Rabu, 31 Juli 2013
Masyarakat Al-Kepoiyah
20.31 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Foto dari Facebook: sottosopra69 |
Ngikik baca status Alexandra Rhea Wicaksono @alexandrarheaw.
Ada follower yang nanya kapan Arga
punya adik. @alexrheaw menjawab, “Kalo lajang ditanya kapan married, klo blom
punya anak ditanya kapan punya anak, punya anak ditanya kapan punya anak ke
dua”.
Hihihi... begitulah masyarakat al-kepoiyah. Sering saya membaca status
seseorang yang tak suka pertemuan keluarga saat ada perkawinan atau lebaran,
karena status dia sebagai “jomblo” akan dijadikan topik pembicaraan. Ada saja
orang yang bertanya mengapa masih jomblo. Masih lumayan kalo the end nya berupa nasihat, “Insya Allah
dapat jodoh, sabar ya, memang ada yang cepat ada yang lambat.” Ada juga nasihat
“Makanya jangan terlalu pemilih, ingat umur, masa subur wanita ada batasnya.” Bete gak sih hahaha...
Seorang teman bercerita, “Asyik
deh kumpul-kumpul tadi pas ada pembagian sembako untuk kaum dhuafa. Jadi tahu deh gosip terkini. Jadi tahu orang yang aneh-aneh, orang-orang yang
rumah dan mobilnya bagus tapi pelit menyumbang.” Nah, Teman ini pasti tak suka
bila yang jadi sasaran gosip adalah “dia” sendiri. Gosipin orang lain mungkin
menyenangkan, coba diri kita digosipin, emang enak?
Kadang bila bertemu seseorang di
satu pertemuan, saya akan menjawab “dua” bila ditanya “anaknya berapa”. Dalam
hati dilanjutkan, “Dua anak keponakan”. Karena menurut pengalaman, topik “tidak
punya anak” ini akan menjadi perbincangan yang panjang dan membosankan. Dari
pertanyaan “sudah ke dokter?”,
pertanyaan “yang bermasalah Ibu atau bapak?” dan varian pertanyaannya, hingga
nasehat-nasehat “Coba ke tabib ini, refleksinya jitu, teman saya yang sudah 10 tahun
tak bisa hamil berhasil hamil setelah berobat ke situ”, “Coba ke dokter XYZ,
dia bertangan dingin”, “Minum jamu RST, saudara saya berhasil hamil setelah
minum jamu itu.”
Ada yang kepo karena prihatin, menurut dia kebahagiaan hidup itu adalah
menikah – punya anak- menyekolahkan anak- menikahkan anak- momong cucu- lalu meninggal
dengan bahagia.
Padahal berapa persen pernikahan
yang benar-benar membahagiakan? Berapa persen anak yang membahagiakan (baca:
anak yang sukses menurut pemahaman orang tua) ?
Bila kebahagiaan terletak pada
anak, bagaimana dengan orang yang anaknya meninggal muda, yang anaknya sakit, yang
anaknya terlibat narkoba, yang anaknya tak berdaya menghadapi persaingan hidup
yang kompetitif ini?
Syukurlah saya percaya
reinkarnasi. Ada yang memilih tidak menikah atau tidak punya anak dalam
kehidupan ini, karena itu adalah “pilihan”nya. Sudah sekian masa kehidupan
seseorang ribet dengan masalah orang
tua, suami /istri, masalah anak, masalah keluarga besar. Bisa jadi dia ingin
hidup melajang dalam masa kehidupan ini. Dia ingin meng eksplorasi kemampuannya. Mungkin dia ingin menekuni ilmu yang sangat
diminatinya seperti sosok Anne Marrie Schimmel, Karen Armstrong, Desi Anwar
dll. Mereka lajang karena tenggelam dalam kenikmatan mencari dan berbagi ilmu.
Ada yang lajang atau “menikah tanpa anak” karena mereka pasangan yang ingin
berpetualang, ingin hidup khusus untuk menekuni hobinya.
Menarik cerita “Cinderella in Paris” Sari Musdar. Cerita ini merupakan
cerita perjalanan cinta seorang Saras Ratiban, juga perjalanan Saras ke
berbagai kota antara lain Paris, Melbourne, Amsterdam. Yang menarik adalah,
bagaimana seorang Saras Ratiban menghadapi lingkungan al-kepoiyah mengenai status
lajangnya hihihi...
Berita orang cerai adalah berita
yang menarik untuk masyarakat al-kepoiyah. Mengapa pasangan XYZ bisa bercerai,
siapa yang selingkuh sehingga mereka bercerai dll. Mulut sampe dower karena keasyikan memperbincangkan
perceraian seseorang. Kenikmatan bergosip bisa melupakan problem diri sendiri yang
mungkin lebih ruwet daripada problem orang yang digosipkan....
Lingkungan yang tidak kepo dalam
perjalanan hidup saya ini adalah lingkungan Anand Ashram. Mau melajang, mau menikah, mau menjanda, mau punya
anak, mau tidak punya anak, tidak bakal dikepoin,
tidak bakal diwawancara panjang lebar mengapa melajang, mengapa menjanda,
mengapa belum punya anak.
Sebenarnya kepo alias curiosity itu bagus bila diarahkan ke
hal-hal bermanfaat. Misalnya kita kepo
bertanya, untuk apa sih hidup ini, siapa aku dll. Juga kepo itu bagus untuk
mempertanyakan “ceramah-ceramah aneh” yang kadang kita dengar. Misalnya, apakah
benar Syiah itu perlu diusir, betulkah mereka kafir? Jadinya kita membaca
sejarah tidak secara sepihak saja sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman yang
luas. Bahwa ada aliran Sunni atau ada aliran Syiah itu mulanya karena perebutan
kekuasaan lalu karena perebutan kekuasaaan terus karena kekuasaan. Karena
memperebutkan kekuasaan (juga harta, wanita) akhirnya kedua kelompok bisa
saling mengkafirkan...
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
0 komentar:
Posting Komentar