Kamis, 17 Mei 2012

Review Buku: Sunrise Serenade


       Buku yang ditulis oleh Dian Syarief dan Sundea ini tentang perjalanan hidup seorang Dian Syarief yang hidup bersama lupus dan low vision.

       Dian yang perjalanan hidupnya begitu mulus tiba-tiba menghadapi diagnosa lupus, penyakit seribu wajah. Lahir dari keluarga menengah, Dian yang cantik, cerdas dan gaul ini menyelesaikan kuliahnya di Farmasi ITB. Karir yang bagus di satu bank swasta, menikah dengan pria idaman hati, adalah jalan hidup Dian yang penuh kebahagiaan. Hingga lupus datang menyapa, dan kehidupan pun berubah total...

       Buku ini mampu membuatku tersedu-sedu saat membacanya. Namun, kisah Dian bukanlah kisah tentang duka lara melainkan kisah tentang matahari pagi, Syamsi Dhuha...

      Membaca buku ini membuatku tenggelam dengan kisah Dian yang mengalami abses otak –akibat lupus- hingga perlu mengalami operasi otak berkali-kali. Kisahnya begitu hidup sehingga aku ikut merasakan kesakitan Dian yang hidup dengan lupus dan menghadapi low vision.

       Sangat membahagiakan membaca perjalanan Dian yang bisa bangkit dan bisa mendirikan Yayasan Syamsi Dhuha. Yayasan ini membantu orang dengan lupus dan / atau low vision dengan memberikan info, pendampingan hingga upaya untuk mendapatkan obat dengan harga terjangkau .


       Anak tidak selalu dilahirkan oleh rahim sendiri. Karya berupa tulisan, lagu, bhakti sosial, yayasan atau sharing apa pun juga merupakan anak bagi seseorang. Yayasan Syamsi Dhuha, in my opinion, adalah anak bagi Ibu Dian dan Pak Eko Pratomo. Semoga merupakan amal jari’ah yang slalu mengalir.

       Banyak pelajaran hidup yang bisa kita dapatkan dari buku ini. Hanya menurut saya, ada yang tidak bisa dicontoh oleh para wanita. Yaitu jangan berharap mempunyai suami yang penuh perhatian, sabar dan penuh kasih sayang seperti Pak Eko hehehe. Teman saya yang sudah membaca buku ini memberikan komentar, “Pak Eko itu satu diantara satu milyar pria. Mengharapkan suami kita seperti Pak Eko bisa bikin kita turun berok.” Hahaha

       Memang jarang sih pria seperti Pak Eko. Ganteng, karir dan finansial yang oke punya namun bisa tetap setia dan sayang pada istri. Care terhadap istri, mengusahakan pengobatan terbaik untuk istri, sabar menghadapi istri yang kadang depresi dalam kesakitan, merupakan kualitas yang jarang ada pada para Bapak. Dan...bisa menerima istri yang tidak bisa melahirkan keturunan! God bless you Pak Eko...

       Saya suka dengan kisah Pak Budi, seorang dokter di Yayasan Sahabat Mata. Pak Budi juga merupakan ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia. Beliau mandiri, bisa bolak-balik naik pesawat terbang sendiri, juga mampu mengutak-atik gadget sendiri dengan terampil. Pak Budi bisa memasangkan program Jaws dan SMS Talk pada gadget. Jaws dan SMS Talk adalah dua alat bantu yang sangat penting bagi penyandang tuna netra dan low vision.
“Kita kan cuma nggak bisa melihat, yang lainnya kita bisa,” ujar Pak Budi pada Dian pada suatu waktu. Selalu optimis. (halaman70).

Halaman 72:
Aku teringat pada suatu masa, mataku pernah awas dan sehat. Ketika itu aku bisa membaca apa saja. Menonton apa saja. Mengamati apa saja dengan cermat. But sometimes, you don’t know what you’ve got ‘til it’s gone. Baru setelah menyandang low vision aku sering merasa iri mendapati Mas Eko asyik membaca berjam-jam. Baru setelah menyandang low vision juga, ketika aku hanya mendengar dan bukan lagi menonton televisi, kusadari betapa menariknya menonton tayangan-tayangan seperti National Geographic. Seharusnya bunga-bunga, binatang, alam, yang disorot secara detail itu adalah hadiah berharga bagi mata kita. Cantik. Ajaib. Dan akan mengantar kita pada ketakjuban dan rasa syukur yang tidak terbatas.

Aku lalu teringat pada tabloid-tabloid kosong dan sinetron yang kulalap dengan kedua mata sehatku dulu. Tahu-tahu aku merasa malu.

Halaman 160:
Hal lain yang kupelajari adalah harapan yang dipegang teguh adalah sesuatu yang membuat jiwa kita selalu kuat. Namun pada kondisi tertentu, justru keikhlasan dan kepasrahanlah yang harus dijadikan senjata yang menguatkan jiwa kita. Hidup memang ajaib. Tuhan mengajarkan kita menyikapi berbagai situasi dengan cara yang berbeda-beda, namun senantiasa terjaga dalam kebijaksanaan. Jiwa adalah tumpuan. Dan dalam bersandar kepada-Nyalah mutiara hikmah yang menjaga jiwa selalu teruntai.

Halaman 161:
“Dian, depresi itu seperti terperosok di lubang yang sangat dalam. Kita hanya bisa keluar ketika berbuat sesuatu. Dan cuma diri kita sendiri yang dapat mengeluarkan diri kita dari lubang itu,” ungkap Mas Eko pada suatu hari.
       Ungkapan itu seperti air yang dipercikkan ke wajahku. Aku seperti terjaga tiba-tiba. Setelah sekian lama tenggelam dalam depresi, itulah kata-kata pertama yang membuatku merasa harus segera bangkit kembali.

       Banyak hikmah yang bisa dipetik dalam buku ini. Semoga menjadikan hidup kita lebih bermakna. Semoga kita bisa memanfaatkan setiap detik hidup kita agar bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama. Bila kegelapan sedang melanda, percayalah matahari pagi slalu akan muncul...

Data Buku :
Judul : Sunrise Serenade , Kisah tentang Semangat Hidup yang Tak Pernah Padam
Penulis : Dian Syarief Pratomo & Sundea
Penerbit : Gagas Media
Cetakan : 2012
Tebal : xiii + 295 halaman
ISBN : 979-780-563-8


0 komentar:

Posting Komentar

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters