Kamis, 17 Mei 2012
Review Buku: Sunrise Serenade
11.26 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Buku yang ditulis oleh Dian Syarief dan Sundea ini tentang perjalanan hidup seorang Dian Syarief yang hidup
bersama lupus dan low vision.
Dian yang perjalanan hidupnya begitu
mulus tiba-tiba menghadapi diagnosa lupus,
penyakit seribu wajah. Lahir dari keluarga menengah, Dian yang cantik, cerdas
dan gaul ini menyelesaikan kuliahnya di Farmasi ITB. Karir yang bagus di satu
bank swasta, menikah dengan pria idaman hati, adalah jalan hidup Dian yang
penuh kebahagiaan. Hingga lupus
datang menyapa, dan kehidupan pun berubah total...
Buku ini mampu membuatku tersedu-sedu
saat membacanya. Namun, kisah Dian bukanlah kisah tentang duka lara melainkan
kisah tentang matahari pagi, Syamsi Dhuha...
Membaca buku ini membuatku tenggelam dengan
kisah Dian yang mengalami abses otak –akibat lupus- hingga perlu mengalami operasi
otak berkali-kali. Kisahnya begitu hidup sehingga aku ikut merasakan kesakitan Dian
yang hidup dengan lupus dan
menghadapi low vision.
Sangat membahagiakan membaca perjalanan Dian
yang bisa bangkit dan bisa mendirikan Yayasan
Syamsi Dhuha. Yayasan ini membantu orang dengan lupus dan / atau low vision
dengan memberikan info, pendampingan hingga upaya untuk mendapatkan obat dengan
harga terjangkau .
Anak tidak selalu dilahirkan oleh rahim
sendiri. Karya berupa tulisan, lagu, bhakti sosial, yayasan atau sharing apa pun juga merupakan anak bagi
seseorang. Yayasan Syamsi Dhuha, in my
opinion, adalah anak bagi Ibu Dian dan Pak Eko Pratomo. Semoga merupakan amal jari’ah yang slalu mengalir.
Banyak pelajaran hidup yang bisa kita
dapatkan dari buku ini. Hanya menurut saya, ada yang tidak bisa dicontoh oleh
para wanita. Yaitu jangan berharap mempunyai suami yang penuh perhatian, sabar
dan penuh kasih sayang seperti Pak Eko hehehe. Teman saya yang sudah membaca
buku ini memberikan komentar, “Pak Eko itu satu diantara satu milyar pria.
Mengharapkan suami kita seperti Pak Eko bisa bikin kita turun berok.” Hahaha
Memang jarang sih pria seperti Pak Eko.
Ganteng, karir dan finansial yang oke
punya namun bisa tetap setia dan sayang pada istri. Care terhadap istri, mengusahakan pengobatan terbaik untuk istri,
sabar menghadapi istri yang kadang depresi dalam kesakitan, merupakan kualitas
yang jarang ada pada para Bapak. Dan...bisa menerima istri yang tidak bisa
melahirkan keturunan! God bless you Pak Eko...
Saya suka dengan kisah Pak Budi, seorang
dokter di Yayasan Sahabat Mata. Pak
Budi juga merupakan ketua Persatuan Tuna
Netra Indonesia. Beliau mandiri, bisa bolak-balik naik pesawat terbang
sendiri, juga mampu mengutak-atik gadget sendiri dengan terampil. Pak Budi bisa
memasangkan program Jaws dan SMS Talk pada gadget.
Jaws dan SMS Talk adalah dua alat bantu yang sangat penting bagi penyandang
tuna netra dan low vision.
“Kita
kan cuma nggak bisa melihat, yang lainnya kita bisa,” ujar Pak Budi pada Dian
pada suatu waktu. Selalu optimis. (halaman70).
Halaman
72:
Aku
teringat pada suatu masa, mataku pernah awas dan sehat. Ketika itu aku bisa
membaca apa saja. Menonton apa saja. Mengamati apa saja dengan cermat. But sometimes, you don’t know what you’ve
got ‘til it’s gone. Baru setelah menyandang low vision aku sering merasa iri mendapati Mas Eko asyik membaca
berjam-jam. Baru setelah menyandang low
vision juga, ketika aku hanya mendengar dan bukan lagi menonton televisi,
kusadari betapa menariknya menonton tayangan-tayangan seperti National Geographic. Seharusnya bunga-bunga,
binatang, alam, yang disorot secara detail itu adalah hadiah berharga bagi mata
kita. Cantik. Ajaib. Dan akan mengantar kita pada ketakjuban dan rasa syukur
yang tidak terbatas.
Aku
lalu teringat pada tabloid-tabloid kosong dan sinetron yang kulalap dengan
kedua mata sehatku dulu. Tahu-tahu aku merasa malu.
Halaman
160:
Hal
lain yang kupelajari adalah harapan yang dipegang teguh adalah sesuatu yang
membuat jiwa kita selalu kuat. Namun pada kondisi tertentu, justru keikhlasan
dan kepasrahanlah yang harus dijadikan senjata yang menguatkan jiwa kita. Hidup
memang ajaib. Tuhan mengajarkan kita menyikapi berbagai situasi dengan cara
yang berbeda-beda, namun senantiasa terjaga dalam kebijaksanaan. Jiwa adalah
tumpuan. Dan dalam bersandar kepada-Nyalah mutiara hikmah yang menjaga jiwa
selalu teruntai.
Halaman
161:
“Dian,
depresi itu seperti terperosok di lubang yang sangat dalam. Kita hanya bisa
keluar ketika berbuat sesuatu. Dan cuma diri kita sendiri yang dapat
mengeluarkan diri kita dari lubang itu,” ungkap Mas Eko pada suatu hari.
Ungkapan itu seperti air yang
dipercikkan ke wajahku. Aku seperti terjaga tiba-tiba. Setelah sekian lama
tenggelam dalam depresi, itulah kata-kata pertama yang membuatku merasa harus
segera bangkit kembali.
Banyak hikmah yang bisa dipetik dalam
buku ini. Semoga menjadikan hidup kita lebih bermakna. Semoga kita bisa memanfaatkan
setiap detik hidup kita agar bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama. Bila
kegelapan sedang melanda, percayalah matahari pagi slalu akan muncul...
Data
Buku :
Judul
: Sunrise Serenade , Kisah tentang Semangat Hidup yang Tak Pernah Padam
Penulis
: Dian Syarief Pratomo & Sundea
Penerbit
: Gagas Media
Cetakan
: 2012
Tebal
: xiii + 295 halaman
ISBN
: 979-780-563-8
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
Blog Archive
-
▼
2012
(53)
-
▼
Mei
(14)
- Mempertanyakan HypnoParenting
- Yang Menarik dari Film Bel Ami
- Hutang Budi dibawa Mati ???
- Tipe Orang Mudah Digendam / Ditipu
- 7 Taktik (Jahat) untuk Menguasai Pikiran Orang
- Gelang Giok Naga
- Review Buku: Sunrise Serenade
- Bagaimana Membebaskan Diri dari Pengaruh Hipnosis???
- Hitler Si Ahli Hipnosis Massal
- Bahaya Hipnosis
- Sesajen dan Patung
- Bangkit Kembali dari Keterpurukan
- Ini Semua Akan Berlalu
- Kiat Menulis Biografi a la Alberthiene Endah
-
▼
Mei
(14)
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
0 komentar:
Posting Komentar