Sabtu, 27 April 2013
Berkah Lupa: dari novel "The Opposite of Fate"
20.11 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Syukur sekali ada mekanisme lupa pada otak kita. Kalau tidak,
hidup kita akan terus menerus dilanda depresi, kemarahan, trauma, sakit jiwa...
Novel biografi Amy Tan “The Opposite of Fate” menceritakan
bagaimana hidupnya sangat dipengaruhi oleh seorang ibu yang penuh trauma.
Ibunya Amy Tan, Daisy, trauma karena menyaksikan ibu kandungnya bunuh diri saat
Daisy masih balita. Sepanjang hidupnya dia ingin diyakinkan bahwa dirinya
dicintai. Daisy juga mempunyai perilaku sebagai ibu yang bermasalah. Daisy suka
mengancam untuk bunuh diri, pernah menjatuhkan diri dari mobil saat mobil
sedang melaju di jalan tol. Bila ibunya merasa tidak bahagia, maka ibunya akan
memutuskan untuk pindah rumah, berharap
akan ada kebahagiaan di rumah baru. Dengan demikian Amy Tan berkali-kali pindah
sekolah karenanya .
Begitu ibunya terserang penyakit
lupa, Ibunya menjadi bahagia. Dia bercerita bahwa Amy adalah anak baik dsbnya.
Ibunya bisa bercerita hal-hal yang membahagiakan walau kebanyakan ceritanya adalah cerita khayalan. Bisa melupakan ternyata membuat seseorang
menjadi bahagia.
Ada seorang teman yang sebenarnya
sangat baik hati dan suka menolong orang. Sayang sekali, dia “pengingat” yang
baik. Ketika dia tersinggung, dia tidak lupa hingga bertahun-tahun.
Bertahun-tahun setelah tersinggung, dia masih saja menulis status di socmed yang menghujat pihak yang
membuatnya tersinggung. Karena dia masih mengingat kejadian pada tahun rikiplik
itu...
Seandainya kita bisa melupakan
peristiwa buruk, seandainya saya bisa melupakan peristiwa buruk... kehidupan
menjadi lebih happy. Sering saya
mendengar kata-kata, “Saya bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan”. Qiqiqi...
sama aja bo’ong..
Bila ada peristiwa yang ingin
kita ingat, sebaiknya kita tulis di diary.
Agar tidak membebani otak kita untuk mengingat ini itu. Barang-barang di rumah
saja sering harus disortir agar rumah lega tidak penuh barang, memori di otak
kita pun demikian.
BB saja perlu sering di “clean memory”. Kudu dihapus chatting dan gambar-gambar yang terlalu
banyak agar BB tidak hang. Demikian pula dengan otak kita.
Memori kudu disortir agar otak tidak hang...
Perhatikan orang gila. Orang gila
tidak menderita penyakit psikosomatis karena dia “lupa”. Sakitnya orang gila hanya
seputar penyakit infeksi.
Luar biasa mekanisme alam
semesta. Lupa adalah anugerah. Bila seseorang sakit badan tak tertahankan, dia
akan pingsan/koma. Otak tidak akan merekam kesakitan yang luar biasa itu.
Seseorang yang memiliki masalah yang tidak tertanggungkan oleh pikiran, akan
dianugerahkan “hilang-ingatan”.
Perhatikan wajah kita bila sedang
banyak pikiran. Muka kusut mencerminkan kusutnya pikiran di kepala. Untuk itu
perlu katarsis dengan segala macam
cara. Bisa dengan berteriak-teriak, memukul-mukul bantal, menulis, menangis,
tertawa, banyak hal. Bila kita menumpahkan kekesalan kita pada orang lain,
masalah bisa bertambah panjang dan membuat pikiran tambah kusut.
Walau lupa adalah anugrah, kita
tak mau dong jadi orang hilang
ingatan. Harapan kita kan bisa berguna hingga akhir hayat. Untuk menghindarkan
trauma menumpuk, pikiran kusut, mari kita melakukan katarsis.
Katarsis bisa menghilangkan
kecanduan narkoba, obat-obat anti depresi, kecanduan rokok dll. Untuk panduan
katarsis sekaligus latihan untuk memberdaya diri silakan menghubungi AnandAshram.
Terimakasih... Namaste _/l\_
Biaya Riset Menulis: dari "Antologi Rasa" hingga "Hermes Temptation"
19.59 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Masih dalam rangka memperingati Hari Buku dan Hari Hak Cipta sedunia, saya akan membahas biaya riset seorang penulis. Memang modal utama seorang penulis
adalah kepekaan dia terhadap kejadian di sekeliling, kepekaan dalam menangkap emosi
seseorang, tekad yang kuat untuk merangkai kata menuangkan ide, pemikiran menjadi
sebuah cerita. Namun tetap ada biaya riset!
Saya membaca dari salah satu buku
Pak Anand Krishna, bahwa untuk
menulis satu buku, minimal seseorang telah membaca 20 buah buku. Membaca,
terinspirasi, menjadikan referensi tidak berarti copas karya orang lain. Perhatikan deh buku hasil copas,
aliran cerita semacam dipaksakan.
Sebagai orang lebay saya berpendapat
bahwa buku yang ditulis sepenuh hati itu menjadikan sebuah buku bernyawa. Buku
hasil copas bagaikan buku zombie qiqiqi.
Seseorang bisa saja menulis cerita
dengan latar belakang satu tempat misalkan Swiss padahal belum pernah
berkunjung ke Swiss. Penulis bisa riset dengan banyak membaca dan googling tentang Swiss, melihat foto
tentang Swiss, membaca tentang budaya Swiss, tempat hang out yang hips di Swiss dll. Penulis kudu mengeluarkan biaya untuk koneksi internet dan untuk beli buku
atau majalah kan. Riset perlu biaya booo!
Bagaimana seorang Agustinus Wibowo menulis buku-buku “Garis Batas”, “Selimut Debu” atau “Titik
Nol” ? Dengan berkelana ke tempat-tempat menantang yang diceritakannya.
Menulis buku-buku tersebut membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, keberanian
bertualang dan yang pasti duit binti hepeng. Memangnya bisa beli tiket dan
membayar akomodasi dengan senyum saja?
Saya membaca tweet penulis Ika Natassa @ikanatassa yang menulis cerita tentang proses riset pembuatan
buku. Penulis novel laris “A Very Yuppy
Wedding”, “Antologi Rasa”, “Divortiare”, “Twivortiare” ini menulis bahwa komisi dari penjualan novel dia
dipergunakan untuk biaya riset. Ika Natassa hidup mapan sebagai Bankir
berprestasi. Toh Ika perlu juga duit komisi penjualan buku untuk riset buku
berikutnya. Bankir yang menulis untuk fun
tetap perlu duit komisi apalagi penulis yang hidup sepenuhnya dari hasil
penjualan buku.
Ika menulis di twitter bahwa
riset pembuatan novelnya “Antologi Rasa”
memakan biaya yang besar. Antara lain riset beli tiket untuk melihat langsung
balap F1 di Marina Bay Circuit Singapore. Harga tiket nonton sama dengan harga sebuah sepeda motor, belum
tiket pesawat Jakarta-Singapore pp, biaya hotel, biaya makan di sana.
Ika juga terbang ke Bangkok untuk
menonton langsung konser John Mayer.
Yak bisa diperkirakan biaya tiket nonton konser, biaya tiket pesawat
Jakarta-Bangkok pp plus akomodasi...
Menurut Ika, bisa saja menulis
berdasarkan hasil baca dan googling.
Namun Ika memilih untuk mengalami langsung agar merasakan bagaimana rambut
berkibar diterpa angin saat menonton balap F 1 yang legendaris itu. Dengan
mengalami sendiri satu peristiwa, cerita yang ditulis bisa lebih bernyawa.
Jelas sekali bila kita membeli
buku bajakan maka penulis tidak mendapatkan uang komisi. Otomatis tidak ada
biaya riset yang membuat penulis patah arang tidak mau menulis lagi. Yang rugi
adalah kita para pembaca karena tidak mendapat hiburan/pengetahuan/kebijakan
dari sebuah buku yang menarik.
Saya baca buku terbaru Miss Jinjing Amelia Masniari “Belanja Sampai Mati di Turkey” bahwa
Miss Jinjing perlu berkali-kali datang ke Turkey dalam rangka menulis bukunya.
Miss Jinjing –MJ- harus merasakan menginap di beberapa hotel terbaik, mencoba
tempat2 hang out yang lagi hips (happening), mendatangi tempat-tempat belanja yang hips disana, dan pastinya menjinjing
belanjaan.
Saat menulis “Belanja Sampai Mati
di China”, MJ perlu beberapa kali ke China, menyusuri tempat-tempat belanja
yang terkenal atau yang unik. Hitung saja tiket pp Jakarta-China, ongkos
menginap di hotel, ongkos high tea di cafe atau hotel bintang lima, ongkos lunch atau dinner di restoran hips tempat Tai-Tai
(Nyonya-nyonya Besar) hang out. Dan
pastinya ongkos belanja selama disana. Tak mungkin lah MJ datang ke tempat
belanja yang oke kemudian pulang
tanpa menjinjing.
Demikian pula saat pembuatan
buku-buku yang lain, “Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Paris”, “Miss Jinjing
Belanja Sampai Mati di Korea”, “Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Dubai”,
“Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di Jepang”. Semuanya perlu biaya riset yang
besar. Coba renungkan wahai pembajak dan pembeli buku bajakan.
Coba baca deh buku ‘Hermes Temptation” yang ditulis Fitria Yusuf dan Alexandra Dewi. Dewi berkali-kali terbang ke Paris untuk belanja di butik eksklusif Hermes. Tiket pesawat bussiness class Jakarta-Paris pp, beli
tas-tas Hermes, hotel dan akomodasi selama di Paris pastinya besar biayanya.
Syukurlah kita tidak perlu mengeluarkan duit segitu banyaknya untuk mengetahui
lika-liku pembelanja Hermes. Cukup menukarkan duit 125 ribu di toko buku, kita
mendapatkan pengalaman itu hihihi. Terimakasih kepada para penulis.
Mari membeli buku asli. Buku
bajakan? Tidaaakkk!!!
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Jumat, 26 April 2013
Perang Melawan Pembajak !!!
11.16 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Tanggal 23 April kemarin
adalah hari buku ya. Sorry telat
ngucapin. Selamat Hari Buku. Terimakasih untuk para penulis. Entah bagaimana
jadinya bila di dunia ini tak ada buku. Rasanya bagai katak yang hidup dalam
tempurung yang akhirnya mati depresi.
Hari Buku dirayakan sekaligus dengan Hari Hak Cipta sedunia . Warga Romania mengadakan acara peletakan
buku di alun-alun kota Bucharest sebagai protes karena Romania dinilai tidak terlalu
menghargai hak cipta.
Menulis buku itu tidak mudah.
Saya pernah menamatkan satu buku setebal 500 halaman selama dua hari. Menurut
penulisnya, buku itu ditulis selama 8 bulan. Selama 8 bulan itu si penulis buku
itu bertapa, jarang keluar rumah agar bukunya bisa memenuhi tenggat jadwal.
Saya suka tenggelam dalam
cerita yang ada dalam novel. Saya tidak suka membaca cepat ketika membaca sebuah
novel karena saya suka menghayati cerita seakan-akan saya ikut masuk dalam
cerita itu. Menikmati novel menarik ditemani secangkir teh hangat adalah satu
kenikmatan hidup... What a life...
Penulis buku tidak bisa sesantai
pembaca. Dia harus mencari referensi sana-sini, googling sana-sini agar
ceritanya natural. Penulis harus mikirin plot, alur cerita, karakter
tokoh-tokoh, lokasi para tokoh dll. Pokoke kudu kerja keras! Nah, bagaimana perasaan
seorang penulis ketika tulisannya
dibajak? Kira-kira sama dengan petani
yang menanam sawah lalu hasil panennya dirampok!
Saya membaca tweet blogger
terkenal Iman brotoseno @imanbr .
Tulisan di blog nya di copas orang,
dijadikanbuku, lalu buku itu saat ini dijual di toko-toko buku seperti
Gramedia. Bila kita jadi @imanbr, gondok
ndak ? Sudah capek-capek mikir, tulisan kita di copas, dan dijadikan duit
oleh pihak lain.
Saya juga membaca curhat
penulis terkenal A.S. Laksana @aslaksana
di twitter. Novel yang dikerjakannya selama 6 bulan dibajak orang hanya dalam
waktu dua hari.
Saya beberapa kali membaca
keluhan penulis Andrea Hirata di koran-koran tentang kegalauan beliau pada praktek
pembajakan buku. Penulis itu butuh waktu riset untuk menulis satu novel, di
luar waktu penulisan, pengeditan hingga satu buku terbit. Buku yang diterbitkan
perlu dipromosikan agar laku keras. Bila laku keras, uang honor penulisan tidak
langsung masuk ke rekening penulis, harus menunggu. Demikian pula yang saya
baca dari pengalaman Dewi Lestari @deelestari
pada buku “My Life as a Writer”.
Bila buku hasil karya penulis
dibajak, si penulis mau makan apa? Memang ada kiat-kiat penulis untuk bertahan
hidup atau kaya dari hasil menulis. Namun tetap saja tindakan membajak buku ini
memukul penghidupan para penulis.
Saya perhatikan Raditya Dika tidak atau belum pernah
mengeluh tentang pembajakan. Buku-buku Radith dijual murah, hanya sekitar 39
ribu rupiah. Buat apa beli buku bajakan seharga 20 ribu bila hanya beda-beda
tipis dengan buku asli. Raditya Dika bisa mendapatkan penghasilan besar dari
iklan yang tayang di tv atau media massa, bisa juga dari iklan via twitter.
Dengan sekitar 4.6 juta follower, Radith dengan mudah mendapat penghasilan dari
iklan.
Penulis novel best seller
seperti Andrea Hirata, Dee Lestari, Iwan Setyawan bisa mendapat duit lebih dari
novel yang dibeli produser film. Rezeki selalu ada ya untuk orang-orang yang
giat dan tekun bekerja pada bidangnya.
Banyak juga ternyata jenis
karya yang perlu diperhatikan hak ciptanya. Selain hak cipta tulisan/ buku, ada
hak cipta lagu, hak cipta program komputer, hak cipta fotografi, hak cipta untuk
penemuan-penemuan lainnya. Ada hak cipta untuk penemuan metode langsing a la A,
atau cara bebas kecanduan narkoba lewat metode B dst.. Namun ada saja pihak
yang mengambil metode B, membuat perbedaan sedikit lalu memperkenalkan metode B
sebagai penemuannya. Nah itu die...
Saya pernah membaca buku yang tampaknya keren. Ternyata isi
bukunya adalah copas dari beberapa penelitian orang lain lalu dipermak jadi
buku dia. Mungkin si penulis ini tidak tahu bahwa akan ada orang-orang yang
bisa menangkap kejanggalan-kejanggalan pada bukunya. Jadi prihatin pada penulis
tanpa etika ini.
Kita akan memetik apa yang
kita tanam. Bila kita sadar atau tak sadar memakai hak orang lain, maka kita
akan menanggung akibatnya, saat ini atau nanti...pasti!
Terimakasih... Namaste_/l\_
Minggu, 21 April 2013
KOCOK: Cerita tentang Arisan Ibu-ibu Sosialita
21.37 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Kerabat saya yang (saat itu
berduit) mengomentari hobi saya beli buku, “Mending uang untuk beli buku dipakai
untuk beli makanan dan baju”.
Aaaaaa, jadi minder, secara dia
orang kaya sementara saya orang biasa yang cukupan (amiin) ajah. Saya jadi
mengurangi baca buku. Lalu menyesal di kemudian hari. Saya jadi ketinggalan
banyak hal, banyak info penting yang saya lewatkan. Dan info adalah kekuatan!!
Saya beberapa kali kena tipu orang dan tidak bisa ngeles karena kurang info.
Pelajaran juga untuk saya agar
menyaring kuping. Berteman dengan orang sempit membuat kita ikut sempit dan
bodoh.
Kerabat saya ini kemudian menjadi
bulan-bulanan “teman” karena tidak mau membaca dan mencari info. “Teman” bisa
menjerumuskan... kudu berhati-hati dengan pergaulan dan info. Kerabat saya itu
saat ini bangkrut, dan harus hidup sangat sederhana. Semoga beliau menjadi
makmur kembali, amiiin.
Bertahun-tahun saya bercita-cita
untuk mendukung pendirian Khilafah, negeri berdasarkan syariah Islam. Saya
telusuri, mengapa saya bisa punya pemikiran seperti itu? Ternyata karena
buku-buku di rumah saya hanya terbatas pada satu pemikiran. Ibu saya memang
langganan majalah Kartini. Saya sejak kecil langganan majalah Kuncung, Kawanku,
Bobo dan dilanjutkan dengan langganan majalah Gadis. Namun buku-buku di rumah
saya terbatas pada buku-buku tulisan aktivis Muhammadiyah. Bapak saya pengurus
Muhammadiyah di daerah saya jadi saya tumbuh dengan majalah Muhammadiyah. Buku
yang mempengaruhi saya saat kecil adalah buku M. Natsir “Kapita Selecta” yang mengusung ide pendirian Khilafah.
Saya tidak salah ketika membaca
buku “Kapita Selecta” M. Natsir. Menjadi tidak tepat ketika saya tidak membaca buku
pembanding. “Kapita Selecta” mengusung pemikiran M. Natsir yang menentang
pemikiran Bung Karno soal NKRI. Sepatutnya saya juga membaca buku-buku tentang
pemikiran Bung Karno.
Perhatikan perdebatan di beberapa
forum online, facebook atau twitter. Seseorang yang fanatik tidak akan mau
membaca buku yang membahas pemikiran yang berseberangan dengan keyakinannya.
Tidak akan terjadi diskusi sehat dengan orang yang cupet. Yang ada adalah
perang kata-kata penuh stigma seperti “kafir”, “liberal” dst.
Btw, baru-baru ini saya membaca
buku yang berjudul “KOCOK – the Untold
Stories of Arisan Ladies and Socialites” tulisan Joy Roesma dan Nadia Mulya.
Syukurlah di dunia ini ada buku
dan penulis sehingga saya bisa menyelami kehidupan sosialita tanpa harus
mengalaminya. Saya tidak mampu untuk memiliki gaya hidup seorang sosialita, pastinya
hehehe. Berkat buku dari dua orang sosialita ini, saya seakan-akan masuk ke
dunia sosialita dan bisa belajar dari pengalaman-pengalaman heboh mereka.
Tidak kuat boo bila saya memaksa
untuk bergaya seperti seorang sosialita. Tiap hari makan di Pasific Place,
Plaza Senayan, Sency, Grand Indonesia, Citos, Mall of Indonesia mana kuaaaat!
Selain biaya arisan, biaya makan, biaya transport, perlu banget biaya
penampilan. Biaya baju, sepatu, tas, perawatan kulit, biaya salon, parfum,
accessories yang bermerk pastinya muahaaal!!! Namanya juga ke Mall setiap hari,
pastinya tidak terlewatkan window
shopping. Jadi kepingin ini kepingin itu, lalu beli juga barang yang
harganya terjangkau. Kalo maksa juga, menurut buku ini, ditanggung akan jual
rumah dalam waktu dekat!
Ada selebtwit yang setiap hari
makan di mall-mall besar seperti Sency atau PP. Memang pekerjaannya menuntut untuk
entertainment setiap hari dan penghasilannya juga besar. Gaya hidup tiap hari
ke mall bisa ditanggung oleh dia. Beda dengan saya yang harus menghemat. Saya
bisa setiap hari nongkrong di tempat seperti Sevel, minum teh di cafe XXI atau
ngopi di J.Co sambil baca buku. Selain itu, bisa bangkut!
Demikian curhat saya untuk hari
ini. Membaca itu penting dan perlu *smile
TerimaKasih...Namaste _/l\_
Gambar di atas berasal dari topdunia.com
Langganan:
Postingan (Atom)
Translate
Blog Archive
-
▼
2013
(108)
-
▼
April
(11)
- Berkah Lupa: dari novel "The Opposite of Fate"
- Biaya Riset Menulis: dari "Antologi Rasa" hingga "...
- Perang Melawan Pembajak !!!
- KOCOK: Cerita tentang Arisan Ibu-ibu Sosialita
- Peringatan ARB kepada Anas Urbaningrum
- Membaca Ekspresi Adi Bing Slamet & Arya Wiguna: Ka...
- Bangsa Pendendam yang Mudah di Adu Domba
- Silencing The Buddha: from Cloud Atlas the Movie
- Be Aware: from"How to Hack the Human Brain"
- Afirmasi pada Neo Kundalini Yoga
- Be Fearless: from The Croods The Movie
-
▼
April
(11)
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala