Rabu, 09 Januari 2013

Kaki Lotus, Ngangkang & Seksualitas


Novel “Snow Flower” karya Lisa See menarik untuk disimak. Snow Flower adalah kisah menawan tentang kehidupan wanita Cina pada abad ke-19 yang serba terkekang. Melalui Bunga Salju dan Lily, terkuak tradisi pengikatan kaki untuk mendapatkan bentuk lotus yang suci, juga ikatan laotong (kembaran sehati dua wanita) yang lebih erat daripada pernikahan.

Yang menarik adalah cerita tentang kaki-kaki wanita kalangan atas yang diikat untuk mendapatkan bentuk lotus. Akibat pengikatan kaki, satu dari sepuluh anak wanita Cina meninggal. Pada novel Snow Flower ini, digambarkan penderitaan yang amat sangat saat kaki diikat minimal selama dua tahun. Tulang kaki dipatahkan, kaki penuh darah dan nanah. Kaki yang patah bisa menjadi radang, infeksi dan kemungkinan meninggal 10 %.  

Seorang teman, wanita keturunan Cina berkata, “Tahu gak, mengapa wanita diikat kakinya hingga menjadi kecil? Dengan kaki sepanjang 7 cm otomatis wanita harus berupaya agar tidak jatuh saat berjalan. Upaya wanita kaki kecil selama berjalan ini membuat otot-otot vagina kuat mencengkeram. Itulah alasan mengapa kaki anak wanita diikat dengan konsekuensi penderitaan yang luar biasa dan ancaman kematian. Demi kenikmatan suaminya!!! Kaki diikat untuk mendapatkan bentuk lotus hanya siasat saja. Pihak yang berkuasa bisa membuat alasan yang tampak mulia, mengaitkan dengan agama atau kepercayaan, padahal niatnya untuk memuaskan nafsu.”

Membaca gambaran penderitaan anak wanita yang diikat kakinya pada novel Snow Flower membuat saya merinding. Syukurlah saya tidak hidup dalam masyarakat yang mengharuskan pengikatan kaki pada anak wanita. Namun benarkah demikian?

Akhir-akhir ini Perda Aceh tentang larangan mengangkang untuk wanita saat membonceng motor ramai dibicarakan. Padahal bonceng ngangkang lebih aman daripada bonceng menyamping. Saya pernah melihat seorang ibu yang jatuh dari motor karena posisi bonceng menyamping. Pengendara motor itu tak sengaja melewati lobang di tengah jalan, dia tidak terjatuh namun ibu yang bonceng terjatuh.

Seorang teman komentar, “Sangat tepat peraturan yang melarang ngangkang untuk wanita. Ngangkang membuat vagina terbuka lebar. Dan vagina terbuka lebar itu sangat tidak nikmat untuk suaminya. Vagina perlu rapat demi kenikmatan suami. Paham?”

Astaga!!! Jadi peraturan daerah yang mengabaikan keselamatan pembonceng wanita adalah demi memuaskan kenikmatan suami? Padahal ada senam kegel untuk membuat otot-otot vagina kencang. Hanya perlu usaha saja, tanpa mengabaikan keselamatan berkendaraan.

Dan banyak ketidak-adilan terhadap wanita yang berlangsung berabad-abad namun para wanita diam saja karena dikaitkan dengan ibadah. Bila hanya peraturan dari manusia saja, masyarakat bisa membantah. Namun bila peraturan itu membawa nama tuhan, siapa yang tidak bersedia patuh? Kan takut kualat, bisa masuk neraka jahanam.

Seorang saudara bercerita ,”Anak perempuan bungsuku tidak  kusunat. Aku sudah baca keputusan Mufti Al Azhar bahwa wanita tidak perlu disunat. Kalo kakak-kakaknya (perempuan) sudah terlanjur disunat.”

Padahal berabad-abad wanita disunat, diambil keseluruhan klitoris atau dipotong sebagian. Karena dikaitkan dengan ibadah maka para orang tua menyunat anak perempuannya. Padahal sunat pada wanita merugikan wanita namun menguntungkan suami-suami yang kurang perkasa.

Ada pendapat lain?
Terimakasih





0 komentar:

Posting Komentar

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters