Rabu, 23 Oktober 2013
Tukang Koran Langganan
21.02 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari Facebook Flower Power |
Sudah beberapa bulan ini saya
berniat untuk berhenti langganan koran. Ibu saya, 84 tahun, sudah malas membaca
koran. Saya sendiri mengakses berita via koran online. Namun saya masih menunda
untuk berhenti berlangganan. Saya merasa sedih karena harus berpisah dengan
tukang koran langganan selama 10 tahun.
Begitulah, keadaan berubah. Ada
pertemuan, ada perpisahan. Koran, majalah, buku sudah tergantikan oleh koran
elektronik, majalah elektronik, buku elektronik. Namun, tetap ada rasa sedih
ketika harus berpisah...
Kemarin saya menonton liputan
tentang tukang topeng monyet di tv. Salut untuk Gubernur Jokowi yang melarang
topeng monyet di Jakarta. Kasihan monyet disiksa untuk mencari duit bagi
majikannya.
Tukang topeng monyet mengeluh, “Terus
kami mau cari makan di mana?”
Jadi teringat tagline para
pengamen di bis kota, “Kami terpaksa
mengamen karena tidak ada lowongan pekerjaan”.
Semakin hari semakin banyak
banyak pengamen di bis kota. Rasanya tidak enak bila tidak memberi uang receh.
Akibatnya, susah untuk beristirahat di bis. Apalagi bila suara pengamennya cempreng atau fals trus keras pula. Benar-benar ujian kesabaran!
Seorang sopir angkot berkomentar,
“Mereka (para pengamen) ini malas bekerja. Karena bekerja itu harus disiplin,
tidak boleh sesuka hati. Ngamen kan waktunya bisa seenak mereka. Saya sejak
muda tidak mau mengamen. Lebih baik jadi kernet angkot atau berjualan.”
Dengan adanya perkembangan
teknologi komunikasi maka kita harus menyesuaikan diri, harus kreatif. Apa
bisnis yang tenggelam, ada bisnis yang muncul. Misalnya, bisnis jual pulsa.
Agar sukses seseorang harus
kreatif, punya niat yang kuat, punya keahlian dan mau bekerja keras. Demikian
yang saya baca pada buku Total Sukses karya
Bapak Anand Krishna.
Namun ada yang “salah” dari
masyarakat kita. Masyarakat kita suka membeli buah, sayur, bawang,
barang-barang dari Cina. Bahkan batik pun beli batik Cina karena lebih murah
daripada batik produksi dalam negeri!
Bandingkan dengan nasionalisme
orang Jepang, orang Korea, orang India. Orang Jepang akan membeli produk mereka
sendiri walau lebih jelek dan lebih mahal daripada produk negara lain. Itulah
mengapa industri mereka berkibar di dunia. Karena mereka mendukung
saudara-saudara mereka sebangsa!
Beda dengan masyarakat kita. Beli
sayur, buah, barang, batik dari Cina karena lebih murah. Padahal banyak petani
kita yang menjerit, menangis karena hasil tanaman mereka tidak dibeli. Industri
dalam negeri kita juga banyak yang tumbang karena tidak didukung oleh
masyarakat!!!
Semakin hari semakin banyak
pengangguran, semakin banyak penipu, perampok di negeri ini. Orang kaya juga
tidak akan merasa aman. Setiap hari semakin banyak sms penipuan masuk ke
handphone saya...
Bangsa ini miskin kesadaran.
Sementara Guru Spiritual yang membangkitkan kesadaran, diperlakukan begitu
keji, difitnah begitu keji, dipenjara walaupun tak bersalah...
Salam prihatin...
Terimakasih... Namaste _/l\_
Label:
Life
|
0
komentar
Penghasilan 15 Juta per Bulan
18.57 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari Facebook Flower Power |
Saat makan di Bekasi Square, saya
bersebelahan dengan beberapa Ibu yang sedang berbincang dengan antusias tentang
bisnis MLM yang mereka jalani. Rupanya MLM yang mereka jalani adalah MLM
makanan kesehatan yang konon melangsingkan.
“Ternyata sehabis minum “shake”
kita jangan makan dulu. Karena percuma, nutrisinya akan kegilas makanan yang
masuk barengan,” cerita Ibu A.
Saya tertawa dalam hati. Memang
ada yang tidak bisa masuk perut secara bersama misalnya, antibiotik dan susu,
karena susu akan menetralkan antibiotik itu. Tapi minuman kesehatan tidak boleh
disambung dengan makanan? Hihihi, maksudnya agar diet. Percuma dong makan makanan
diet terus disambung dengan makan seperti biasa.
MLM minuman shake ini menawarkan
program pengelolaan berat badan alias diet sebagai penarik pelanggan. Namanya
juga diet, harus atur makanan, harus menahan nafsu makan, harus olah raga.
Tidak bisa kurus atau gemuk dalam sekejap, kecuali suntik kurus yang banyak
efek samping.
Saya punya banyak kenalan yang
berhasil dalam menurunkan berat badan sehingga berat badannya ideal. Kuncinya
adalah mengendalikan diri. Ada beberapa teman tetap langsing pada usia
menjelang 50 tahun. Mereka melakukan diet food
combining. Pagi-pagi hanya makan buah atau minum jus. Siang baru boleh
makan. Hasilnya memang mengagumkan. Badan tetap tipis padahal menjelang umur 50
tahun. Saya pingin juga langsing, namun belum bisa hanya makan buah di pagi
hari. Perut berontak hihihi.
Saya disapa oleh ibu-ibu itu dan
diberi brosur MLM itu. Oh, ternyata brosur MLM yang sudah terkenal itu. Saya
tidak berminat untuk mengikutinya. Sudah beberapa MLM saya ikuti dan begitulah
hihihi. Saya mengikuti tweet Pak Poltak
Hotradero @hotradero tentang bisnis MLM. Dan saya setuju dengan pendapat
Pak @hotradero. Tidak mudah untuk menjadi kaya dari bisnis MLM.
Pada brosur yang saya terima
tertulis “Dapatkan Pelatihan menjadi Distributor dengan Income Rp 5 jt – 15
juta/ bulan”.
Ow, menarik sekali. Mungkinkah
itu? Mungkin. Dengan upaya keras, kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki.
Termasuk perlu biaya transportasi untuk “membina” downline. Biaya transportasi
ini bila dihitung-hitung menguras isi dompet. Dan menguras waktu banyak sekali.
Seorang teman mengeluh karena
terganggu dihubungi terus oleh kerabat yang bisnis MLM.
“Kerabatku menawarkan makanan
kesehatan, katanya, tetangga yang stroke sembuh setelah mengkonsumsi makanan
kesehatan itu. Aku juga dulu begitu, sering lebay
dalam promosi alias cipoa. Banyak
teman dan saudara yang termakan promosiku sehingga mengeluarkan uang hingga
beberapa juta, ada yang dua puluh juta, untuk membeli produk yang aku tawarkan.
Hasilnya hihihihi. Hanya omong besar. Produknya ternyata biasa saja. Yang hebat
adalah promosi kita wkkkkk,” cerita si teman ini.
Demikian... perlu akal sehat agar
tidak terjebak dalam harapan palsu.
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Label:
Life
|
0
komentar
Selasa, 08 Oktober 2013
Belajar dari Penulis Serba Bisa: Dewi Lestari
22.29 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Tulisan ini saya kutip dari buku
“My Life as Writer” karya Haqi Achmad dan Ribka Anastasia Setiawan.
Namanya juga kutipan, isinya hanya sedikit dong dibandingkan dengan bukunya.
Yang penasaran silakan beli di toko buku ya...
Penulis fenomenal. Mungkin itu sebutan yang paling pas untuk seorang
Dewi Lestari. Awalnya publik lebih mengenal sosoknya sebagai seorang musisi
sampai akhirnya di 2001, Dewi melakukan gebrakan besar dengan menerbitkan novel
pertamanya Supernova: Ksatria, Puteri,
dan Bintang Jatuh.
Setelah novel pertama, langkah Dewi di dunia tulis-menulis seakan tidak
dapat dibendung. Dewi melanjutkan langkahnya dengan menerbitkan Supernova: Akar di 2002 dan pada 2005 ia melanjutkan
seri Supernova dengan menerbitkan buku berikutnya yang diberi judul Petir.
Dewi menerbitkan kumpulan cerpen Filosofi
Kopi di 2006. Di 2007, Dewi membuat novel digital pertama berjudul Perahu Kertas. Pada 2008, Dewi membuat Rectoverso dan di 2009 Perahu Kertas
diterbitkan dalam format buku. Tahun 2011 Dewi kembali menerbitkan kumpulan
cerpen yang diberi judul Madre dan
setahun setelahnya ia menerbitkan buku keempat dari seri Supernova yang
berjudul Partikel. Perjalanan Dewi
sebagai penulis memasuki titik baru ketika ia menulis skenario film Perahu
Kertas yang disutradarai Hanung Bramantyo.
Dewi Lestari terus membuat banyak orang kagum dengan karya-karyanya.
Dewi terus membuat semua orang yakin bahwa ia memang juaranya, bahwa apa pun
yang dihasilkannya akan selalu menjadi magnet yang menarik banyak orang. (halaman
86).
Dewi mulai menulis sejak ia kelas 5 SD. Pada waktu itu, Dewi memiliki
khayalan yang kemudian menggerakkannya untuk mulai menulis.
Jika ada hal paling rutin yang aku lakukan seumur hidupku, selain makan dan minum, hal itu
adalah menulis buku harian.
Dewi rutin menulis buku harian, menuliskan ceritanya dengan tulisan
tangan hingga 1995.
Dimuatnya cerpen di majalah Mode dan kemenangan pada lomba menulis di
majalah Gadis membuat motivasi Dewi untuk menulis menjadi lebih kuat. Dari motivasi
tersebut, Dewi melangkah lebih lanjut.
Penulis handal tidak muncul
tiba-tiba. Dia rajin melatih diri. Bisa dengan rajin menulis buku harian
seperti Dewi. Bisa dengan rajin membayangkan sebuah cerita dan mulai merangkai
cerita itu dengan tekun seperti yang dilakukan oleh JK. Rowling.
Apa yang membuat Dewi memutuskan untuk menjadi penulis?
Pertama, karena menulis adalah sesuatu yang aku bayangkan akan terus
aku lakukan sampai tua nanti. Di satu sisi, menulis adalah profesi yang sangat
langgeng dibandingkan dengan industri hiburan atau dunia olahraga. Atlet
hidupnya sangat terbatas, penyanyi terbatas, model juga terbatas. Tapi kalau
menulis, sampai seseorang tua renta, selama fisik dan otaknya dapat bekerja, ia
dapat terus menulis. Bahkan ketika seseorang tidak lagi dapat mengetik, ia
dapat menyuruh orang untuk mengetik.
Kedua, menulis memberikan kemerdekaan untuk lebih banyak di rumah.
Menulis tidak mengharuskanku terjebak macet di jalan. Menulis membuatku tidak
perlu tampil menjadi orang lain yang bukan diriku. Dalam artian aku nggak perlu
make up atau dandan heboh untuk menunjukkan aku penulis. Sebagai penulis, aku
berbicara lewat bukuku.
Kamu ingin menjadi penulis?
Menurut Dewi ada beberapa syarat yang wajib dipunya jika kamu ingin
menjadi penulis:
1.
Berani
Gagal
2.
Berani
Berhasil
3.
Menjadi
Pengamat yang Baik.
4.
Jujur
dengan diri sendiri.
Kalau dari parameter luar, kesuksesan penulis dapat dilihat ketika
bukunya masuk ke kategori bestseller dan dia bisa mandiri dari royalti menulis.
Menurutku, itu adalah tolak ukur yang sangat jelas.
Kamu ingin menjadi penulis tapi merasa bahwa kamu tidak memiliki bakat
menulis? Jangan sedih! Menurut Dewi, faktor
untuk menjadi penulis bukan bakat, melainkan kerja keras.
Ingin mengintip cara Dewi Lestari dalam menyelesaikan buku?
“Tiap ada proyek atau buku yang
sedang aku kerjakan, aku harus pakai target, kalau nggak ada target semuanya
bisa molor.”
“Menurut aku, kunci jawaban dari
segala distraksi ketika menulis adalah tenggat. Kalau ada deadline, kamu
akan menemukan berbagai macam cara untuk menyelesaikan tulisanmu. Kalau nggak
ada tenggat bisa saja kamu berhenti menulis”
“FYI, aku tidak menulis setiap hari. Aku punya jadwal menulis ketika
aku sedang punya proyek atau sedang menyelesaikan buku. Sifatnya lebih ke
project based. Aku juga pengin punya rasa bebas dan tidak tiap hari menulis.”
“Karena sesungguhnya aku pun
punya masalah dengan rutinitas. Seperti sekolah misalnya. Aku, tuh, selalu
bertanya-tanya, why do I have to be at the same place at the same time,
everyday? Bagiku itu neraka.”
“Menulis pun sama. Tapi ketika aku sudah set up, misalnya,” Oke aku mau
nulis proyek baru”, aku benar-benar dalam sekian bulan akan terus menulis dan menjadikannya
ritual. Tapi setelah proyek itu selesai aku mau menikmati masa-masa tanpa menulis,
hanya baca, main sama anak, dan melakukan hal lain tanpa harus dikejar-kejar
nulis.”
Apa manfaat menulis yang telah Dewi dapat?
“Jika ditanya apakah menulis bisa membuat hidupku lebih berkualitas,
bermutu, dan berbahagia, jawabanku, ya. Karena ini memang hal yang aku inginkan
banget. Dan di sini aku berkembang. Aku bertemu banyak orang karena menulis.
“Dan saat ini bisa dibilang menulis adalah nafkahku, profesiku. Aku
tidak banyak lagi ambil job musik yang banyak keluar rumah. Aku lebih banyak
nulis di rumah dan sebagian besar pendapatanku adalah dari royalti. Jadi,
menulis adalah tempatku mencari nafkah.
Demikian kutipan tentang Dewi Lestari dari buku My Life as a Writer. Kutipan ini tidak sampai 3 halaman, sementara
bukunya setebal iv + 192 halaman. Buku ini berkisah tentang pengalaman Alanda
Kariza, Farida, Clara Ng, Vabyo, dan Dewi Lestari dalam meniti karir dan
menjalani profesi sebagai penulis.
Keren kan...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Belajar dari Penulis Produktif: Clara Ng
15.47 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Saya suka rubrik “Aku &
Rumahku” pada Harian Kompas Minggu, 6 Oktober 2013, yang menampilkan rumah
Clara Ng. Yang menarik sih adalah cerita penghuninya karena penataan rumah
Clara tampak sederhana. Yang unik mungkin koleksi ribuan buku pada ruangan
kerja Clara.
“Saya menulis di satu laptop, tetapi mengerjakan tulisan itu dengan mengakses
dua laptop dan ribuan buku di ruangan ini,” katanya tertawa.
Sisanya, Clara sendirian. Ia memang selalu menganggap proses kreatifnya
adalah kerja soliter. Kesendirian memberinya ruang dan waktu untuk
bercengkerama dengan tokoh-tokoh rekaannya, melintaskan mereka dari ruang dan
waktu rekaan yang satu ke ruang dan waktu rekaan lainnya.
Menulis memang pekerjaan yang
menuntut kesendirian. Walau ada yang penulis yang suka menulis di cafe, tetap
saja dia “menyendiri” dalam dunia menulis. Hanya ada dia dan tulisannya.
Gemericik air dari kolam di samping ruang keluarga itu lebih sering
terdengar dibanding suara televisi gara-gara “no tv rule” yang diberlakukan
bagi Elysa dan Catrina.
“Sudah tiga tahun kami dilarang
menyalakan televisi,” tutur Elysa tersenyum-senyum. Hasilnya, Elysa lebih
banyak membaca, bahkan mulai melahap dan menulis resensi karya para peraih
Nobel Sastra, seperti Ernest Hemingway atau William Faulkner, di dalam blognya.
Semua, lagi-lagi dari kamar kerja Clara.
Televisi banyak menyita waktu ya.
Karena tidak menonton televisi, Elysa dan Catrina jadi banyak membaca, dan
menulis di blog! Membaca membuat seseorang lebih cerdas, beda dengan menonton
televisi yang membuat otak tidak berimajinasi.
Saya terkesan dengan blog Elysa
Ng. Elysa masih berusia 11 tahun namun sudah bisa menulis resensi buku yang
berbobot, dengan bahasa Inggris yang lancar pula.
“Saya hanya keluar rumah jika
memiliki tujuan pasti dan tidak mengundang kawan ke rumah. Tidak ada
pelatihan menulis di rumah, tidak ada perbincangan dengan kolega di rumah. Tamu
yang paling sering datang adalah kurir pembawa kontrak kerja penulisan,” tawa
Clara lepas.
Jarang keluar rumah dan rajin
bekerja adalah rahasia mengapa Clara begitu produktif. Saya pernah membaca twit
Alberthiene Endah, penulis yang sangat produktif, bahwa beliau mengurangi acara pergi-pergi, main ke mall, agar bisa produktif menulis. Nongkrong di cafe atau sering ke mall memang
membuang-buang waktu.
Ada “kemewahan” lain Clara, sesuatu yang selalu menautkan dengan
kenangan masa kecilnya. Di rumah Clara, sang ayah “menyita” sebuah ruang di lantai
atas untuk menaruh ratusan koleksi guci dan keramik yang diselamatkan dari 16
kapal dagang yang berabad-abad silam tenggelam di berbagai laut perairan Nusantara.
“Saya mengumpulkannya selama lebih dari 30 tahun,” kata sang ayah, Atma Djuana,
yang Selasa sore singgah di rumah Clara.
“Koleksi itu adalah bagian dari masa kecil saya,” katanya tertawa. “Masa
kecil saya hidup dengan kegemaran ayah saya memburu keramik dan guci kuno.
Karena hobi ayah saya akan barang bersejarah, setiap minggu saya dibawa jalan-jalan
ke museum di seluruh Jawa dan Sumatera,” ujarnya.
Tak aneh kalau Clara Ng selalu kaya khayalan, masa kecilnya memang kaya
warna. “Ah, saya malah belum pernah membuat cerita dari pengalaman masa kecil
keluar masuk museum itu,” katanya, lagi-lagi tertawa. Tertawa yang kemudian
menandakan keluarga ini selalu dilimpahi kebahagiaan.
Kekayaan seorang penulis memang
imajinasi. Dan kekuatan Clara adalah giat bekerja. Tanpa giat bekerja, mustahil
untuk menjadi penulis produktif.
Menarik bukan?
TerimaKasih...Namaste _/l\_
Label:
Profil
|
0
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala