Jumat, 25 Februari 2011

Pria adalah Kanak-kanak Abadi ???


Pelawak Nunung Srimulat berkata pada salah satu majalah, “Selucu-lucunya pelawak wanita, masih lebih lucu pelawak pria. Pelawak wanita biasanya untuk dialog mancing kelucuan pelawak pria.”
Kutipan di atas tidak persis sama ya, namun intinya begitulah, pelawak pria lebih lucu daripada pelawak wanita.
Kalo diperhatikan benar juga ya pendapat Nunung. Pelawak terkenal rata-rata pria, penulis komedi terkenal juga rata-rata pria.
Pelawak dalam dan luar negeri yang lucu banget itu rata-rata pria yak. Dari zaman almarhum Bagyo, almarhum Timbul sampe ke pelawak-pelawaknya Warkop, Bagito, Patrio sampe Sule. Kenapa juga si Sule itu bisa lucu banget, apalagi kalo dia sedang memerankan Sinshe Hohoha…..hahaha
Gus Dur, Cak Nun bukan pelawak namun terkadang bisa membuat hadirin tertawa terbahak-bahak. Pernah Guru yang sangat saya hormati memarahi kami sekelas namun saya tertawa dalam hati, juga tertawa terbahak-bahak beberapa waktu setelah guru saya itu marah-marah, karena ada kalimatnya yang lucunya ampun deh. Hahaha…
Penulis komedi terkenal juga rata-rata pria, antara lain Woody Allen, Neil Gaiman. Kalo di Indonesia saya suka Raditya Dika dan Hilman Lupus.
Penulis pria juga bisa lucu banget. Karya sastra Andrea Hirata bisa membuat saya tertawa, sementara jarang karya penulis wanita yang bisa lucu.  Karya-karya Ayu Utami, Fatima Mernissi, Colleen McCullough, NH Dini, Amy Tan serius semua. Karya penulis wanita yang cukup lucu, seri chicklit Sophie Kinsella dan Alberthiene Endah saja.
Cak Nun –Emha Ainun Najib- adalah salah satu penulis favorit saya. Tulisan beliau banyak yang serius namun tulisan seri Markesot dan Sudrun bisa membuat saya terpingkal-pingkal. Sampai sekarang saya masih hapal tulisan yang judulnya “Kiai Buntut”  hahahahahaha.
Tulisan teman saya, Surahman , rata-rata membahas hal-hal yang serius namun sering membuat saya tertawa geli. Status teman-teman wanita di FB jarang yang lucu kecuali bila dia copas cerita humor, namun status teman-teman pria di FB walau serius bahkan terkadang kontrovesial bisa membuat saya ngikik-ngikik hihihi.
Ibu-ibu teman saya cerita,” Mengapa ya bayiku bisa tertawa ngikik-ngikik bila melihat mimik dan tingkah suami, giliran aku meniru mimik suami, bayiku biasa-biasa aja.”
Pria-pria pada dasarnya lucu mungkin karena pria kanak-kanak abadi. Perhatikan saja, sudah bapak-bapak, kakek-kakek terus saja suka bola, suka olah-raga permainan seperti tenis, bulu-tangkis, futsal.  Wanita biasanya suka olah-raga senam, yoga, fitness, pilates, renang ~rata-rata olah-raga individu~ bukan olah-raga permainan seperti yang digemari pria tua-muda.
Wanita jarang yang lucu mungkin karena wanita sejak lahir mempunyai naluri untuk mengasuh, memelihara, merawat ~fungsi-fungsi keibuan~.
Setuju ??? Atau punya pendapat lain??? Silakan :)
Selasa, 22 Februari 2011

Belajar dari Sungai


Peristiwa demi peristiwa datang dan pergi. Kita akan sangat menderita bila kita “clinging to the past”. Wajah kita yang dulunya muda dan segar, saat ini sudah mulai menampakkan guratan usia kita. Suami yang dahulunya bersemangat nguber kita saat masih gadis sudah berubah. Everything change.
Sebagai manusia kita telah banyak melakukan kesalahan karena “ignorance” kita, ketak-sadaran kita. Namun segala sesuatu berubah, kita berjalan terus, mengalir terus seperti sungai. Kita yang pemalas adalah masa lalu. Kita yang suka tengok kanan tengok kiri adalah masa lalu. Kita hidup di masa kini. NOW and HERE!!!
Mari kita belajar, berkarya, berusaha saat ini untuk menemukan kebahagiaan dalam diri kita.
Salah satu buku favorit saya adalah buku “Seni Memberdaya Diri 2 - Meditasi untuk Peningkatan Kesadaran” karya Anand Krishna 
. Buku ini dipersembahkan Bapak Anand Krishna kepada Herman Hesse ~ yang memperoleh hadiah nobel kesusastraan untuk novelnya “Siddhartha”~ dan Osho ~seorang Guru Spiritual terkenal abad ini~.
Buku ini luar-biasa, menggugah kita untuk berjalan sebagaimana Siddhartha yang berjalan untuk menemukan “Diri”.
Ini adalah sedikit kutipan dari buku Seni Memberdaya Diri 2:
“Dan sekali lagi Siddhartha berupaya mendengarkan suara sungai. Ia menatap sungai itu, dan ia melihat wajah ayahnya, ibunya ---kemudian kedua wajah itu bersatu, menyatu dan mengalir. Ia juga melihat wajah Govinda, Kamala, Kamaswami, kemudian putranya. Semuanya bersatu, menyatu dan mengalir. Kebaikan dan keburukan, kebijakan dan ketololan—semuanya—menyatu dan mengalir bersama sungai. Dan setelah bayangan-bayangan itu mulai menghilang, ia melihat bahwa sungai yang sama masih mengalir terus, tidak tercemari oleh bayangan-bayangan yang ia lihat, tidak menjadi lebih bersih atau lebih kotor karenanya. Sungai itu mengalir terus.
   Siddhartha sadar, begitulah kehidupan ini. Yang satu tidak bisa dipisahkan dari yang lain. Yang baik tidak bisa dipisahkan dari yang buruk. Semuanya bersatu, menyatu dan mengalir bersama. Tangis dan tawa,makian dan pujian—semuanya—menyatu dan mengalir bersama. Semua bayangan, semua suara melebur, menyatu dan menciptakan nyanyian yang sudah sering ia dengar, tetapi tidak pernah ia pahami makna sepenuhnya. Nyanyian Om, suara Om………
   “Apakah kau sudah mendengarkan suara nyanyiannya?” tanya Vasudeva. Siddhartha menganggukkan kepalanya. Wajah Siddhartha berubah.  Ia menjadi begitu tenang, damai. Ia sudah mulai mengalir bersama sungai kehidupan. Ia berhenti melawan arus. Tidak ada gunanya melawan arus.
   Vasudeva menepuk pundaknya, ‘Siddhartha, kamu sudah mengetahui rahasia sungai. Tugasku sudah selesai sekarang. Biarkan aku pergi.”
Bagus banget bukunya. Bagaimana belajar dari sungai, mengalir terus seperti sungai untuk bertemu dengan lautan Diri.

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters