Selasa, 05 Maret 2013

Seorang Guru Penunjuk Jalan


Saya sering membaca pernyataan, “Guru saya adalah semesta. Setiap orang yang saya temui adalah guru saya.”

Saya sangat setuju! Kita perlu belajar pada alam sekitar, pada orang yang kita temui, belajar pada buku, twitter, facebook, belajar pada siapa dan pada apa saja. Nah, untuk apa perlu guru spiritual dan bergabung pada satu padepokan ?

Yak, bila kita perlu belajar pada siapa dan pada apa saja, maka tidak salah bila kita belajar pada seorang guru spiritual. Mengapa perlu bergabung pada satu padepokan atau satu komunitas? Kita bisa belajar pada angsa. Bila mereka bermigrasi, mereka akan terbang berkelompok. Terbang berkelompok akan membuat kecepatan mereka bertambah secara kolektif.

Ada komunitas fotografi, ada komunitas penulis, komunitas pembaca, komunitas pengajian, komunitas seniman, maka tidak salah bila ada komunitas spiritual yaitu komunitas yang berminat pada spiritual.

Seorang teman saya saat kuliah di ITS, Yanti, hanya mau satu kost dengan sesama pemakai jilbab panjang. Mengapa? Untuk menguatkan dia dan sesama pemakai jilbab panjang berwarna gelap. Bila dia bergaul dengan pemakai jilbab modis berwarna cerah maka dia akan terpengaruh. Yanti akan berpikir, “Untuk apa aku memakai jilbab panjang berwarna gelap. Aku tampak lebih menarik bila memakai jilbab berwarna cerah dengan tunik yang modis.” Maka untuk mempertahankan gaya jilbab panjang, Yanti berkumpul dengan komunitas yang sepaham dengan dia.

Saat di ITS pula saya berkenalan dengan Emi. Saat itu saya tidak memahami Emi, bahkan agak jengkel dengan dia. Emi tidak mau mengaji di kampus padahal pengajian di kampus rame apalagi saat Ramadhan, rasanya bagai pesta selama sebulan. Emi hanya mau mengaji dengan kelompoknya di masjid milik kelompoknya, masjid LDII. Dan yang membuat saya surprise adalah Emi yang cantik itu tidak tertarik dengan cowok-cowok ITS yang keren-keren dan bermasa depan cerah. Dia memilih cowok di kelompok dia untuk jadi suaminya. Saat ini saya baru paham tindakan Emi dan kelompoknya. Mereka membangun satu komunitas sehingga mereka hanya menikah dan bergaul dengan orang-orang yang sepaham.

Pada buku “Menulis Itu SeksiAlberthiene Endah menuliskan pengalamannya saat dibimbing oleh seorang editor. Petunjuk editor AE yang pertama, Mbak Ike, membuat AE saat itu sangat marah sehingga rasanya mau menjambak semua pohon palem yang ada di halaman gedung Gramedia.

Berikut kutipan dari pengalaman AE yang shock saat mendapat petunjuk dari editor:

“Karya Anda bertele-tele. Lari kesana kemari, dan beberapa bagian bahkan seperti nggak penting,” Kalimat yang diucapkan Mbak Ike, meluncur mulus seperti anak kecil ngebut di perosotan kolam renang. Dan byurrr, keringat dingin mengucur di sekujur tengkuk saya.

Butuh waktu cukup lama bagi saya untuk bisa berdamai dengan keputusan dan saran yang dibuat Mbak Ike. Kemudian ketika batin saya sudah merasa sip, saya pandang-pandang kembali naskah itu. Jemari bekerja sama dengan nalar untuk mau mengakui bagian-bagian yang memang nampak sangat egois. Kenapa egois? Ya, karena memang di beberapa bagian dalam novel itu tertangkap kesan yang membosankan atau berlebihan. Kesombongan sayalah yang mengingkari bahwa itu seharusnya direvisi atau bahkan dipangkas. Rasanya kira-kira seperti seseorang yang berdandan sangat menor dan sama sekali tak mau dikritik untuk mengurangi rias wajahnya.

Saya mencoba mendinginkan kepala, menyabarkan hati. Dengan pikiran jernih saya memulai langkah pemangkasan dan memperhatikan hal-hal yang disarankan Mbak Ike. Ajaib. Dengan keikhlasan, ternyata saya bisa melakukan tindakan revisi dan pemangkasan dengan begitu ringannya. Tak sampai dua minggu novel setebal 600 halaman itu menyublim menjadi 300 sekian halaman saja. Saya kembali datang pada Mbak Ike dan naskah revisi itu lolos dengan mulus.

Yang terjadi kemudian? Novel itu mendapatkan penghargaan khusus dari Badan Narkotika Nasional sebagai buku penggerak pencegahan narkoba. Selain itu yang membuat saya sangat tercengang, novel Jangan Beri Aku Narkoba juga mendapatkan gelar Juara Pertama Anugerah Adikarya Awards IKAPI 2005. Saya melongo. Terbayang kritik Mbak Ike kala saya pertama kali menyerahkan naskah ini. Apa jadinya jika saya membangkang dan bersikeras tidak melakukan revisi? Editor senior GPU itu berjasa mendidik saya menulis novel dengan alur yang baik. Betapa saya amat berterima kasih padanya.

Selanjutnya, novel-novel saya yang lain masuk dengan mulus, bahkan ditagih.  Pesan moral dari pengalaman ini: jangan pernah berkecil hati, apalagi runtuh, ketika editor dari penerbit memberikan pandangan yang tidak berkenan dengan pemikiran kita. Tentu saja kita tidak harus pasrah begitu saja. Kita juga memiliki hak untuk berargumentasi dan mempertahankan kebenaran karya yang telah dibuat. Namun, dengarkanlah dengan seksama. Benar-benar dengarkan. Simpan dulu bantahan kita. Resapi apa yang dikatakan editor, walaupun sesungguhnya hati berontak mau meledak. Toh kita tidak harus membenahi naskah saat itu juga. Toh kita memiliki hak untuk tidak memberikan naskah kita.

Tentu saja tidak selamanya kita harus melakukan negosiasi alot dalam soal editing. Seiring dengan berkembangnya kemampuan tulis kita,dan makin hit-nya karya-karya kita, penerbit akan bersikap sangat respek pada kebebasan berkarya. Jelas, jam terbang akan mempengaruhi relasi penerbit-penulis.”

Yak, kita butuh guru atau pembimbing baik dalam urusan fisik, pikiran maupun urusan spiritual. Agar bisa menulis dengan baik kita perlu mentor. Agar bisa diving kita perlu instruktur diving. Agar bisa menari kita perlu dibimbing oleh guru tari. Mungkin ada orang yang bisa belajar dari buku-buku saja. Mungkin ada orang yang, bila mendapat nasihat dan saran, langsung bisa sadar. Saya termasuk tipe orang yang perlu dikeplak baru mau sadar *smile. Orang seperti saya sangat butuh mentor atau guru.

Btw, saat ini Guru Spiritual Anand Krishna sedang mendekam di LP Cipinang padahal tidak bersalah. Beliau sudah divonis bebas oleh Hakim yang jujur berintegritas, Hakim Albertina Ho. Namun MA memutuskan vonis 2.5 tahun padahal kasasi yang diajukan Jaksa Martha Berliana cacat hukum, memasukkan perkara sengketa merk. Sementara dua Hakim Agung yang memberikan vonis 2.5 tahun pada Anand Krishna telah mundur dari jabatan Hakim Agung. Hakim ZU terindikasi suap, Hakim Yamanie terbukti curang, mengubah vonis. Sementara Kajari Jaksel Masyhudi tetap memaksakan eksekusi pada Anand Krishna padahal putusan MA telah BATAL demi HUKUM karena tidak memenuhi pasal 197 KUHAP. Jaksa Arya Wicaksana atas perintah Masyhudi telah mengeksekusi paksa Anand Krishna dengan membawa puluhan preman. Hmmm, kira-kira puluhan preman yang dibawa Jaksa itu dibayar oleh siapa ya? Untuk info lebih lanjut bisa klik www. FreeAnandKrishna.com

Mohon doanya teman-teman. Free Anand Krishna for Justice...
Terimakasih...Namaste _/l\_

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters