Rabu, 23 Mei 2012
Hutang Budi dibawa Mati ???
02.10 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Pepatah “Hutang budi dibawa mati” sering
terngiang-ngiang di kepalaku. Banyak sekali orang-orang yang berjasa padaku
tapi tidak/ belum bisa kubalas jasanya. Jadi merasa bersalah...
Seorang Ibu curhat, “Saat dia sedang
kesulitan tanpa tempat berteduh, tanpa pekerjaan, tanpa duit, aku menampungnya.
Sekarang dia lupa padaku. Malah dia sering mendatangi si Tante A, Tante B, Tante
C, yang dulu tidak memandang sebelah mata, saat dia melarat. Karena si Tante
ABC kaya ya? Memang lebih menyenangkan mendatangi orang kaya daripada orang
pas-pasan seperti aku. Dasar tak tahu balas budi!”
Seorang teman bercerita, “Tati (bukan
nama sebenarnya) bisa menjadi pegawai negeri karena ditolong Ayahku. Setelah
Ayahku meninggal, tidak sekali pun dia mau mampir menengok Ibuku. Tati malah
suka menengok keluarga yang kaya, membawakan kue untuk mereka. Padahal jasa
seseorang yang mencarikan pekerjaan jauh lebih besar daripada pemberian si
keluarga kaya itu. Dulu keluarga kaya itu tidak dekat dan tidak menolong si Tati
saat dia butuh pertolongan. Si Tati lupa diri karena senang bisa diterima
bergaul dengan keluarga kaya.”
Banyak sekali cerita tentang orang yang
tidak tahu berterimakasih, tidak tahu balas budi. Saya sendiri merasa banyak
jasa baik dan pemberian orang yang tidak bisa saya balas.
Apakah
setiap tindakan balas budi itu satu tindakan mulia?
Banyak sekali kerugian negara karena
faktor “balas budi”. Proyek atau jabatan penting diberikan karena faktor balas budi. Ada saja pengusaha yang
paham tentang rumus “utang budi” ini. Si Pengusaha akan melimpahi Pejabat
Penting dengan segala fasilitas yang
wah. Ketika si Pengusaha minta proyek, mau tidak mau Pejabat akan memberikan
proyek itu pada Pengusaha, walau tampaknya telah melalui tender bodong.
Sangat mulia bila bisa membalas utang
budi. Namun terkadang membalas utang budi adalah satu dilema. Misalnya ketika
orang (yang berjasa) meminta bantuan yang menyalahi prinsip kemanusiaan. Misalnya,
seseorang yang berjasa meminta agar anaknya yang terlibat narkoba dibebaskan.
Bagaimana bila orang, yang berwenang memberi keputusan, berutang budi pada ayah
si anak. Tidak mudah untuk bersikap adil, mengutamakan kepentingan orang
banyak, bila berhadapan dengan orang yang telah berjasa pada kita.
Sang Buddha Siddharta Gautama berkata:
“Being thankful to all, but grateful
only to the ‘One Within” that reflects in all things outside.”
Menarik sekali wejangan Sang Buddha.
Kita perlu berterima-kasih pada semua makhluk. Namun grateful (terimakasih yang
sangat dalam) hanya pada Tuhan...
Setiap kata atau perbuatan apapun pasti
akan dibalas oleh Dia Yang Maha Kuasa. Bila kita berbuat baik pada seseorang,
mungkin orang itu tidak bisa membalas, namun Tuhan akan membalas kita lewat cara
lain atau melalui orang lain. Demikian juga orang yang telah berjasa pada kita.
Tuhan pasti membalas kebaikan dia. Kita tidak perlu merasa terbebani dengan utang
budi kita. Walau sepatutnya kita berterima-kasih pada siapapun yang berjasa pada
kita.
TerimaKasih...
Salam
takzim _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
Blog Archive
-
▼
2012
(53)
-
▼
Mei
(14)
- Mempertanyakan HypnoParenting
- Yang Menarik dari Film Bel Ami
- Hutang Budi dibawa Mati ???
- Tipe Orang Mudah Digendam / Ditipu
- 7 Taktik (Jahat) untuk Menguasai Pikiran Orang
- Gelang Giok Naga
- Review Buku: Sunrise Serenade
- Bagaimana Membebaskan Diri dari Pengaruh Hipnosis???
- Hitler Si Ahli Hipnosis Massal
- Bahaya Hipnosis
- Sesajen dan Patung
- Bangkit Kembali dari Keterpurukan
- Ini Semua Akan Berlalu
- Kiat Menulis Biografi a la Alberthiene Endah
-
▼
Mei
(14)
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
0 komentar:
Posting Komentar