wanita) yang lebih erat daripada pernikahan.
Yang
menarik adalah cerita tentang kaki-kaki wanita kalangan atas yang diikat untuk
mendapatkan bentuk lotus. Akibat pengikatan kaki, satu dari sepuluh anak wanita
Cina meninggal. Pada novel Snow Flower ini, digambarkan penderitaan yang
amat sangat saat kaki diikat minimal selama dua tahun. Tulang kaki dipatahkan,
kaki penuh darah dan nanah. Kaki yang patah bisa menjadi radang, infeksi dan kemungkinan
meninggal 10 %.
Seorang
teman, wanita keturunan Cina berkata, “Tahu gak, mengapa wanita diikat kakinya
hingga menjadi kecil? Dengan kaki sepanjang 7 cm otomatis wanita harus berupaya
agar tidak jatuh saat berjalan. Upaya wanita kaki kecil selama berjalan ini
membuat otot-otot vagina kuat mencengkeram. Itulah alasan mengapa kaki anak
wanita diikat dengan konsekuensi penderitaan yang luar biasa dan ancaman
kematian. Demi kenikmatan suaminya!!! Kaki diikat untuk mendapatkan bentuk
lotus hanya siasat saja. Pihak yang
berkuasa bisa membuat alasan yang tampak mulia, mengaitkan dengan agama atau
kepercayaan, padahal niatnya untuk memuaskan nafsu.”
Membaca
gambaran penderitaan anak wanita yang diikat kakinya pada novel Snow Flower membuat saya merinding.
Syukurlah saya tidak hidup dalam masyarakat yang mengharuskan pengikatan kaki
pada anak wanita. Namun benarkah demikian?
Akhir-akhir
ini Perda Aceh tentang larangan mengangkang untuk wanita saat membonceng motor
ramai dibicarakan. Padahal bonceng ngangkang
lebih aman daripada bonceng menyamping. Saya pernah melihat seorang ibu yang
jatuh dari motor karena posisi bonceng menyamping. Pengendara motor itu tak
sengaja melewati lobang di tengah jalan, dia tidak terjatuh namun ibu yang
bonceng terjatuh.
Seorang
teman komentar, “Sangat tepat peraturan yang melarang ngangkang untuk wanita.
Ngangkang membuat vagina terbuka lebar. Dan vagina terbuka lebar itu sangat
tidak nikmat untuk suaminya. Vagina perlu rapat demi kenikmatan suami. Paham?”
Astaga!!!
Jadi peraturan daerah yang mengabaikan keselamatan pembonceng wanita adalah
demi memuaskan kenikmatan suami? Padahal ada senam kegel untuk membuat otot-otot vagina kencang. Hanya perlu usaha
saja, tanpa mengabaikan keselamatan berkendaraan.
Dan
banyak ketidak-adilan terhadap wanita yang berlangsung berabad-abad namun para
wanita diam saja karena dikaitkan dengan ibadah. Bila hanya peraturan dari
manusia saja, masyarakat bisa membantah. Namun bila peraturan itu membawa nama
tuhan, siapa yang tidak bersedia patuh? Kan takut kualat, bisa masuk neraka
jahanam.
Seorang
saudara bercerita ,”Anak perempuan bungsuku tidak kusunat. Aku sudah baca keputusan Mufti Al
Azhar bahwa wanita tidak perlu disunat. Kalo kakak-kakaknya (perempuan) sudah
terlanjur disunat.”
Padahal
berabad-abad wanita disunat, diambil keseluruhan klitoris atau dipotong
sebagian. Karena dikaitkan dengan ibadah maka para orang tua menyunat anak
perempuannya. Padahal sunat pada wanita merugikan wanita namun menguntungkan
suami-suami yang kurang perkasa.
Ada
pendapat lain?
Terimakasih
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
0 komentar:
Posting Komentar