Sabtu, 27 April 2013

Berkah Lupa: dari novel "The Opposite of Fate"



Syukur sekali ada mekanisme lupa pada otak kita. Kalau tidak, hidup kita akan terus menerus dilanda depresi, kemarahan, trauma, sakit jiwa...

Novel biografi Amy Tan “The Opposite of Fate” menceritakan bagaimana hidupnya sangat dipengaruhi oleh seorang ibu yang penuh trauma. Ibunya Amy Tan, Daisy, trauma karena menyaksikan ibu kandungnya bunuh diri saat Daisy masih balita. Sepanjang hidupnya dia ingin diyakinkan bahwa dirinya dicintai. Daisy juga mempunyai perilaku sebagai ibu yang bermasalah. Daisy suka mengancam untuk bunuh diri, pernah menjatuhkan diri dari mobil saat mobil sedang melaju di jalan tol. Bila ibunya merasa tidak bahagia, maka ibunya akan memutuskan untuk  pindah rumah, berharap akan ada kebahagiaan di rumah baru. Dengan demikian Amy Tan berkali-kali pindah sekolah karenanya .

Begitu ibunya terserang penyakit lupa, Ibunya menjadi bahagia. Dia bercerita bahwa Amy adalah anak baik dsbnya. Ibunya bisa bercerita hal-hal yang membahagiakan walau kebanyakan  ceritanya adalah cerita khayalan. Bisa melupakan ternyata membuat seseorang menjadi bahagia.

Ada seorang teman yang sebenarnya sangat baik hati dan suka menolong orang. Sayang sekali, dia “pengingat” yang baik. Ketika dia tersinggung, dia tidak lupa hingga bertahun-tahun. Bertahun-tahun setelah tersinggung, dia masih saja menulis status di socmed yang menghujat pihak yang membuatnya tersinggung. Karena dia masih mengingat kejadian pada tahun rikiplik itu...

Seandainya kita bisa melupakan peristiwa buruk, seandainya saya bisa melupakan peristiwa buruk... kehidupan menjadi lebih happy. Sering saya mendengar kata-kata, “Saya bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan”. Qiqiqi... sama aja bo’ong..

Bila ada peristiwa yang ingin kita ingat, sebaiknya kita tulis di diary. Agar tidak membebani otak kita untuk mengingat ini itu. Barang-barang di rumah saja sering harus disortir agar rumah lega tidak penuh barang, memori di otak kita pun demikian.

BB saja perlu sering di “clean memory”. Kudu dihapus chatting dan gambar-gambar yang terlalu banyak agar BB tidak hang. Demikian pula dengan otak kita. Memori kudu disortir agar otak tidak hang...

Perhatikan orang gila. Orang gila tidak menderita penyakit psikosomatis karena dia “lupa”. Sakitnya orang gila hanya seputar penyakit infeksi.

Luar biasa mekanisme alam semesta. Lupa adalah anugerah. Bila seseorang sakit badan tak tertahankan, dia akan pingsan/koma. Otak tidak akan merekam kesakitan yang luar biasa itu. Seseorang yang memiliki masalah yang tidak tertanggungkan oleh pikiran, akan dianugerahkan “hilang-ingatan”.

Perhatikan wajah kita bila sedang banyak pikiran. Muka kusut mencerminkan kusutnya pikiran di kepala. Untuk itu perlu katarsis dengan segala macam cara. Bisa dengan berteriak-teriak, memukul-mukul bantal, menulis, menangis, tertawa, banyak hal. Bila kita menumpahkan kekesalan kita pada orang lain, masalah bisa bertambah panjang dan membuat pikiran tambah kusut.

Walau lupa adalah anugrah, kita tak mau dong jadi orang hilang ingatan. Harapan kita kan bisa berguna hingga akhir hayat. Untuk menghindarkan trauma menumpuk, pikiran kusut, mari kita melakukan katarsis.

Katarsis bisa menghilangkan kecanduan narkoba, obat-obat anti depresi, kecanduan rokok dll. Untuk panduan katarsis sekaligus latihan untuk memberdaya diri silakan menghubungi AnandAshram.

Terimakasih... Namaste _/l\_

Biaya Riset Menulis: dari "Antologi Rasa" hingga "Hermes Temptation"



Masih dalam rangka memperingati Hari Buku dan Hari Hak Cipta sedunia, saya akan membahas biaya riset seorang  penulis. Memang modal utama seorang penulis adalah kepekaan dia terhadap kejadian di sekeliling, kepekaan dalam menangkap emosi seseorang, tekad yang kuat untuk merangkai kata menuangkan ide, pemikiran menjadi sebuah cerita. Namun tetap ada biaya riset!

Saya membaca dari salah satu buku Pak Anand Krishna, bahwa untuk menulis satu buku, minimal seseorang telah membaca 20 buah buku. Membaca, terinspirasi, menjadikan referensi tidak berarti copas karya orang lain. Perhatikan deh buku hasil copas, aliran cerita semacam dipaksakan. Sebagai orang lebay saya berpendapat bahwa buku yang ditulis sepenuh hati itu menjadikan sebuah buku bernyawa. Buku hasil copas bagaikan buku zombie qiqiqi.

Seseorang bisa saja menulis cerita dengan latar belakang satu tempat misalkan Swiss padahal belum pernah berkunjung ke Swiss. Penulis bisa riset dengan banyak membaca dan googling tentang Swiss, melihat foto tentang Swiss, membaca tentang budaya Swiss, tempat hang out yang hips di Swiss dll. Penulis kudu mengeluarkan biaya untuk koneksi internet dan untuk beli buku atau majalah kan. Riset perlu biaya booo!

Bagaimana seorang Agustinus Wibowo menulis buku-buku “Garis Batas”, “Selimut Debu” atau “Titik Nol” ? Dengan berkelana ke tempat-tempat menantang yang diceritakannya. Menulis buku-buku tersebut membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, keberanian bertualang dan yang pasti duit binti hepeng. Memangnya bisa beli tiket dan membayar akomodasi dengan senyum saja?

Saya membaca tweet penulis Ika Natassa @ikanatassa yang menulis cerita tentang proses riset pembuatan buku. Penulis novel laris “A Very Yuppy Wedding”, “Antologi Rasa”, “Divortiare”, “Twivortiare” ini menulis bahwa komisi dari penjualan novel dia dipergunakan untuk biaya riset. Ika Natassa hidup mapan sebagai Bankir berprestasi. Toh Ika perlu juga duit komisi penjualan buku untuk riset buku berikutnya. Bankir yang menulis untuk fun tetap perlu duit komisi apalagi penulis yang hidup sepenuhnya dari hasil penjualan buku.

Ika menulis di twitter bahwa riset pembuatan novelnya “Antologi Rasa” memakan biaya yang besar. Antara lain riset beli tiket untuk melihat langsung balap F1 di Marina Bay Circuit Singapore. Harga tiket nonton  sama dengan harga sebuah sepeda motor, belum tiket pesawat Jakarta-Singapore pp, biaya hotel, biaya makan di sana.

Ika juga terbang ke Bangkok untuk menonton langsung konser John Mayer. Yak bisa diperkirakan biaya tiket nonton konser, biaya tiket pesawat Jakarta-Bangkok pp plus akomodasi...

Menurut Ika, bisa saja menulis berdasarkan hasil baca dan googling. Namun Ika memilih untuk mengalami langsung agar merasakan bagaimana rambut berkibar diterpa angin saat menonton balap F 1 yang legendaris itu. Dengan mengalami sendiri satu peristiwa, cerita yang ditulis bisa lebih bernyawa.

Jelas sekali bila kita membeli buku bajakan maka penulis tidak mendapatkan uang komisi. Otomatis tidak ada biaya riset yang membuat penulis patah arang tidak mau menulis lagi. Yang rugi adalah kita para pembaca karena tidak mendapat hiburan/pengetahuan/kebijakan dari sebuah buku yang menarik.

Saya baca buku terbaru Miss Jinjing Amelia MasniariBelanja Sampai Mati di Turkey” bahwa Miss Jinjing perlu berkali-kali datang ke Turkey dalam rangka menulis bukunya. Miss Jinjing –MJ- harus merasakan menginap di beberapa hotel terbaik, mencoba tempat2 hang out yang lagi hips (happening), mendatangi tempat-tempat belanja yang hips disana, dan pastinya menjinjing belanjaan.

Saat menulis “Belanja Sampai Mati di China”, MJ perlu beberapa kali ke China, menyusuri tempat-tempat belanja yang terkenal atau yang unik. Hitung saja tiket pp Jakarta-China, ongkos menginap di hotel, ongkos high tea di cafe atau hotel bintang lima, ongkos lunch atau dinner di restoran hips tempat Tai-Tai (Nyonya-nyonya Besar) hang out. Dan pastinya ongkos belanja selama disana. Tak mungkin lah MJ datang ke tempat belanja yang oke kemudian pulang tanpa menjinjing.

Demikian pula saat pembuatan buku-buku yang lain, “Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Paris”, “Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Korea”, “Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Dubai”, “Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Jepang”. Semuanya perlu biaya riset yang besar. Coba renungkan wahai pembajak dan pembeli buku bajakan.

Coba baca deh buku ‘Hermes Temptation” yang ditulis Fitria Yusuf dan Alexandra Dewi. Dewi berkali-kali terbang ke Paris untuk belanja  di butik eksklusif Hermes. Tiket pesawat bussiness class Jakarta-Paris pp, beli tas-tas Hermes, hotel dan akomodasi selama di Paris pastinya besar biayanya. Syukurlah kita tidak perlu mengeluarkan duit segitu banyaknya untuk mengetahui lika-liku pembelanja Hermes. Cukup menukarkan duit 125 ribu di toko buku, kita mendapatkan pengalaman itu hihihi. Terimakasih kepada para penulis.

Mari membeli buku asli. Buku bajakan? Tidaaakkk!!!

TerimaKasih... Namaste _/l\_
Jumat, 26 April 2013

Perang Melawan Pembajak !!!



Tanggal 23 April kemarin adalah hari buku ya. Sorry telat ngucapin. Selamat Hari Buku. Terimakasih untuk para penulis. Entah bagaimana jadinya bila di dunia ini tak ada buku. Rasanya bagai katak yang hidup dalam tempurung yang akhirnya mati depresi.

Hari Buku dirayakan sekaligus dengan Hari Hak Cipta sedunia . Warga Romania mengadakan acara peletakan buku di alun-alun kota Bucharest sebagai protes karena Romania dinilai tidak terlalu menghargai hak cipta.

Menulis buku itu tidak mudah. Saya pernah menamatkan satu buku setebal 500 halaman selama dua hari. Menurut penulisnya, buku itu ditulis selama 8 bulan. Selama 8 bulan itu si penulis buku itu bertapa, jarang keluar rumah agar bukunya bisa memenuhi tenggat jadwal.

Saya suka tenggelam dalam cerita yang ada dalam novel. Saya tidak suka membaca cepat ketika membaca sebuah novel karena saya suka menghayati cerita seakan-akan saya ikut masuk dalam cerita itu. Menikmati novel menarik ditemani secangkir teh hangat adalah satu kenikmatan hidup... What a life...

Penulis buku tidak bisa sesantai pembaca. Dia harus mencari referensi sana-sini, googling sana-sini agar ceritanya natural. Penulis harus mikirin plot, alur cerita, karakter tokoh-tokoh, lokasi para tokoh dll. Pokoke  kudu kerja keras! Nah, bagaimana perasaan seorang  penulis ketika tulisannya dibajak? Kira-kira sama dengan  petani yang menanam sawah lalu hasil panennya dirampok!

Saya membaca tweet blogger terkenal Iman brotoseno @imanbr . Tulisan di blog nya di copas orang, dijadikanbuku, lalu buku itu saat ini dijual di toko-toko buku seperti Gramedia. Bila kita jadi @imanbr, gondok ndak ? Sudah capek-capek mikir, tulisan kita di copas, dan dijadikan duit oleh pihak lain.

Saya juga membaca curhat penulis terkenal A.S. Laksana @aslaksana di twitter. Novel yang dikerjakannya selama 6 bulan dibajak orang hanya dalam waktu dua hari.

Saya beberapa kali membaca keluhan  penulis Andrea Hirata di koran-koran tentang kegalauan beliau pada praktek pembajakan buku. Penulis itu butuh waktu riset untuk menulis satu novel, di luar waktu penulisan, pengeditan hingga satu buku terbit. Buku yang diterbitkan perlu dipromosikan agar laku keras. Bila laku keras, uang honor penulisan tidak langsung masuk ke rekening penulis, harus menunggu. Demikian pula yang saya baca dari pengalaman Dewi Lestari @deelestari pada buku “My Life as a Writer”.

Bila buku hasil karya penulis dibajak, si penulis mau makan apa? Memang ada kiat-kiat penulis untuk bertahan hidup atau kaya dari hasil menulis. Namun tetap saja tindakan membajak buku ini memukul penghidupan para penulis.

Saya perhatikan Raditya Dika tidak atau belum pernah mengeluh tentang pembajakan. Buku-buku Radith dijual murah, hanya sekitar 39 ribu rupiah. Buat apa beli buku bajakan seharga 20 ribu bila hanya beda-beda tipis dengan buku asli. Raditya Dika bisa mendapatkan penghasilan besar dari iklan yang tayang di tv atau media massa, bisa juga dari iklan via twitter. Dengan sekitar 4.6 juta follower, Radith dengan mudah mendapat penghasilan dari iklan.

Penulis novel best seller seperti Andrea Hirata, Dee Lestari, Iwan Setyawan bisa mendapat duit lebih dari novel yang dibeli produser film. Rezeki selalu ada ya untuk orang-orang yang giat dan tekun bekerja pada bidangnya.

Banyak juga ternyata jenis karya yang perlu diperhatikan hak ciptanya. Selain hak cipta tulisan/ buku, ada hak cipta lagu, hak cipta program komputer, hak cipta fotografi, hak cipta untuk penemuan-penemuan lainnya. Ada hak cipta untuk penemuan metode langsing a la A, atau cara bebas kecanduan narkoba lewat metode B dst.. Namun ada saja pihak yang mengambil metode B, membuat perbedaan sedikit lalu memperkenalkan metode B sebagai penemuannya. Nah itu die...

Saya pernah membaca  buku yang tampaknya keren. Ternyata isi bukunya adalah copas dari beberapa penelitian orang lain lalu dipermak jadi buku dia. Mungkin si penulis ini tidak tahu bahwa akan ada orang-orang yang bisa menangkap kejanggalan-kejanggalan pada bukunya. Jadi prihatin pada penulis tanpa etika ini.

Kita akan memetik apa yang kita tanam. Bila kita sadar atau tak sadar memakai hak orang lain, maka kita akan menanggung akibatnya, saat ini atau nanti...pasti!

Terimakasih... Namaste_/l\_

Minggu, 21 April 2013

KOCOK: Cerita tentang Arisan Ibu-ibu Sosialita



Kerabat saya yang (saat itu berduit) mengomentari hobi saya beli buku, “Mending uang untuk beli buku dipakai untuk beli makanan dan baju”.

Aaaaaa, jadi minder, secara dia orang kaya sementara saya orang biasa yang cukupan (amiin) ajah. Saya jadi mengurangi baca buku. Lalu menyesal di kemudian hari. Saya jadi ketinggalan banyak hal, banyak info penting yang saya lewatkan. Dan info adalah kekuatan!! Saya beberapa kali kena tipu orang dan tidak bisa ngeles karena kurang info.

Pelajaran juga untuk saya agar menyaring kuping. Berteman dengan orang sempit membuat kita ikut sempit dan bodoh. 

Kerabat saya ini kemudian menjadi bulan-bulanan “teman” karena tidak mau membaca dan mencari info. “Teman” bisa menjerumuskan... kudu berhati-hati dengan pergaulan dan info. Kerabat saya itu saat ini bangkrut, dan harus hidup sangat sederhana. Semoga beliau menjadi makmur kembali, amiiin.

Bertahun-tahun saya bercita-cita untuk mendukung pendirian Khilafah, negeri berdasarkan syariah Islam. Saya telusuri, mengapa saya bisa punya pemikiran seperti itu? Ternyata karena buku-buku di rumah saya hanya terbatas pada satu pemikiran. Ibu saya memang langganan majalah Kartini. Saya sejak kecil langganan majalah Kuncung, Kawanku, Bobo dan dilanjutkan dengan langganan majalah Gadis. Namun buku-buku di rumah saya terbatas pada buku-buku tulisan aktivis Muhammadiyah. Bapak saya pengurus Muhammadiyah di daerah saya jadi saya tumbuh dengan majalah Muhammadiyah. Buku yang mempengaruhi saya saat kecil adalah buku M. Natsir “Kapita Selecta” yang mengusung ide pendirian Khilafah.

Saya tidak salah ketika membaca buku “Kapita Selecta” M. Natsir. Menjadi tidak tepat ketika saya tidak membaca buku pembanding. “Kapita Selecta” mengusung pemikiran M. Natsir yang menentang pemikiran Bung Karno soal NKRI. Sepatutnya saya juga membaca buku-buku tentang pemikiran Bung Karno.

Perhatikan perdebatan di beberapa forum online, facebook atau twitter. Seseorang yang fanatik tidak akan mau membaca buku yang membahas pemikiran yang berseberangan dengan keyakinannya. Tidak akan terjadi diskusi sehat dengan orang yang cupet. Yang ada adalah perang kata-kata penuh stigma seperti “kafir”, “liberal” dst.

Btw, baru-baru ini saya membaca buku yang berjudul “KOCOK – the Untold Stories of Arisan Ladies and Socialites” tulisan Joy Roesma dan Nadia Mulya.

Syukurlah di dunia ini ada buku dan penulis sehingga saya bisa menyelami kehidupan sosialita tanpa harus mengalaminya. Saya tidak mampu untuk memiliki gaya hidup seorang sosialita, pastinya hehehe. Berkat buku dari dua orang sosialita ini, saya seakan-akan masuk ke dunia sosialita dan bisa belajar dari pengalaman-pengalaman heboh mereka.

Tidak kuat boo bila saya memaksa untuk bergaya seperti seorang sosialita. Tiap hari makan di Pasific Place, Plaza Senayan, Sency, Grand Indonesia, Citos, Mall of Indonesia mana kuaaaat! Selain biaya arisan, biaya makan, biaya transport, perlu banget biaya penampilan. Biaya baju, sepatu, tas, perawatan kulit, biaya salon, parfum, accessories yang bermerk pastinya muahaaal!!! Namanya juga ke Mall setiap hari, pastinya tidak terlewatkan window shopping. Jadi kepingin ini kepingin itu, lalu beli juga barang yang harganya terjangkau. Kalo maksa juga, menurut buku ini, ditanggung akan jual rumah dalam waktu dekat!

Ada selebtwit yang setiap hari makan di mall-mall besar seperti Sency atau PP. Memang pekerjaannya menuntut untuk entertainment setiap hari dan penghasilannya juga besar. Gaya hidup tiap hari ke mall bisa ditanggung oleh dia. Beda dengan saya yang harus menghemat. Saya bisa setiap hari nongkrong di tempat seperti Sevel, minum teh di cafe XXI atau ngopi di J.Co sambil baca buku. Selain itu, bisa bangkut!

Demikian curhat saya untuk hari ini. Membaca itu penting dan perlu *smile
TerimaKasih...Namaste _/l\_

Gambar di atas berasal dari topdunia.com

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters