Sabtu, 31 Maret 2012

Istri Muda


Seorang teman, R, shock ketika tahu suaminya telah beristri lagi dan telah punya anak dari istri keduanya itu. Teman ini tak ikut suaminya saat si suami ini bertugas di Surabaya karena berat dengan sekolah anaknya di Jakarta. Ternyata ketidak-hadiran R di Surabaya dimanfaatkan suaminya untuk menikah lagi. R tetap mempertahankan perkawinannya, mengingat dia ibu rumah tangga yang tak bekerja juga tak punya usaha. Bercerai berarti harus mencari nafkah untuk membiayai diri dan kedua anaknya. Lagipula suami R toh tetap mencukupi kebutuhan R dan anak-anak dengan gaya hidup kelas menengah.
  
      Ternyata ada beberapa teman dan kerabat yang bernasib seperti R. Suami punya istri muda. Hmm, bagaimana ya perasaan si istri muda itu? Kok mau ya menikah dengan suami orang?
    
      Saya menonton acara Just Alvin yang menampilkan Poppy Dharsono, pengusaha dan anggota DPR. Pada acara itu Poppy bercerita bahwa beliau tak bertanya tentang istri atau wanita lain pada Pak Moerdiono. Poppy hanya mengurusi hubungannya dengan Pak Moerdiono, hubungan Pak Moerdiono dengan istri atau wanita lain adalah karma mereka masing-masing.

      Menarik juga ya punya pikiran seperti itu pada suami yang mempunyai wanita selain “kita”. Kenyataannya tak mudah untuk diterapkan. Mungkin dalam hubungan Ibu Poppy dan Pak Moerdiono yang jelas sangat kaya, keuangan bukan masalah. Untuk keluarga lain biasanya menjadi masalah besar harus berbagi keuangan, waktu dan perhatian. Terkadang ada suami yang egois, mendahulukan istri muda sehingga kebutuhan istri pertama terabaikan. Oh world...

Jumat, 23 Maret 2012

The Hunger Games


Nonton The Hunger Games hari pertama karena penasaran. Thanks to twitter karena memberi info tentang novel trilogi The Hunger Games yang laku keras. Saya sudah nonton film The Hunger Games pertama. Berhubung belum tau bahwa ini film keren, nontonnya sambil lalu saja di tv. Nonton The Hunger Games yang ke dua ini beda, karena penasaran ingin tahu seperti apa si film The Hunger Games yang menjadi pembicaraan di sosial media.

Ternyata filmnya sadis, jadi ngeri. Sambil menahan kantuk saya berpikir mengapa novel trilogi The Hunger Games laku, filmnya booming. Padahal ceritanya fantasi campur sadis, dimana para peserta The Hunger Games saling membunuh, dan peristiwa saling bunuh ini ditayangkan live ke semua penduduk. Mungkinkah film The Hunger Games laris karena jujur menggambarkan kehidupan manusia? Bukankah dalam kehidupan nyata manusia juga saling membunuh walau terkadang secara halus? Misalkan Perusahaan Tambang banyak yang “membunuh” masyarakat setempat dengan mengotori sungai, menghancurkan hutan sumber daya makanan, air minum dan obat-obatan alami penduduk lokal.

Bukankah dengan membeli buah, sayur, bawang impor sama dengan “membunuh petani-petani lokal? Banyak produk impor yang mematikan usaha  dalam negeri kita, mengakibatkan banyak pengangguran sehingga banyak yang menjadi kriminal demi sesuap nasi atau untuk biaya pengobatan keluarga yang sakit.

The Hunger Games disukai mungkin karena menggambarkan diri manusia seadanya. Bahwa dalam kesadisan ada harapan, ada kasih-sayang yang muncul, kasih yang akan menyelamatkan peradaban manusia.

Sebagaimana dalam buku The Footprints of God karya Greg Iles:
“Seseorang dapat menjadi makhluk paling berbahaya jika dimasukkan ke dalam Trinity (program komputer yg mempunyai intelejensia sendiri. Silakan baca bukunya untuk penjelasan lebih lanjut). Naluri binatang diwariskan secara genetis. Istilah lembaran yang masih kosong sangat menyesatkan. Seorang anak berusia dua tahun adalah seorang diktator tanpa tentara.”

      Seperti dalam buku Greg Iles The Footprints of God, The Hunger Games menggambarkan bahwa walaupun pada dasarnya manusia punya naluri kehewanan alias sadis, namun cinta yang tumbuh dalam diri manusia dapat menjadi harapan untuk menyelamatkan kehidupan di bumi. Demikian pula pesan dalam film The Hunger Games yang saya tangkap.

Namaste Beloved Friends...
Jumat, 09 Maret 2012

Resensi Buku: Sai Anand Gita

Data Buku:
Judul        : Sai Anand Gita, Lord’s Song of Bliss Eternal
Penulis     : Sai Das
Editor       : Nari J. Khubchandani
Penerbit    : Anand Krishna Global Co-Operation
Cetakan     : November 2011
Tebal         : 90 halaman
ISBN         : 978-602-95405-5-0

Buku ini akan memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang sosok Guru Spiritual Sri Sathya Sai Baba. Dipaparkan dari kaca-mata seorang murid yang mencintai, Sai Das yang berarti “Pelayan Sai”, buku ini sangat indah.

Menarik sekali bagaimana seorang murid mengambarkan gurunya sebagai manusia ideal, seorang Avatar (Pembawa Pesan), seorang Sadguru (Guru Sejati). Menurut Sai Das, Guru Sejati lah yang menunjukkan jalan menuju keberkahan (Blessedness) dan menolongnya menempuh jalan menuju keberkahan itu.

Menarik untuk menyelami mengapa seseorang mau “susah-payah” berguru pada seorang Guru Spiritual. Bukankah Guru Sejati ada pada diri setiap manusia, segala sesuatu di semesta adalah guru bagi orang yang mau mengambil hikmah? Padahal Sri Sathya Sai Baba pernah  mengajarkan , “My devotees see everything as their Guru.”

Para burung memerlukan Hud-hud, Sang Burung Pemandu, untuk memandu mereka melewati tujuh gunung, tujuh lembah yang sangat berbahaya untuk bertemu dengan Sirmugh, Sang Raja Diraja Burung, Sang Diri Sejati mereka sendiri. Demikian Fariduddin Aththar dalam bukunya “Musyawarah Para Burung”.

Kembali pada Sai Das, Sang Murid yang Penuh Cinta. Menurut Sai Das, manifesto Sai Baba, inti pikiran Sai Baba, fondasi bangunan dan platform semua institusi Sai Baba ada dalam bhajan sederhana “Maanasa Bhajare Guru Charanam”.  Saat Sai Baba masih menjadi anak muda sederhana, beliau pernah menjadi lead singer bhajan Maanasa Bhajare.

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters