Rabu, 31 Juli 2013
Masyarakat Al-Kepoiyah
20.31 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari Facebook: sottosopra69 |
Ngikik baca status Alexandra Rhea Wicaksono @alexandrarheaw.
Ada follower yang nanya kapan Arga
punya adik. @alexrheaw menjawab, “Kalo lajang ditanya kapan married, klo blom
punya anak ditanya kapan punya anak, punya anak ditanya kapan punya anak ke
dua”.
Hihihi... begitulah masyarakat al-kepoiyah. Sering saya membaca status
seseorang yang tak suka pertemuan keluarga saat ada perkawinan atau lebaran,
karena status dia sebagai “jomblo” akan dijadikan topik pembicaraan. Ada saja
orang yang bertanya mengapa masih jomblo. Masih lumayan kalo the end nya berupa nasihat, “Insya Allah
dapat jodoh, sabar ya, memang ada yang cepat ada yang lambat.” Ada juga nasihat
“Makanya jangan terlalu pemilih, ingat umur, masa subur wanita ada batasnya.” Bete gak sih hahaha...
Seorang teman bercerita, “Asyik
deh kumpul-kumpul tadi pas ada pembagian sembako untuk kaum dhuafa. Jadi tahu deh gosip terkini. Jadi tahu orang yang aneh-aneh, orang-orang yang
rumah dan mobilnya bagus tapi pelit menyumbang.” Nah, Teman ini pasti tak suka
bila yang jadi sasaran gosip adalah “dia” sendiri. Gosipin orang lain mungkin
menyenangkan, coba diri kita digosipin, emang enak?
Kadang bila bertemu seseorang di
satu pertemuan, saya akan menjawab “dua” bila ditanya “anaknya berapa”. Dalam
hati dilanjutkan, “Dua anak keponakan”. Karena menurut pengalaman, topik “tidak
punya anak” ini akan menjadi perbincangan yang panjang dan membosankan. Dari
pertanyaan “sudah ke dokter?”,
pertanyaan “yang bermasalah Ibu atau bapak?” dan varian pertanyaannya, hingga
nasehat-nasehat “Coba ke tabib ini, refleksinya jitu, teman saya yang sudah 10 tahun
tak bisa hamil berhasil hamil setelah berobat ke situ”, “Coba ke dokter XYZ,
dia bertangan dingin”, “Minum jamu RST, saudara saya berhasil hamil setelah
minum jamu itu.”
Ada yang kepo karena prihatin, menurut dia kebahagiaan hidup itu adalah
menikah – punya anak- menyekolahkan anak- menikahkan anak- momong cucu- lalu meninggal
dengan bahagia.
Padahal berapa persen pernikahan
yang benar-benar membahagiakan? Berapa persen anak yang membahagiakan (baca:
anak yang sukses menurut pemahaman orang tua) ?
Bila kebahagiaan terletak pada
anak, bagaimana dengan orang yang anaknya meninggal muda, yang anaknya sakit, yang
anaknya terlibat narkoba, yang anaknya tak berdaya menghadapi persaingan hidup
yang kompetitif ini?
Syukurlah saya percaya
reinkarnasi. Ada yang memilih tidak menikah atau tidak punya anak dalam
kehidupan ini, karena itu adalah “pilihan”nya. Sudah sekian masa kehidupan
seseorang ribet dengan masalah orang
tua, suami /istri, masalah anak, masalah keluarga besar. Bisa jadi dia ingin
hidup melajang dalam masa kehidupan ini. Dia ingin meng eksplorasi kemampuannya. Mungkin dia ingin menekuni ilmu yang sangat
diminatinya seperti sosok Anne Marrie Schimmel, Karen Armstrong, Desi Anwar
dll. Mereka lajang karena tenggelam dalam kenikmatan mencari dan berbagi ilmu.
Ada yang lajang atau “menikah tanpa anak” karena mereka pasangan yang ingin
berpetualang, ingin hidup khusus untuk menekuni hobinya.
Menarik cerita “Cinderella in Paris” Sari Musdar. Cerita ini merupakan
cerita perjalanan cinta seorang Saras Ratiban, juga perjalanan Saras ke
berbagai kota antara lain Paris, Melbourne, Amsterdam. Yang menarik adalah,
bagaimana seorang Saras Ratiban menghadapi lingkungan al-kepoiyah mengenai status
lajangnya hihihi...
Berita orang cerai adalah berita
yang menarik untuk masyarakat al-kepoiyah. Mengapa pasangan XYZ bisa bercerai,
siapa yang selingkuh sehingga mereka bercerai dll. Mulut sampe dower karena keasyikan memperbincangkan
perceraian seseorang. Kenikmatan bergosip bisa melupakan problem diri sendiri yang
mungkin lebih ruwet daripada problem orang yang digosipkan....
Lingkungan yang tidak kepo dalam
perjalanan hidup saya ini adalah lingkungan Anand Ashram. Mau melajang, mau menikah, mau menjanda, mau punya
anak, mau tidak punya anak, tidak bakal dikepoin,
tidak bakal diwawancara panjang lebar mengapa melajang, mengapa menjanda,
mengapa belum punya anak.
Sebenarnya kepo alias curiosity itu bagus bila diarahkan ke
hal-hal bermanfaat. Misalnya kita kepo
bertanya, untuk apa sih hidup ini, siapa aku dll. Juga kepo itu bagus untuk
mempertanyakan “ceramah-ceramah aneh” yang kadang kita dengar. Misalnya, apakah
benar Syiah itu perlu diusir, betulkah mereka kafir? Jadinya kita membaca
sejarah tidak secara sepihak saja sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman yang
luas. Bahwa ada aliran Sunni atau ada aliran Syiah itu mulanya karena perebutan
kekuasaan lalu karena perebutan kekuasaaan terus karena kekuasaan. Karena
memperebutkan kekuasaan (juga harta, wanita) akhirnya kedua kelompok bisa
saling mengkafirkan...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Minggu, 28 Juli 2013
Fira dan Hafez
07.04 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Buku “Fira dan Hafez” ini buku karya Fira terfavoritku. Karena buku ini,
antara lain, menceritakan pengalaman dan perjuangan hidup seorang Fira Basuki. Aku paling senang membaca
cerita pengalaman penulis favoritku. Bagaimana dia (si penulis) bisa menulis
begitu memikat atau begitu produktif ?
Buku “Fira dan Hafez”,
sebagaimana bisa ditebak dari judulnya, merupakan cerita perjalanan cinta Fira
dan Hafez. Sebagaimana telah kita ketahui, Hafez kembali ke rahmatullah ketika
pernikahannya dengan Fira baru berusia 4 bulan, di saat Fira sedang hamil muda.
Buku ini “padat”. Selain
menceritakan perjalanan hidup Fira, perjalanan hidup Hafez, kisah cinta Fira
dan Hafez, buku ini juga banyak memberikan tips sukses seorang Fira Basuki. Ada
juga lampiran cerpen-cerpen Fira, ada CD “Love You So Much” yang ditulis dan
dinyanyikan oleh Tantry Agung Dewani, adik kandung Hafez, di studio musik milik
Hafez.
Saya suka dengan cerita Fira
tentang ibunya, Ami yang sangat cantik dan telaten merawat diri. Ami lah yang
membuat Fira percaya diri dengan bakat menulisnya, membantu Fira meraih
cita-cita menjadi penulis dan wartawan. Ami selalu mengingatkan apa pun
cita-cita Fira agar menjadi yang terbaik. Ambisi Ami adalah kelima anaknya
kuliah hingga meraih master di Amerika. Dan itu tercapai! (halaman 15).
Ami adalah orang yang berjasa
menuntun saya hingga pencapaian saya di hari ini. (halaman 29). Saya menjadi
satu-satunya orang Indonesia yang mengambil jurusan jurnalistik di Pittsburg
State University.
Saya menjadi satu-satunya orang
Indonesia dan orang Asia Tenggara di jurusan itu, ketika melamar menjadi
reporter di koran kampus Collegio.
Pemimpin redaksinya, Adam, menantang saya, “Orang Amerika saja sering melakukan
kesalahan gramatikal, apalagi kamu orang asing. Kamu saya biarkan magang selama
tiga bulan tanpa gaji.” Walau “hanya”
koran kampus, para reporter Collegio
mendapat gaji layaknya profesional. Saya mengiyakan saja. Dalam waktu tiga
bulan, Adam menyerah. Ia berkata, “Tulisan dan dedikasi kamu membuat saya
kagum. Kamu saya terima jadi reporter disini.” Dengan cepat posisi saya berubah dari magang, jadi reporter, kemudian
sebelum lulus menjadi senior reporter. Ini karena saya tidak pernah menolak assignment atau tugas apapun. Saya
pernah mewawancarai polisi, senator, hingga pembunuh di penjara.
Saya pernah bekerja di televisi
dan radio, tapi memang menulis adalah jiwa saya. Saya tidak pernah mengeluh dibebani tugas apa pun, malah tidak jarang
saya menawarkan diri membuat artikel-artikel khusus yang menarik. Jenjang karir
saya di majalah memang tidak pernah mengalami tahapan-tahapan pelan. Saya
loncat jabatan, hingga dipercayai menjadi Pemimpin Redaksi majalah SPICE! di tahun 2004, lalu
dipindahtugaskan ke tanggung jawab yang lebih besar menjadi pemimpin redaksi
majalah Cosmopolitan-Indonesia
(terbit pertama kali 1997). Kini Cosmopolitan adalah majalah franchise terbesar
di dunia yang terbit di lebih dari 60 negara.
Halaman 31... Saya tidak pernah
bosan mengatakan bahwa menjadi penulis itu cool,
keren, agar generasi muda mau menjadi
penulis apa pun yang terjadi. Saya
percaya orang bisa hidup dari menulis,
buktinya saya. Saya hidup dari tulisan-tulisan saya, baik yang terhimpun
dalam rupa buku maupun yang menyatu dalam rupa pekerjaan saya sekarang sebagai
pemimpin redaksi. Oleh karena itu, untuk mengatur jadwal saya yang sangat
padat, saya dibantu oleh Mas Topik Hidayah selaku manajer pribadi untuk urusan
di luar pekerjaan kantor. Namun, ternyata tidak sedikit cemoohan yang saya
terima atas keputusan ini, menganggap saya terlalu berlebihan sebagai seorang
penulis fiksi. Sebenarnya, ada alasan
mendasar yang mendorong saya untuk mengangkat seorang manajer pribadi. Saya
ingin agar profesi penulis juga dipandang sebagai profesi bergengsi. Kalau
seorang artis saja bisa memiliki manajer, kenapa penulis tidak? Di luar negeri
hal itu biasa. Dan, yang terpenting, keputusan saya itu tidak sia-sia. Beberapa
kali saya menjadi model iklan, mulai dari iklan provider, produk sepeda motor,
hingga menjadi brand ambassador/ endorser-
tetap dengan predikat sebagai penulis.
Buku “Fira dan Hafez” ini bagus
dibaca untuk orang yang sedang berduka karena kehilangan seorang terkasih.
Bagaimana move on setelah masa
duka...
Hal 145... Saat mengetik ini
pukul 19.49 WIB, di kantor, sendirian di ruang redaksi. Saya mengingat Tuhan
(Allah) Yang Mahabaik. Rasanya hidup
saya ini ajaib sekali. Ketika saya memulai hidup sebagai single parent, saya hanya pulang membawa dua koper dari Singapura.
Allah Mahabaik, memberi saya keluarga yang mendukung lahir batin. Saya juga
tidak lantas terlantar, bahkan dengan mudah mendapat pekerjaan. Selain bekerja
dengan karir yang terus meningkat, saya juga diberi ide yang terus mengalir dan
bergulir menjadi buku-buku yang terbit satu demi satu. Memoar yang saya ketik
ini adalah karya ke-28, sejak Jendela-Jendela
terbit Juli 2001. Saya juga dianugerahi kesehatan lahir batin. Raga dan jiwa.
Sungguh tak terbayangkan bagaimana seandainya jiwa saya terguncang karena saat
Hafez meninggal, saya berpikir saya bisa jadi gila. Tapi Allah menjaga saya.
Allah juga yang menjaga kandungan saya, hingga saya bisa melahirkan Kiad dengan
normal dan selamat. Kiad juga keajaiban tersendiri, bukan cuma beda 13 tahun
dengan kakaknya dan lahir dari rahim saya saat saya berusia 40 tahun. Tapi,
Kiad adalah rezeki untuk saya dan keluarga serta bagian dari rencana masa depan
Allah. Sungguh Tuhan Mahabaik...
Saya suka bab 22 yang judulnya BERBAGI mulai halaman 150. Pada bab ini
Fira Basuki berbagi tentang kiat-kiat menulis, kiat sebagai Ibu, kiat bekerja/
berkarir. Trus ada Learn from the Expert. Belajar dari Einstein, Bill Gates, Donald Trumph,
Oprah Winfrey. Trus ada kiat awet muda, ada pelajaran dari Hafez.
Lagu Love You So Much (CD terlampir-note) ini menjadi salah satu bentuk
rasa cinta, rindu dan kehilangan yang saya persembahkan untuk Hafez... You’re my one and only, brother... I love
you so much...” Tantry Herself.
Buku ini perlu dimiliki. Dari
buku ini kita bisa belajar kegigihan dari Fira Basuki. Apartemen Fira pernah
diliput oleh Harian Kompas Minggu. Tampak apartemen Fira kecil untuk ditempati
oleh Fira, dua anak, dua asisten rumah tangga, sehingga Fira tak punya tempat
untuk meja tulis. Fira bisa menulis di tempat tidur. Hebat ya, padahal tidak
adanya meja kerja tulis khusus bisa dijadikan alasan untuk tidak menulis. Namun
tidak demikian untuk seorang Fira Basuki, seorang penulis dan wanita karir yang
tangguh. Thank you for writing Fira...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Jumat, 26 Juli 2013
Naik Kereta Api di Jakarta
10.00 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Link ini perlu dibaca dan
direnungkan oleh kita semua. “Jakarta yg Mengerikan” oleh Andre Vltchek: http://t.co/YlrqSAoycP
TerimaKasih untuk Andre Vltchek yang menulis artikel
tajam tentang Ibukota Republik Indonesia, Jakarta. Artikel aslinya dimuat di Counter Punch “The Perfect Fascist City: Take a Train in Jakarta” edisi 17- 19
Februari 2012. Artikel terjemahan ini dimuat di Kaskus. TerimaKasih untuk Fitri
Bintang Timur yang telah
menterjemahkan dan Rossie Indira
yang telah menyunting.
Artikel ini sangat berharga untuk
menjadi renungan kita semua. Andre bisa melihat kebusukan kita karena dia
“berjarak” dengan kita, penduduk Jabodetabek. Perlu jarak untuk melihat
sesuatu. Gajah sebesar apa pun bila ada di depan mata kita tidak bakal
terlihat.
Selama ini mungkin kita sudah
merasa bahwa ada yang salah dengan ibukota RI, Jakarta, dan kota-kota
penyangganya, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Kemacetan sudah merupakan hal
yang biasa. Padahal macet membuat waktu kita yang berharga terbuang di jalan.
Belum stress akibat macet.
Saya pernah baca status seseorang
di twitter bahwa jalanan Jakarta lebih berbahaya daripada jalanan di
Afghanistan. Saya belum pernah ke Kabul, namun saya setuju bila jalanan Jakarta
Bogor Tangerang Depok Bekasi sangat mengerikan, bagai hutan rimba dimana banyak
pengendara, terutama sepeda motor, yang tidak taat peraturan lalu-lintas.
Saya pernah berdiri mau mencegat
bis, tiba-tiba ada motor yang hampir menabrak saya. Si pengendara marah karena
saya menghalangi jalannya, padahal dia lah melanggar peraturan lalu-lintas.
Saya yang mematuhi peraturan lalu-lintas harus waspada kepada pengendara motor
yang melawan peraturan. Hal ini seringkali terjadi. Luar biasa stress di
jalanan Jakarta.
Kota tanpa transportasi
massal yang memadai, tanpa trotoar, tanpa taman. Taman besar di Jakarta mungkin hanya Taman Surapati dan
Taman Monas ya.
Kota ini menjadi kota yang mahal.
Trotoar kalau pun ada dipakai untuk berjualan, bagaimana penduduk kota ini mau
rajin jalan kaki.Bila mau berolah raga harus ke Senayan atau ke Fitness Centre,
berarti duit harus keluar. Mau santai baca buku tidak bisa ke taman, mau tidak
mau baca di Starbuck atau J.Co. Duit lagi... Bila mau menghirup udara segar
untuk menghilangkan kejenuhan, tidak ada taman yang bersih dan indah. Mau tak
mau hiburannya main di Mall. Pastinya biaya hidup yang menguras duit ini
membuat penduduk Jakarta stress. Anak-anak dan remaja melampiaskan stress dengan
main games dan ngebut di jalanan. Lapangan bola jarang ada siii.
Saya pernah langganan warnet
selama 1 tahun. Saat itu saya pusing dengan jaringan internet di rumah. Kadang
saya kesal karena saya tidak bisa untuk sekedar mengecek email di warnet langganan,
karena komputer dibooking oleh
anak-anak yang bermain games selama 5 jam.
Bagaimana masa depan anak-anak
yang menghabiskan 5 jam sehari untuk main game di komputer? Seorang teman
cerita bahwa dia merasa lebih aman bila anaknya main game di warnet daripada
main sepeda di jalan. Jalanan kompleks pun tidak aman karena anak-anak remaja
sering ngebut bila melalui jalan kompleks. Remaja-remaja itu merasa eksis
dengan ngebut naik motor keliling kompleks. Mereka lupa bahwa banyak orang yang
dirugikan, jalanan jadi tidak aman untuk pejalan kaki.
Tulisan Andre Vltchek ini menjelaskan bahwa bangsa ini miskin kesadaran.
Jalanan macet, kemiskinan dan sebagainya akibat pejabat-pejabat bangsa ini
mementingkan diri dan keluarga daripada kepentingan masyarakat banyak.
Bangsa ini perlu
revolusi...revolusi kesadaran. Namun orang yang sadar akan dimusuhi, difitnah,
dibunuh. Presiden yang sadar, yang berjuang untuk memberikan yang terbaik untuk
bangsa ini, Bung Karno, dikudeta dengan bantuan Amerika
Serikat. Presiden yang memiliki kesadaran, Gus
Dur diturunkan. Guru Spiritual yang berjuang membangkitkan kesadaran bangsa
ini, Anand Krishna, difitnah dengan keji, dijebloskan ke penjara untuk suatu
tuduhan tanpa bukti dan saksi mata. Absurd!
Saat ini harga bahan pangan
melonjak tak terkira. Cabe 100 ribu per kg. Gilaaa!!! Tahun 2005, Bapak Anand Krishna dengan National Integration Movement sudah
menyerukan untuk tidak import bawang, sayur, buah, garam dari luar negeri. Mari
memperkaya petani kita. Mari membeli produk dalam negeri agar usaha dalam
negeri tetap berkibar. Kurangi makan nasi hingga sekali sehari. Ada ubi,
jagung, sagu, singkong yang bisa dimakan agar bangsa ini bisa swasembada
pangan. Namun peringatan dari Guru Spiritual yang sadar ini, sering tak
diindahkan oleh pihak yang sedang merasakan manisnya fee dari import makanan. Jadi saat ini kita semua merasakan dampak
dari perbuatan pejabat-pejabat yang mementingkan kepentingan mereka sendiri.
Cabe seuprit Rp 5000 -akibat negara salah urus *nangis |
Tidak ada jalan lagi kecuali
membangkitkan kesadaran bangsa ini. Mari kita semua mengolah diri dengan banyak
ber tafakkur, meditasi, yoga, membaca
buku-buku bermutu untuk membangkitkan kesadaran dalam diri kita. Bila tertarik
untuk belajar meditasi dan yoga silakan ke AnandAshram.
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Jumat, 19 Juli 2013
Hideyoshi Sang Taiko
22.07 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Buku novel klasik mahakarya Eiji Yoshikawa yang berjudul “Taiko”
emang sarat falsafah. Walaupun Eiji suka mengutip Sun Tzu, saya suka dengan
cerita kebijakan Hideyoshi, Sang Taiko. Saya setuju dengan buku “The Gita of Management” Anand Krishna, dimana Krishna Sang Avatar lebih cocok untuk
menjadi panduan bagi eksekutif muda berwawasan modern dibandingkan dengan Sun Tzu.
Berikut pengantar sebelum
tenggelam dalam cerita “Taiko” :
“Menjelang pertengahan abad ke enambelas, ketika keshogunan Ashikaga
ambruk, Jepang menyerupai medan pertempuran raksasa. Panglima-panglima perang
memperebutkan kekuasaan, tapi dari tengah-tengah mereka tiga sosok besar muncul,
seperti meteor melintas di langit malam. Ketiga laki-laki itu sama-sama
bercita-cita untuk menguasai dan mempersatukan jepang, namun sifat mereka berbeda
secara mencolok satu sama lain; Nobunaga, gegabah, tegas, brutal; Hideyoshi,
sederhana, halus, cerdik, kompleks; Ieyasu, tenang, sabar, penuh perhitungan.
Falsafah-falsafah mereka yang berlainan itu sejak dulu diabadikan oleh orang Jepang
dalam sebuah sajak yang diketahui oleh setiap anak sekolah:
Bagaimana jika seekor burung
tidak mau berkicau?
Nobunaga menjawab,
“Bunuh saja!”
Hideyoshi menjawab,
“Buat burung itu ingin berkicau.”
Ieyasu menjawab,
“Tunggu.”
Buku ini, Taiko (sampai kini, di Jepang, Hideyoshi masih dikenal dengan
gelar tersebut), merupakan kisah tentang laki-laki yang membuat burung itu
ingin berkicau.”
Hideyoshi itu tanggap, pikirannya
terbuka, dia punya wawasan. Sebagai pemuda kecil miskin yang berjualan jarum
dari kota ke kota, dia bisa membaca sifat manusia, bisa membaca apa yang sedang
bergolak di satu kota.
Halaman 131... “Beribu-ribu terima kasih,” Kahei memang tidak
membeberkan maksud sebenarnya, tapi Hiyoshi (Hideyoshi) sudah mengerti.
Ketanggapannya mengejutkan
orang-orang disekelilingnya, pikir Kahei. Tidak mengherankan kalau sifatnya ini
menimbulkan iri dan dengki. Ia tersenyum getir.
Terkesan oleh kebaikan hati orang
itu (Matsushita Kahei), Hiyoshi bertanya-tanya bagaimana ia dapat membalas
budinya. Hanya orang yang dikelilingi
kebiadaban dan ejekan lah yang dapat merasakan kebaikan orang lain sebegitu
mendalam.
Suatu hari...suatu hari nanti...
Setiap kali ia terkesan atau kewalahan menghadapi sesuatu, kata-kata itu
diulang-ulangnya seperti doa seorang peziarah.
Hal 118... Kahei menatap Hiyoshi dari atas kudanya. Ada apa pada
diri pemuda pendek berpenampilan acak-acakan dengan pakaian lusuh ini, yang
membuatnya begitu terpesona? Bukan kemiripannya dengan monyet, yang malah
hampir tidak disadari oleh Kahei. Untuk kedua kali pandangannya melekat lama
pada Hiyoshi, namun ia tak sanggup menuangkan perasaannya ke dalam kata-kata.
Sesuatu yang kompleks sekaligus tak berwujud seakan-akan menariknya--kedua mata anak itu! Mata manusia biasanya dianggap sebagai cerminan jiwa.
Kahei tak melihat hal lain yang bernilai pada diri makhluk kecil dan
berkerut-kerut ini, tapi sorot matanya
begitu penuh tawa, sehingga tampak segar dan mengandung...apa? Kemauan gigih,
atau barangkali impian yang tak mengenal
batas?
Hal 136... Makanan bisa ditemui dimana-mana, sebab makanan
merupakan pemberian surgawi untuk umat manusia. Ini merupakan salah satu
keyakinan Hiyoshi (Hideyoshi). Burung-burung
dan binatang-binatang memperoleh karunia dari surga, tapi manusia telah
ditakdirkan untuk bekerja. Sangatlah
memalukan jika seseorang hidup untuk makan semata-mata. Jika mereka mau
bekerja, dengan sendirinya mereka akan menerima rahmat dari surga. Dengan
kata lain, Hiyoshi lebih mementingkan bekerja daripada makan.
Setiap kali timbul niat bekerja
dalam diri Hiyoshi, ia akan berhenti di tempat pembangunan gedung dan
menawarkan tenaganya untuk membantu para tukang kayu atau tukang batu. Jika
melihat seseorang menarik kereta berat, ia akan mendorong dari belakang. Jika
melihat ambang pintu yang kotor, ia akan bertanya apakah ia boleh meminjam sapu
untuk membersihkannya. Tanpa diminta pun
ia tetap bekerja atau menciptakan pekerjaan, dan karena ia melakukannya
secara sungguh-sungguh, orang-orang selalu memberinya imbalan berupa semangkuk
makanan atau sedikit uang untuk bekal di jalan. Hiyoshi tidak malu dengan cara hidupnya, sebab ia tidak merendahkan
diri seperti binatang. Ia bekerja untuk dunia, dan ia percaya bahwa segala kebutuhannya
akan terpenuhi dengan sendirinya.
...
Hideyoshi seorang yang
penggembira, penuh semangat, tanggap, seorang yang piawai berdiplomasi. Tanpa
diplomasi Hideyoshi, sulit bagi Nobunaga untuk menjadi Penguasa Jepang. Diplomasi
dengan hati yang penuh kasih ini membuat banyak kemenangan tanpa peperangan.
Epilog buku Taiko yang setebal 1142 halaman:
Dalam tahun-tahun yang masih tersisa baginya, Hideyoshi mengukuhkan
kedudukannya sebagai pemimpin seluruh negeri, mematahkan kekuasaan marga-marga
samurai untuk selama-lamanya. Minatnya terhadap seni menciptakan kemewahan dan
keindahan yang sampai sekarang masih dikenang sebagai zaman kebangkitan Jepang.
Gelar demi gelar dianugerahkan oleh sang Tenno; Kampaku. Taiko. Tetapi
cita-cita Hideyoshi tidak berhenti di batas air; ambisinya menjangkau lebih
jauh, ke negeri yang diimpikannya semasa kanak-kanak – negeri para kaisar Ming.
Namun di sana pasukan sang Taiko gagal berjaya. Orang yang tak pernah ragu
bahwa ia sanggup membalik setiap kesulitan menjadi keuntungan baginya, bahwa ia
sanggup membujuk setiap musuh untuk menjadi sahabat, bahwa ia sanggup membujuk
burung yang membisu agar menyanyikan lagu yang dipilihnya – akhirnya terpaksa
tunduk pada kekuatan yang lebih besar, dan kepada orang yang bahkan lebih sabar.
Namun ia meninggalkan warisan yang sampai sekarang tetap dikenang sebagai Zaman
Keemasan.
Membaca karya sastra seperti Taiko ini membuat kita menjadi kaya,
kaya wawasan. Tak putus-putus saya mengagumi keajaiban sebuah buku ;p
Banyak hikmah yang bisa diambil
dari buku tebal Taiko ini...
Hideyoshi lahir sebagai anak
petani, menghadapi dunia tanpa bekal apa pun, namun kecerdasannya berhasil
mengubah pelayan-pelayan yang ragu-ragu menjadi setia, saingan menjadi teman,
dan musuh menjadi sekutu. Pengertiannya yang mendalam terhadap sifat dasar
manusia telah membuka kunci pintu-pintu gerbang benteng, membuka pikiran
orang-orang, dan memikat hati para wanita. Dari pembawa sandal, ia akhirnya,
menjadi Taiko, penguasa mutlak Kekaisaran Jepang.
Demikian ulasan karakter
Hideyoshi Sang Taiko...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Langganan:
Postingan (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala