Rabu, 17 Juli 2013
Cara Makan Ungkap Perilaku Seks ???
07.49 |
Diposting oleh
Guruntala |
Edit Entri
Saya menemukan artikel lawas
seorang kolumnis terkenal La Rose,
yang berjudul “Sikap Pria di Meja Makan
dan Cara Ia Makan Merupakan Pantulan Pribadinya”. Menarik banget
tulisannya, perlu direnungkan hihihi... Berikut kutipan artikel tersebut:
Untuk mengenal seseorang ada
baiknya juga apabila kita mau memperhatikan bagaimana dia bersikap di meja
makan dan terhadap makanan. Ini bukan sesuatu yang dikarang-karang, tetapi
berdasarkan penelitian, antara lain dokter Von Kirker mengatakan:
“There are two function of human being which are only partially under conscious control and that is eating and sex. No matter how much he tries, the average man cannot disguise his defects and his virtues either at the dinner table or the bed-side table. Put another way, a man imprints his true character on the table cloth and the bedsheets. As evidence of how little men (and women) control their eating behavior, a few minutes of observation in the nearest restaurant is worthwhile....”
“Bahwasanya makan dan seks dalam
kehidupan manusia hanya sebagian saja yang mampu dikendalikan oleh kesadaran. Karena bagaimana juga, manusia tidak dapat
menyembunyikan kekurangannya, cacat dalam wataknya tatkala dia berada di meja
makan ataupun tatkala di ranjang. Dengan kata lain, seorang pria menyatakan
dirinya seutuhnya di meja makan dan di tempat tidur (ranjang). Sebagai bukti
bagaimana sulitnya pria (juga wanita) mengendalikan cara makan mereka, cobalah
kunjungi salah satu restoran yang tidak jauh dari tempat tinggal anda dan
menakjubkan apa yang akan Anda lihat. Perhatikan mereka yang makan seorang
diri, mereka makan tergesa-gesa, dan mungkin saja makanan itu sama sekali tidak
dikunyah. Mereka makan dengan mulut yang ditundukkan ke arah piring
(membungkuk) dan setiap dua atau tiga detik mengangkat kepala lalu melihat ke
arah depan, sesekali juga kepala itu ke kiri dan ke kanan.”
Menurut penelitian, rata-rata
manusia tidak mau mengakui akan kekurangan mereka tatkala di meja makan,
terlebih di atas ranjang. Rata-rata pria berpendapat bahwa mereka ahli dalam
memberikan kepuasan. Para ilmuwan masih terus mengadakan penelitian tentang
sikap makan serupa ini, yang lazimnya masih terlihat pada hewan yang makan
dengan membawa moncongnya ke arah makanan seraya setiap detik melihat-lihat
seakan takut ada yang akan mencuri makanannya. Mungkin sikap serupa ini masih
tersisa pada mereka yang masih mempunyai insting yang hanya terdapat pada
pribadi-pribadi yang masih mengandung sisa-sisa sesuatu yang primitif.
Tatkala baru membaca tentang
hal-hal yang sedang kita bicarakan saat ini, saya (La Rose) tidak terlalu
memperhatikan malahan merasakan bahwa para peneliti terlalu mengada-ngada.
Setelah mengalaminya sendiri barulah saya mau merenungkan juga apa yang
dikatakan para peneliti tersebut.
Ceritanya begini, satu ketika
penulis (La Rose) diundang makan oleh seorang kenalan pria yang penulis hanya
kenal sambil lalu. Dia memesan Soto Kudus dan sate kambing. Waktu sedang makan
katanya, “Soto ini salah... Bung... Bung ini bukan Soto Kudus.” Pelayan lantas
datang dengan yang punya restoran, akhirnya terjadi sedikit keributan karena
pemilik restoran tetap mengatakan bahwa sotonya adalah Soto Kudus. Begitu juga
satenya kurang panas dan salah bumbu. Yang dia mau konon adalah bumbu kecap
dengan mentega yang dipanaskan dan sedikit saja kacang, tanpa bawang gorang.
Yang lebih parah lagi waktu akan membayar, dia sama sekali tidak mau membayar
soto yang salah (bukan Soto Kudus). Saat itu saya merasa tidak enak, tetapi
saya pikir mungkin dia pria yang memang tegas tidak mau disembarangkan,
maklumlah dia orang yang cukup terkenal dan mempunyai kedudukan dalam
masyarakat. Setelah saya lebih jauh berkenalan dengan mereka, istrinya
bercerita, “Oooh, kalau saja saya masih muda...saya sudah meninggalkannya. Dia
pelitnya bukan main dan sukar sekali wataknya, pokoknya saya selalu salah, ini
salah itu salah.”
Apabila hanya mengenalnya
sepintas lalu, seperti dia pria yang paling baik...tetapi di meja makan dia
tidak dapat menyembunyikan keadaan dirinya yang seutuhnya. Istrinya bercerita
lagi, “Di tempat tidur semaunya
sendiri...satu hal saja dia setia yaitu dia tidak pernah ke wanita lain...tapi
mana mungkin...lelaki sepelit dia mana ada perempuan yang mau. Lagipula dia
tidak akan mau mengeluarkan uang, dia lelaki yang mau gratis semua.”
Memang cara makan bertalian juga
dengan etiket, umpamanya bagaimana menggunakan pisau dan garpu dan lain
sejenisnya. Tetapi ini hanyalah etiket yang dipelajari dari buku, namun
demikian yang paling utama adalah sesuatu yang lebih mendasar. Saya seringkali
melayani makan para petani atau pun pekerja-pekerja yang mengerjakan bangunan
ataupun kebun. Mereka duduk di atas tikar, lantas dapat dilihat adanya
perbedaan di antara mereka. Ada yang langsung makan tanpa mencuci tangan, ada
lagi yang mencuci tangan sekedar saja asal tangan itu sedikit basah, tetapi ada
lagi yang mencucinya sampai bersih. Kemudian ada yang makan seraya mulut
ditundukkan ke piring (seperti moncong) tetapi ada pula yang sebelum makan
berdiam sejenak mengucapkan rasa syukur atas nikmat-Nya. Saya juga seringkali
memperhatikan selagi makan di club-club yang eksklusif, jelas ada yang sikap
makan dan cara makan mereka memang semata-mata didapatkan dari buku. Apa yang
didapatkan dari buku semuanya dapat dipelajari, tetapi sesuatu yang sudah
merupakan watak memerlukan keinsyafan. Hal serupa ini bukan hanya pada pria
tetapi juga wanita tentunya. Saya kenal keluarga yang suka cekcok masalah
makanan, tetapi kalau dilihat sepintas sepertinya mereka orang-orang beradab
yang menguasai etiket-etiket. Namun apabila makan tidak dapat menahan diri,
piring diisi penuh...tetapi hanya sepertiga yang habis dimakan, walau
adakalanya dipaksakan juga sehingga sesak napas. Dalam kehidupan sehari-hari, pria
dan wanita serupa ini pasti akan serakah sekali.
Kalimat-kalimat yang Bukan Sembarang Kalimat
“Saya makan apa saja sih jadi,
“kata seorang pria tatkala mengajak anda makan malam. Mungkin dia mau
berbasa-basi sekedar memperlihatkan pada anda bahwa dia pria yang sederhana. Yang
sebenarnya dia pria yang keliwatan basa-basi yang membuat dia basi. Mungkin
juga dia mau mengatakan supaya anda hanya memesan bakso atau pecel saja.
Ada lagi pria yang mengatakan, “Saya tidak tahu apa
yang harus saya makan, kamu saja yang pesan.” Kemungkinan besar dia memang
tidak tahu ke arah mana dia akan pergi. Kasihan, dia rupanya selalu saja
menggantungkan dirinya pada orang lain dan tidak dapat mengambil keputusan.
Perlu juga diperhatikan bagaimana
ia memesan makanan. Umpamanya dia mengatakan, “Saya mau ikan mas yang
tulang-tulangnya dikeluarkan semua, lalu dibakar setengah matang.” Pokoknya
mereka yang kelihatan aneh soal makanan pasti banyak juga keanehan yang
menjengkelkan dalam dirinya.
Apakah masalah makan ini mungkin
terlalu didramatisasi? Tidak! Guru, perawat, para istri, mereka yang mempunyai
minat dalam memperhatikan perilaku manusia berpendapat, bahwa pria yang wajar
dalam soal makan adalah pria yang paling menyenangkan. Yang perlu diperhatikan
juga adalah mereka yang berlebih-lebihan dalam soal etiket tatkala makan.
Karena apa yang ia lakukan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk
perhiasan belaka, malahan bergaul atau menjadi istri pria begini akan membuat
kita dibebani dengan aturan-aturan yang membuat kita pegal.
Tetapi yang lebih harus diperhatikan
sebagai tanda bahaya, adalah pria yang menyeka tangan kotornya (atau tangan
bekas makan) dengan taplak meja, makan dengan mulut yang terbuka lebar-lebar
sambil mengeluarkan bunyi-bunyian. Saya sudah seringkali makan bersama beberapa
presiden direktur, juga dengan yang berkedudukan. Cara mereka makan coba
diatur-atur dengan etiket yang dipelajari. Tetapi ada saat-saat dimana karakter
aslinya muncul, mulailah terdengar
bunyi-bunyi...nyap...nyap...gluk...gluk...serbet sekalian digunakan untuk menyeka
keringat dan hidung. Dan istri-istri mereka mempunyai cerita, “Aaah, suami saya
‘kan kelihatan berwibawa kalau sedang beraksi saja, tetapi mana tahu dia jorok
sekali... Bagaimana di meja makan begitu
juga di tempat tidur...tak
pedulian.” Malahan rupanya dengan bisnisnya juga begitu, dia seringkali
serakah.
Demikian kutipan dari artikel La Rose yang saya ambil dari buku
kumpulan artikelnya “Dunia Wanita.”
Menarik kan...hmmm ;p
Sumber: Kompas Minggu 14 Juli 2013 |
Kartun Mince pada harian Kompas, Minggu 14 Juli 2013 menarik.
Sebagian besar kita punya pengalaman seperti Mince. Begitu saat berbuka,
makanan disikat. Saya perhatikan bila makan terlalu berat di saat buka puasa pasti
sholat tarawih terasa berat, jadi ngantuk bukan main. Pengendalian diri
terhadap makanan tidak mudah rupanya, tidak saja saat berpuasa, tetapi terutama
sesudah berbuka...
Tentang perilaku makan ini saya
terkesan dengan perilaku makan Pak Anand Krishna. Sebagaimana diketahui, Bapak
Anand Krishna dimasukkan ke penjara karena satu konspirasi. Tanpa bukti, tanpa
saksi mata, hanya 5 wanita yang mengaku dipegang payudara di depan orang
banyak, Pak Anand Krishna dijebloskan ke penjara oleh oknum-oknum penegak hukum
yang melecehkan hukum. Tentu ada “sponsor kuat” kan ya. Sebenarnya geli
mendengar rekaman Tara Pradipta Laksmi dan saksi-saksi wanitanya. Tak mungkin
lah Pak Anand Krishna mau memegang payudara seorang peserta meditasi di tengah
banyak peserta. Emang orang gila yang tidak dapat mengendalikan diri?
Bapak Anand Krishna makan di LP
bila dibawakan makanan oleh peserta meditasi di Anand Ashram. Walau dalam
keadaan perut lapar beliau tidak langsung menyerbu makanan, namun
berbincang-bincang dulu dengan para pengunjung. Setelah berbincang baru beliau
makan dengan tenang tanpa tergesa-gesa. Beliau hanya makan sekedarnya. Badan
beliau gemuk bukan karena banyak makan, namun karena beliau survivor leukemia.
Saya sering memperhatikan cara
Pak Anand Krishna makan. Beliau tidak rakus, makan dengan tenang, makan makanan
sederhana secukupnya. Dari pengendalian diri beliau di meja makan tampak bahwa
pengendalian diri beliau prima. Perilaku makan mencerminkan perilaku seks. Jadi
tak mungkin nekat mau memegang payudara ibu-ibu 40 tahunan di depan banyak
peserta. Beliau bukan orang gila. Wanita-wanita yang mengaku-ngaku itu yang
gila (baca: jahat karena iri dengki), juga para pendukung mereka.
Mohon doanya teman-teman...Free
Anand Krishna for Justice!
TerimaKasih... Namaste _/l\_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Translate
About Me
- Guruntala
- 🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
8 komentar:
Wui.... keyen
Matur nuwun Mbak Nina artikel yang bernas ini sangat migunani. Bisa jadi sarana mawas diri. Ternyata cara makan berkelindan erat dengan watak, pengendalian diri, dan kesadaran. Terus menulis :-)
sep
cabang ilmu baru nih...
Thanks a bunch sist... sbg orang yg suka mengamati, dapat tambahan ilmu nih... :D
Keren Bu, luar biasa..ilmu yang sangat banyak membantu
TerimaKasih _/l\_
Thanks for dropping by, my bro & my sis _/l\_, Mas Su Rahman, Mas Nugroho, Mas Priangga, Sis Fera & Dik Deya :)
Tulisan yang sangat inspiratif..
TerimaKasih Pak Wira...:)
Thankyou for dropping by _/l\_
Posting Komentar