Minggu, 17 Maret 2013
Jago Akting di Sekitar Kita
23.51 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Teman saya, dr Ira, terbirit-birit pulang begitu mendapat
telpon dari Mbak ART nya. Padahal dr Ira baru saja sampai di kantor, masih
pukul 9 pagi. Di perjalanan pulang, Ira menelpon suaminya agar segera pulang ke
rumah, “Gawat, si Mbak diperkosa!”
“Perampok tadi datang Bu. Mereka memperkosa saya,” lapor si
Mbak sambil menangis tersedu-sedu. “Ayo ke dokter untuk visum!” ajak Ira. “Buat
apa Bu? Saya mau pulang aja,” tangisan si Mbak semakin kencang.
Suami Ira, Pak Zul datang dengan wajah tegang. “Wah tak boleh
dibiarkan ini. Mari kita langsung lapor polisi!”
Polisi di Polsek tersenyum saat menerima laporan Pak Zul.
“Perampokan kok tak ada tanda-tandanya. Jadi ada perampok datang untuk
memperkosa si Mbak ART? Tindak kekerasan biasanya menyisakan jejak, sementara
tidak ada jejak tindakan paksa di rumah Bapak, “ Pak Polisi menerangkan.
Akhirnya si Mbak ART ngaku juga. Dia tidak mau ke dokter
untuk di visum. “ Saya diajak saudara
saya untuk jadi TKI, Bu. Kalau saya pamit pulang, pasti tak boleh sama Ibu, “
si Mbak akhirnya ngaku.
“Bukan main si Mbak ART ku ini ya. Kok sebelum pulang sempat
berakting dulu. Aku sama suami sampe tidak bisa kerja seharian karena ngurus
dia, “ Ira curhat.
Begitulah...jago akting ada di sekitar kita. Mulai dari si
Mbak ART hingga pejabat. Lama-lama saya hapal akting orang hihihi.
Saya pernah dikerjain penyalur ART. “Ibu, saya Ibu Ujang.
Permisi Ibu, ini ibu mertua Mbak Sum mau bicara, “kata Ibu Ujang di telpon. “Assalam
‘alaikum Ibu. Saya mertua Mbak Sum. Suami saya baru saja meninggal, Bu. Boleh
Mbak Sum izin pulang? Nanti balik lagi kok ke tempat Ibu. Terimakasih Ibu,”
kata mertua si Mbak Sum.
Walaupun sedang demam, saya tetap mengantar si Mbak ke tempat
bis sehabis Magrib. Tidak lupa saya ke atm untuk memberi gaji si Mbak 1 bulan,
ongkos pulang dan uang duka sekedarnya. Padahal si Mbak belum sebulan bekerja
di rumah saya. Sebagai orang Timur, rasanya tidak tega untuk hitung-hitungan
gaji pada orang yang sedang berduka.
Sepuluh hari setelah si Mbak pulang kampung, saya menelpon
suaminya. Kebetulan si Mbak pernah memakai telpon saya, jadi nomor hp suaminya
terekam.
“Permisi Mas. Saya mau nanya. Mbak Sum itu mau balik ke rumah
saya atau tidak? Kok sudah sepuluh hari tidak ada kabar. Kalau memang tidak
balik, tolong beritahu agar saya bisa cari Mbak baru”.
“Saya tidak tahu Bu. Kan saya belum ketemu istri saya, “ jawab
suaminya.
Kok aneh ya. Bapaknya meninggal kok dia tidak pulang untuk
memakamkan. Padahal dekat.
“Memangnya yang meninggal siapa Mas?” saya memancing.
“Ibunya, Bu, “ jawab si suami.
“Ibunya siapa?” lanjut saya.
“Ibunya istri saya, “ jawab suami Mbak Sum.
Jelas bohong toh. Langsung deh saya ceramah tentang “jangan
ngerjain orang”. Tak lupa penyalurnya juga saya telpon dengan tema “ceramah”
yang sama. Mereka mau dengar atau tidak, yang penting unek–unek saya keluar
hihihi...
Si Mbak aja bisa akting apalagi orang “pintar”. Saya
geleng-geleng kepala menyaksikan seorang “pakar” bicara dengan meyakinkan di
tv. Bila tidak memegang data-data kebohongan dia, mungkin saya akan percaya
pada dia. Aktingnya meyakinkan! Mungkin dia tidak merasa berbohong karena sudah
terlalu lama hidup di dunia kebohongan.
Bagaimana pendapat teman-teman mengenai hukuman pada
seseorang yang tidak berdasarkan saksi mata atau bukti terkait? Contoh pada
kasus Anand Krishna. Tidak ada bukti apapun! Hasil visum dr Mun’im Idris
menyatakan Tara virgin dengan tubuh
mulus tanpa tanda kekerasan. Bukti tidak ada, baik berupa foto, rekaman suara
atau video yang terkait dengan kasus. Saksi mata tidak ada. Yang ada adalah 4
saksi ibu-ibu usia 40 an yang mengaku pernah dipegang payudara sekitar 5 tahun
yang lalu.
Aktivis-aktivis perempuan berASUMSI bahwa tidak mungkin
seorang wanita berbohong dalam melaporkan kejadian pelecehan terhadap dirinya.
ASUMSI bisa salah, bisa benar.
Bila memang terjadi pelecehan, pelaku wajib dihukum.
Bagaimana bila tidak terjadi pelecehan? Bagaimana dengan seseorang yang
terlanjur dipenjara padahal tidak bersalah?
Bagaimana bila kasus Anand Krishna ini terjadi pada Tokoh yang
kita cintai, pada Jokowi atau Ahok misalnya? Saya tidak rela!!! Amit-amit
jabang bayi...
Rekayasa pembunuhan saja bisa dilakukan oleh pihak yang
kepentingannya terusik oleh sepak terjang tokoh tertentu. Apalagi kasus
pelecehan. Tidak perlu bukti dan saksi mata! Hanya perlu 5 suara wanita!
Kisah yang terkenal tentang kisah pelecehan adalah kisah Nabi
Yusuf. Wanita yang marah, wanita yang dendam bisa menjebloskan seseorang yang
tak bersalah ke dalam penjara dengan kesaksian palsu. Wanita tidak 100 % benar.
Wanita bisa digunakan, bisa dikipas, bisa bersaksi palsu dengan motif
berbeda-beda. Motif wanita melakukan kesaksian palsu bisa karena dendam akibat
tersinggung, bisa karena motif ekonomi, bisa bermacam-macam.
Kompas Sabtu 16 Maret 2013 menayangkan artikel menarik “Kita Lihat Perempuan Hakim Memimpin”.
Berikut kutipannya:
Lihatlah perempuan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta. Cantik, anggun, lembut, dan tidak kurang tegasnya. Kepalsuan para
terdakwa di depan mereka mudah tercium.
Sebut saja Tati Hadianti yang memimpin sidang Neneng Sri
Wahyuni dan Sudharwatiningsih yang memimpin sidang dugaan korupsi bioremediasi
PT Chevron Pasific Indonesia.
Di tengah dominasi pria, perempuan hakim ini menarik karena
kuatnya karakter mereka. Mereka lihai menguber pertanyaan secara rinci yang
kerap terlupakan pria hakim.
Perempuan hakim tidak
mudah ditundukkan dengan kesaksian berbelit-belit. Kepalsuan dapat mereka baca
karena psikologi dan gerak tubuh mereka pelajari. Lembut, perhatian, dan tegas
bersenyawa jadi satu. Namun, ketika kepalsuan tercium, tak akan ada belas kasihan. Terdakwa Neneng yang selalu “manja”
di persidangan kena batunya.
Btw, Anand Krishna di vonis
bebas dan dikembalikan harkat dan kedudukannya di mata hukum oleh Srikandi Hukum, Hakim Albertina Ho. Namun
Jaksa Martha keukeuh mengajukan
kasasi padahal kasasi atas vonis bebas tidak dikenal di negara-negara beradab.
Kasasi yang berisi copas kasus orang lain (kasus sengketa merk) dikabulkan oleh
MA. Dua dari tiga hakim MA yang memberi vonis 2.5 tahun pada Anand Krishna
telah mundur dari jabatan Hakim Agung. Hakim ZU terindikasi suap, Hakim Yamanie
terbukti curang karena mengubah vonis untuk terdakwa narkoba. Kajari Jaksel telah mengeksekusi paksa Anand Krishna
dengan membawa 50 preman padahal vonis MA #CacatHukum dan #BataldemiHukum
karena tak memenuhi pasal 197 KUHAP.
Mohon doanya teman-teman. Free Anand Krishna for Justice.
Sila mampir ke FreeAnandKrishna.com
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
2 komentar:
Kadang saya berpikir ngk ada lagi hakim yang palu nya berwibawa .
bila rakyat kecil terjerat hukum : palu hakim nampak berwibawa
tapi kalu orang gedean , dijerat hukum , palu hakim jadi tak berwibawa tak lebih dari palu tukang kayu ,
Makasih ya telah berkenan mampir Yopie :)
Namaste _/l\_
Posting Komentar