Rabu, 17 Juli 2013

Cara Makan Ungkap Perilaku Seks ???



Saya menemukan artikel lawas seorang kolumnis terkenal La Rose, yang berjudul “Sikap Pria di Meja Makan dan Cara Ia Makan Merupakan Pantulan Pribadinya”. Menarik banget tulisannya, perlu direnungkan hihihi... Berikut kutipan artikel tersebut:

Untuk mengenal seseorang ada baiknya juga apabila kita mau memperhatikan bagaimana dia bersikap di meja makan dan terhadap makanan. Ini bukan sesuatu yang dikarang-karang, tetapi berdasarkan penelitian, antara lain dokter Von Kirker mengatakan:

There are two function of human being which are only partially under conscious control and that is eating and sex. No matter how much he tries, the average man cannot disguise his defects and his virtues either at the dinner table or the bed-side table. Put another way, a man imprints his true character on the table cloth and the bedsheets. As evidence of how little men (and women) control their eating behavior, a few minutes of observation in the nearest restaurant is worthwhile....”


“Bahwasanya makan dan seks dalam kehidupan manusia hanya sebagian saja yang mampu dikendalikan oleh kesadaran. Karena bagaimana juga, manusia tidak dapat menyembunyikan kekurangannya, cacat dalam wataknya tatkala dia berada di meja makan ataupun tatkala di ranjang. Dengan kata lain, seorang pria menyatakan dirinya seutuhnya di meja makan dan di tempat tidur (ranjang). Sebagai bukti bagaimana sulitnya pria (juga wanita) mengendalikan cara makan mereka, cobalah kunjungi salah satu restoran yang tidak jauh dari tempat tinggal anda dan menakjubkan apa yang akan Anda lihat. Perhatikan mereka yang makan seorang diri, mereka makan tergesa-gesa, dan mungkin saja makanan itu sama sekali tidak dikunyah. Mereka makan dengan mulut yang ditundukkan ke arah piring (membungkuk) dan setiap dua atau tiga detik mengangkat kepala lalu melihat ke arah depan, sesekali juga kepala itu ke kiri dan ke kanan.”

Menurut penelitian, rata-rata manusia tidak mau mengakui akan kekurangan mereka tatkala di meja makan, terlebih di atas ranjang. Rata-rata pria berpendapat bahwa mereka ahli dalam memberikan kepuasan. Para ilmuwan masih terus mengadakan penelitian tentang sikap makan serupa ini, yang lazimnya masih terlihat pada hewan yang makan dengan membawa moncongnya ke arah makanan seraya setiap detik melihat-lihat seakan takut ada yang akan mencuri makanannya. Mungkin sikap serupa ini masih tersisa pada mereka yang masih mempunyai insting yang hanya terdapat pada pribadi-pribadi yang masih mengandung sisa-sisa sesuatu yang primitif.

Tatkala baru membaca tentang hal-hal yang sedang kita bicarakan saat ini, saya (La Rose) tidak terlalu memperhatikan malahan merasakan bahwa para peneliti terlalu mengada-ngada. Setelah mengalaminya sendiri barulah saya mau merenungkan juga apa yang dikatakan para peneliti tersebut.

Ceritanya begini, satu ketika penulis (La Rose) diundang makan oleh seorang kenalan pria yang penulis hanya kenal sambil lalu. Dia memesan Soto Kudus dan sate kambing. Waktu sedang makan katanya, “Soto ini salah... Bung... Bung ini bukan Soto Kudus.” Pelayan lantas datang dengan yang punya restoran, akhirnya terjadi sedikit keributan karena pemilik restoran tetap mengatakan bahwa sotonya adalah Soto Kudus. Begitu juga satenya kurang panas dan salah bumbu. Yang dia mau konon adalah bumbu kecap dengan mentega yang dipanaskan dan sedikit saja kacang, tanpa bawang gorang. Yang lebih parah lagi waktu akan membayar, dia sama sekali tidak mau membayar soto yang salah (bukan Soto Kudus). Saat itu saya merasa tidak enak, tetapi saya pikir mungkin dia pria yang memang tegas tidak mau disembarangkan, maklumlah dia orang yang cukup terkenal dan mempunyai kedudukan dalam masyarakat. Setelah saya lebih jauh berkenalan dengan mereka, istrinya bercerita, “Oooh, kalau saja saya masih muda...saya sudah meninggalkannya. Dia pelitnya bukan main dan sukar sekali wataknya, pokoknya saya selalu salah, ini salah itu salah.”

Apabila hanya mengenalnya sepintas lalu, seperti dia pria yang paling baik...tetapi di meja makan dia tidak dapat menyembunyikan keadaan dirinya yang seutuhnya. Istrinya bercerita lagi, “Di tempat  tidur semaunya sendiri...satu hal saja dia setia yaitu dia tidak pernah ke wanita lain...tapi mana mungkin...lelaki sepelit dia mana ada perempuan yang mau. Lagipula dia tidak akan mau mengeluarkan uang, dia lelaki yang mau gratis semua.”

Memang cara makan bertalian juga dengan etiket, umpamanya bagaimana menggunakan pisau dan garpu dan lain sejenisnya. Tetapi ini hanyalah etiket yang dipelajari dari buku, namun demikian yang paling utama adalah sesuatu yang lebih mendasar. Saya seringkali melayani makan para petani atau pun pekerja-pekerja yang mengerjakan bangunan ataupun kebun. Mereka duduk di atas tikar, lantas dapat dilihat adanya perbedaan di antara mereka. Ada yang langsung makan tanpa mencuci tangan, ada lagi yang mencuci tangan sekedar saja asal tangan itu sedikit basah, tetapi ada lagi yang mencucinya sampai bersih. Kemudian ada yang makan seraya mulut ditundukkan ke piring (seperti moncong) tetapi ada pula yang sebelum makan berdiam sejenak mengucapkan rasa syukur atas nikmat-Nya. Saya juga seringkali memperhatikan selagi makan di club-club yang eksklusif, jelas ada yang sikap makan dan cara makan mereka memang semata-mata didapatkan dari buku. Apa yang didapatkan dari buku semuanya dapat dipelajari, tetapi sesuatu yang sudah merupakan watak memerlukan keinsyafan. Hal serupa ini bukan hanya pada pria tetapi juga wanita tentunya. Saya kenal keluarga yang suka cekcok masalah makanan, tetapi kalau dilihat sepintas sepertinya mereka orang-orang beradab yang menguasai etiket-etiket. Namun apabila makan tidak dapat menahan diri, piring diisi penuh...tetapi hanya sepertiga yang habis dimakan, walau adakalanya dipaksakan juga sehingga sesak napas. Dalam kehidupan sehari-hari, pria dan wanita serupa ini pasti akan serakah sekali.

Kalimat-kalimat yang Bukan Sembarang Kalimat

“Saya makan apa saja sih jadi, “kata seorang pria tatkala mengajak anda makan malam. Mungkin dia mau berbasa-basi sekedar memperlihatkan pada anda bahwa dia pria yang sederhana. Yang sebenarnya dia pria yang keliwatan basa-basi yang membuat dia basi. Mungkin juga dia mau mengatakan supaya anda hanya memesan bakso atau pecel saja.

Ada lagi  pria yang mengatakan, “Saya tidak tahu apa yang harus saya makan, kamu saja yang pesan.” Kemungkinan besar dia memang tidak tahu ke arah mana dia akan pergi. Kasihan, dia rupanya selalu saja menggantungkan dirinya pada orang lain dan tidak dapat mengambil keputusan.

Perlu juga diperhatikan bagaimana ia memesan makanan. Umpamanya dia mengatakan, “Saya mau ikan mas yang tulang-tulangnya dikeluarkan semua, lalu dibakar setengah matang.” Pokoknya mereka yang kelihatan aneh soal makanan pasti banyak juga keanehan yang menjengkelkan dalam dirinya.

Apakah masalah makan ini mungkin terlalu didramatisasi? Tidak! Guru, perawat, para istri, mereka yang mempunyai minat dalam memperhatikan perilaku manusia berpendapat, bahwa pria yang wajar dalam soal makan adalah pria yang paling menyenangkan. Yang perlu diperhatikan juga adalah mereka yang berlebih-lebihan dalam soal etiket tatkala makan. Karena apa yang ia lakukan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk perhiasan belaka, malahan bergaul atau menjadi istri pria begini akan membuat kita dibebani dengan aturan-aturan yang membuat kita pegal.

Tetapi yang lebih harus diperhatikan sebagai tanda bahaya, adalah pria yang menyeka tangan kotornya (atau tangan bekas makan) dengan taplak meja, makan dengan mulut yang terbuka lebar-lebar sambil mengeluarkan bunyi-bunyian. Saya sudah seringkali makan bersama beberapa presiden direktur, juga dengan yang berkedudukan. Cara mereka makan coba diatur-atur dengan etiket yang dipelajari. Tetapi ada saat-saat dimana karakter aslinya muncul, mulailah terdengar bunyi-bunyi...nyap...nyap...gluk...gluk...serbet sekalian digunakan untuk menyeka keringat dan hidung. Dan istri-istri mereka mempunyai cerita, “Aaah, suami saya ‘kan kelihatan berwibawa kalau sedang beraksi saja, tetapi mana tahu dia jorok sekali... Bagaimana di meja makan begitu juga di tempat tidur...tak pedulian.” Malahan rupanya dengan bisnisnya juga begitu, dia seringkali serakah.

Demikian kutipan dari artikel La Rose yang saya ambil dari buku kumpulan artikelnya “Dunia Wanita.” Menarik kan...hmmm ;p
Sumber: Kompas Minggu 14 Juli 2013

Kartun Mince pada harian Kompas, Minggu 14 Juli 2013 menarik. Sebagian besar kita punya pengalaman seperti Mince. Begitu saat berbuka, makanan disikat. Saya perhatikan bila makan terlalu berat di saat buka puasa pasti sholat tarawih terasa berat, jadi ngantuk bukan main. Pengendalian diri terhadap makanan tidak mudah rupanya, tidak saja saat berpuasa, tetapi terutama sesudah berbuka...

Tentang perilaku makan ini saya terkesan dengan perilaku makan Pak Anand Krishna. Sebagaimana diketahui, Bapak Anand Krishna dimasukkan ke penjara karena satu konspirasi. Tanpa bukti, tanpa saksi mata, hanya 5 wanita yang mengaku dipegang payudara di depan orang banyak, Pak Anand Krishna dijebloskan ke penjara oleh oknum-oknum penegak hukum yang melecehkan hukum. Tentu ada “sponsor kuat” kan ya. Sebenarnya geli mendengar rekaman Tara Pradipta Laksmi dan saksi-saksi wanitanya. Tak mungkin lah Pak Anand Krishna mau memegang payudara seorang peserta meditasi di tengah banyak peserta. Emang orang gila yang tidak dapat mengendalikan diri?

Bapak Anand Krishna makan di LP bila dibawakan makanan oleh peserta meditasi di Anand Ashram. Walau dalam keadaan perut lapar beliau tidak langsung menyerbu makanan, namun berbincang-bincang dulu dengan para pengunjung. Setelah berbincang baru beliau makan dengan tenang tanpa tergesa-gesa. Beliau hanya makan sekedarnya. Badan beliau gemuk bukan karena banyak makan, namun karena beliau survivor leukemia.

Saya sering memperhatikan cara Pak Anand Krishna makan. Beliau tidak rakus, makan dengan tenang, makan makanan sederhana secukupnya. Dari pengendalian diri beliau di meja makan tampak bahwa pengendalian diri beliau prima. Perilaku makan mencerminkan perilaku seks. Jadi tak mungkin nekat mau memegang payudara ibu-ibu 40 tahunan di depan banyak peserta. Beliau bukan orang gila. Wanita-wanita yang mengaku-ngaku itu yang gila (baca: jahat karena iri dengki), juga para pendukung mereka.

Mohon doanya teman-teman...Free Anand Krishna for Justice!
TerimaKasih... Namaste _/l\_

8 komentar:

Anonim mengatakan...

Wui.... keyen

Unknown mengatakan...

Matur nuwun Mbak Nina artikel yang bernas ini sangat migunani. Bisa jadi sarana mawas diri. Ternyata cara makan berkelindan erat dengan watak, pengendalian diri, dan kesadaran. Terus menulis :-)

Unknown mengatakan...

sep
cabang ilmu baru nih...

Unknown mengatakan...

Thanks a bunch sist... sbg orang yg suka mengamati, dapat tambahan ilmu nih... :D

Deya Pramana mengatakan...

Keren Bu, luar biasa..ilmu yang sangat banyak membantu

Guruntala mengatakan...

TerimaKasih _/l\_
Thanks for dropping by, my bro & my sis _/l\_, Mas Su Rahman, Mas Nugroho, Mas Priangga, Sis Fera & Dik Deya :)

Unknown mengatakan...

Tulisan yang sangat inspiratif..

Guruntala mengatakan...

TerimaKasih Pak Wira...:)
Thankyou for dropping by _/l\_

Posting Komentar

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters