Sabtu, 19 Mei 2012
7 Taktik (Jahat) untuk Menguasai Pikiran Orang
09.45 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Coercion Psychology (Psikologi
Pemaksaan)
Adalah
memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu di luar kemauannya. Bisa dengan cara
mengancam, mengintimidasi, atau menekan dengan berbagai metode lain, termasuk
kekerasan fisik maupun psikis. Dengan demikian seseorang dapat ditaklukkan dan
dipaksa untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan pelaku karena ia takut
akan disakiti lagi bila tidak mengikuti kehendaknya.
Seseorang yang ditahan atas tuduhan yang
dibuat-buat, kemudian disiksa dalam tahanan, bisa dipaksa untuk mengaku
bersalah untuk menghindari penderitaan fisik dan psikis yang berkelanjutan.
Film
Khuda ke Liya (In The Name of God) produksi Pakistan berkisah tentang seseorang
yang sama sekali tidak bersalah tapi dipaksa untuk mengaku bersalah dibawah
tekanan fisik, mental, dan emosional yang luar biasa.
Dr. Margaret Singer, Professor Emeritus di University of California,
Berkeley menjelaskan 7 taktik untuk menguasai pikiran seseorang. Biasanya cara-cara ini digunakan untuk
mengobrak-abrik ingatan seseorang dan menanamkan memori palsu. Sungguh
sangat tidak manusiawi, karena kerusakan yang terjadi di otak korban akan
menyisakan trauma sepanjang hidup.
7
taktik untuk menguasai pikiran (mind control) adalah sebagai berikut:
Tactic 1. Increase suggestibility through specific hypnotic or
other suggestibility-increasing techniques...(and) Excessive exact repetition
of routine activities.
Berarti:
membuat seseorang dalam keadaan dimana
dia bisa menerima apa yang disampaikan kepadanya lewat pengulangan suatu
kegiatan rutin.
Seorang
Hipnoterapis sejati tidak perlu mengulangi terapinya hingga puluhan kali untuk
satu kasus tertentu. Sebagaimana dikatakan oleh para pakar seperti Adi W.
Gunawan dan Prof. Ni Luh Ketut Suryani, untuk kasus perkosaan, biasanya 2-4
kali terapi sudah cukup.
Makanya
perlu dipertanyakan integritas seorang hipnoterapis yang dengan gagahnya
mengatakan di tv dan media massa, bahwa dia melakukan hipnoterapi untuk seorang
klien sebanyak 45 kali dalam tiga bulan. Padahal kasusnya (menurut pengakuan
klien) adalah pelecehan seksual bukan perkosaan. (catatan Rawinah)
Tactic 2. Establish control over the person’s social
environment, time and sources of social support by promoting social isolation,
and contact with family and friends is abridged, as is contact with persons who
do not share group-approved attitudes.
Artinya:
“memastikan bahwa mereka yang bertemu dengannya (subjek yang hendak dikuasai
pikirannya) hanyalah orang-orang tertentu.” Ini yang disebut isolasi sosial.
Tactic 3. “Prohibit disconfirming information and non
supporting opinions in group communication. Rules exist about permissible
topics to discuss with outsiders. Communication
is highly controlled.”
Memastikan
apa saja yang dikomunikasikan. Sesuatu yang dianggap tidak sesuai tidak
disampaikan.
Tactic 4. “Make the person re-evaluate the most central aspects
of his or her experience of self and prior conduct in negative ways. Efforts
are designed to destabilize and undermine the subject’s basic consciousness,
reality awareness, world-view, emotional control and defence mechanisms. The
subject is guided to reinterpret his or her life’s history and adopt a new
version of causality.”
Intinya:
“Membuat orang itu menilai pengalaman sebelumnya sebagai sesuatu yang negatif.
Kesadaran, pandangan, emosi, semuanya diobrak-abrik. Ia diarahkan untuk
mengadopsi pandangan baru tentang hidupnya.”
Tactic 5. “Create a sense of powerlessness by subjecting the
person to intense and frequent actions and situations which undermine the
person’s confidence in himself and his judgement.”
“Memunculkan
rasa ketidakberdayaan, sehingga ia kehilangan percaya diri, dan kemampuannya
untuk menilai sesuatu.”
Tactic 6. ”Create strong aversive emotional arousals in the
subject by use of nonphysical punishments such as intense humiliation, loss of
privilege, social isolation, social status changes, intense guilt, anxiety,
manipulation and other techniques.”
“Memunculkan
emosi berlawanan (menolak emosi sebelumnya, misalkan suka menjadi tidak suka,
senang menjadi tidak senang, cinta menjadi benci, dan sebagainya) dengan cara
diberikan hukuman nonfisik, seperti dipermalukan, dirampas berbagai haknya
(antara lain bepergian dan berkomunikasi secara bebas), dibuat merasa bersalah,
gelisah, dan dimanipulasi dengan berbagai cara lainnya.”
Seseorang
yang ditahan sudah pasti mengalami semuanya itu. Kemudian, dalam keadaan labil
ia bisa saja dipaksa untuk mengaku bersalah dan mengaku berbuat sesuatu yang
sesungguhnya tidak pernah dibuatnya.
Tactic 7. “Intimidate the person with the force of group-sanctioned
secular psychological threats. For example, it may be suggested or implied that
failure to adopt the approved attitude, belief or consequent behavior will lead
to severe punishment or dire consequences such as physical or mental
illness...etc.”
“Mengintimidasi
dengan menggunakan kekuatan kelompok, bahwa ia akan mengalami gangguan fisik
dan penyakit mental jika tidak mengindahkan apa yang disarankan kepadanya.”
Mind ibarat komputer yang bisa di-hack sebagaimana dijelaskan oleh seorang peneliti kejiwaan
manusia, Ian Heath:
Self-hate
mode of guilt changes to its binary, which is love.
Then
I experience jealousy.
The
sequence is: (self-pity + self-hate) leads to (self-pity + love).
That is, guilt leads to jealousy.
“Kebencian
terhadap diri berubah menjadi cinta, dan kemudian menjadi rasa iri, atau
cemburu.”
Kiranya
inilah yang dirasakan oleh pembunuh John Lennon.
Ian
Heath jugamenjelaskan keadaan lain, yang masih menyangkut transference atau
perpindahan rasa, sebagaimana telah kita baca sebelumnya:
Seorang
klien bisa jatuh cinta pada terapis. Ia bisa menganggapnya sebagai pasangan
yang cocok untuk kegiatan seksual. Ketika keinginan untuk seks berakhir, maka
cinta dalam bentuk rasa cemburu berubah menjadi rasa benci terhadap diri, dan
muncullah rasa bersalah.
Rasa cemburu (=cinta + mengasihani diri)
mengantar pada rasa bersalah (=rasa benci terhadap diri + mengasihani diri).
Psikolog dapat menjelaskan rasa cinta
yang tidak wajar, tidak normal, antara seorang anak dengan ayahnya atau ibunya
(sila meng-google Electra Complex,
Oedipus Complex, Incest dll). Seorang Ibu bisa merasa cemburu terhadap
sahabat anaknya, karena ia merasa tersaingi.
Seorang anak perempuan bisa merasa cemburu terhadap ibunya karena “ayah
lebih memperhatikan dia daripada saya”.
Kejiwaan
manusia terkadang rumit. Seorang Terapis hendaknya menimba ilmu terus tentang
kejiwaan, sehingga dapat membantu dan tidak mencelakakan klien.
Tulisan
ini dikutip dari buku NeoSpiritual
Hypnotherapy, Seni Pemusatan Diri
untuk Bebas dari Pengaruh Hipnosis
Massal, ringkasan bab Penyalahgunaan
Prinsip-Prinsip Psikologi karya Anand Krishna.
Salam
Takzim _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
Blog Archive
-
▼
2012
(53)
-
▼
Mei
(14)
- Mempertanyakan HypnoParenting
- Yang Menarik dari Film Bel Ami
- Hutang Budi dibawa Mati ???
- Tipe Orang Mudah Digendam / Ditipu
- 7 Taktik (Jahat) untuk Menguasai Pikiran Orang
- Gelang Giok Naga
- Review Buku: Sunrise Serenade
- Bagaimana Membebaskan Diri dari Pengaruh Hipnosis???
- Hitler Si Ahli Hipnosis Massal
- Bahaya Hipnosis
- Sesajen dan Patung
- Bangkit Kembali dari Keterpurukan
- Ini Semua Akan Berlalu
- Kiat Menulis Biografi a la Alberthiene Endah
-
▼
Mei
(14)
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
2 komentar:
Taktik menghindari initimidasi adalah
"Berani berkata TIDAK"
TerimaKasih Loreno Galaxy _/l\_
Terimakasih tlah berkenan mampir :)
Posting Komentar