Sabtu, 11 Mei 2013
Belajar Berkomitmen : dari film "Cinta Brontosaurus"
07.03 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Karena penasaran, saya menonton
film Cinta Brontosaurus di hari
pertama tayang di XXI. Ihiiiy... nonton bareng abg-abg hihihi. Saya memang ngefans
sama Raditya Dika, jadi followernya di twitter, koleksi buku-bukunya,
pengunjung setia blog nya. Hidup ini sudah rumit, membaca buku-buku dan tweet Raditya
Dika membuat saya melihat kerumitan hidup menjadi sesuatu hal yang lucu.
Apakah cinta bisa kadaluarsa? Hal
ini menjadi pertanyaan besar Radith dalam film Cinta Brontosaurus.
Bila sedang jatuh cinta, hati
berasa berbunga-bunga. Ketika cinta bersambut, hati seakan melayang di langit
ke tujuh *lebay-ihik. Pacaran bulan
pertama berasa seru. Bulan kedua mulai jadi satu rutinitas: antar jemput,
makan, nonton, apel di malam minggu.
Bulan ketiga ke empat mulai bosan. Bulan ke lima mulai bertengkar. Bulan ke
enam putus. Hikhikhik
Demikian pula dengan pernikahan.
Ketika mau menikah, rasanya deg-degan campur bahagia menjelang hari-h. Begitu menikah,
pada bulan pertama, hidup berubah seru. Bulan-bulan selanjutnya mulai biasa.
Akhirnya menjadi rutinitas. Ketika anak lahir, hidup menjadi seru lagi. Ketika
anak-anak sudah mulai besar, hidup menjadi rutinitas. Bila kurang komit, ada suami yang mulai mencari
“mama-baru”, mama juga mencari pria yang bisa memompa adrenalin. Tanpa komitmen
untuk berjalan bersama, bisa bubar jalan deh.
Demikian pula ketika tertarik
untuk meniti ke dalam diri, belajar meditasi ke sebuah padepokan. Awalnya
adrenalin terpompa, menjadi penuh semangat untuk belajar sesuatu yang baru.
Lama-lama mulai menjadi satu rutinitas. Gairah berkurang. Apakah mau terus
berjalan meniti jalan spiritual? Itulah perlunya sebuah komitmen.
Buku Fariduddin Aththar “Musyawarah
Para Burung” membahas mengenai betapa susahnya untuk memegang komitmen bagi
pejalan spiritual. Ketika memulai perjalanan, semua burung penuh semangat
mengikuti petunjuk Hud-hud Sang Burung Pemandu
untuk terbang menuju Sirmugh, Raja Diraja Burung. Perjalanan menyeberangi
tujuh gunung dan tujuh lembah itu begitu berat sehingga banyak burung yang tak
kuat lagi untuk melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, banyak burung yang
bertengkar satu sama lain dalam memperebutkan makanan. Ada burung-burung yang
menjadi gila akibat sulitnya medan yang ditempuh, sehingga mereka bisa
menyerang Hud-hud sang pemandu jalan. Hanya sedikit burung tersisa yang dapat
mencapai singgasana Sirmugh, sang Rajadiraja, jati diri para burung-burung itu.
Burung-burung yang dapat mencapai
singgasana Sirmugh hanyalah burung-burung yang memegang teguh komitmen...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
Blog Archive
-
▼
2013
(108)
-
▼
Mei
(12)
- Melawan Matre: dari buku "Alpha & Omega Spirituali...
- Obsesi dan Hasut : Belajar dari film The Great Gatsby
- E Malik Tere Bandhe Hum
- Mencapai Kepuasan: dari novel "Cewek Matre"
- Belajar Berkomitmen : dari film "Cinta Brontosaurus"
- Peluncuran Buku "Alpha & Omega Spiritualitas"
- Bila Fitnah Merajalela
- Ziarah ke Tanah Suci
- Kenangan Kampung Halaman
- Biaya Riset Menulis Nol Rupiah ?? dari "Laskar Pel...
- Potret Pendidikan Kita: Belajar dari Ario Bayu
- Kutukan Memori: dari buku "Sybil" Kisah Nyata Seor...
-
▼
Mei
(12)
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
0 komentar:
Posting Komentar