Sabtu, 07 September 2013

Perspektif yang Asyik



“When I was 18, I read Herman Hesse’s novel “Siddhartha”, and that had a big effect on me. I make myself read it every decade because I get a different perspective every time. It’s a beautiful book”. – Hugh Jackman

Begitu juga pengalaman saya saat membaca buku Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno “Kuantar ke Gerbang” yang ditulis oleh Ramadhan K.H.

Saat pertama membaca Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, perspektif pertama saya adalah “betapa malangnya Ibu Inggit”. Ibu Inggit mendampingi Bung Karno saat BK masih mahasiswa sekaligus aktivis tanpa penghasilan hingga menjadi pemimpin yang disegani, namun beliau diceraikan karena mandul.

Bu Inggit yang menanam, Bu Fat yang menuai hasilnya... Betapa tidak adil... *Padahal hukum alam selalu adil, kita saja yang kadang tidak melihat the whole picture.

Perspektif kedua: Kita hidup saat ini dengan peran masing-masing. Ada yang berperan sebagai istri pertama. Ada yang berperan sebagai perebut suami orang. Ada yang berperan sebagai suami yang setia dan tidak tega untuk menyakiti hati istri pertama, ada peranan sebagai suami yang tega memadu istrinya.

Begitulah...terikat pada suatu keadaan, atau pada seseorang membuat kita menderita. Dulu suami sangat mencintai dan memuja, sekarang dia terpikat pada wanita muda. Bila tidak menerima perubahan, maka kita akan menderita. Keadaan pasti berubah, bagaimana bisa tidak berubah? Kita manusia juga berubah kok, dari bayi menjadi remaja, dewasa lalu menjadi manusia lanjut usia.

Saya menangis saat membaca bab 85, yaitu cerita tentang kepulangan Ibu Inggit ke Bandung. Bagaimana perasaan wanita yang mendampingi suami selama 20 tahun dalam suka dan duka, kemudian diceraikan karena suami ingin menikahi wanita muda sementara istri tua tidak mau dimadu.

“Keputusan sudah diambil oleh suamiku. Ia menceraikan aku. Empat Serangkai juga sudah mufakat dan persyaratan yang merupakan janji Kusno (Bung Karno- noted) telah dibuat pula oleh Empat Serangkai itu, yakni bahwa Soekarno harus membelikan sebuah rumah di Bandung untuk kediamanku seumur hidupku. Aku tak begitu peduli dengan persyaratan yang mereka tanda tangani. Yang penting, setelah keputusan itu diambil oleh suamiku, aku pulang ke Bandung, ke tempat asalku.”(halaman 413)

Hidup ini hanyalah permainan, hanya senda gurau belaka, permainan yang melibatkan banyak tawa dan tangis. Di buku ini ada foto Ibu Inggit dengan Ibu Fatmawati setelah 39 tahun tidak bertemu. Pertemuan diprakarsai oleh Bang Ali Sadikin.

Saat bertemu kembali, Ibu Inggit dan Ibu Fat telah sama-sama merasakan pahitnya dimadu. Ada juga foto kunjungan Ibu Hartini Soekarno ke rumah Ibu Inggit di buku ini.

Ibu Fat mungkin tidak menyangka bahwa beliau akan merasakan bagaimana pahitnya dimadu sebagaimana pengalaman Ibu Inggit. Seperti kita ketahui, Ibu Fat meninggalkan istana karena tidak mau dimadu dengan Ibu Hartini. Saat mau menikah dengan BK, hati Ibu Hartini berbunga-bunga hingga mengabaikan perasaan Ibu Fat. Lucunya ketika Ibu Hartini dimadu, Ibu Hartini mengamuk kepada madunya, Ibu Hartati, demikian yang pernah saya baca di majalah. Begitulah manusia, mau menjadi madu tapi tidak mau dimadu *bicara-pada-cermin.

Perspektif ketiga adalah Bu Inggit yang paling beruntung diantara istri-istri Bung Karno. Kok bisa? Iya dong, Bu Inggit menikah dengan Bung Karno saat BK masih mahasiswa. Masih gagah perkasa boo. Beda dong rasanya menikahi pria muda yang gagah dengan menikahi bapak-bapak berumur 50 tahun. Stamina beda!!!

Bagaimana cara kita memandang kehidupan, bagaimana perspektif kita, akan menentukan sikap kita dalam menjalani kehidupan. Setuju? Mari memiliki perspektif yang asyik tentang kehidupan ini. *bicara-pada-cermin;p

TerimaKasih... Namaste _/l\_

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

About Me

Foto Saya
Guruntala
🌹A dam mast qalandar. #BlessingsClinic 🌹Give some workshops: Meridian Face & Body Massage, Aromatherapy Massage with Essential Oils, Make up. 🌹Selling my blendid Face Serum. IG & twitter: @guruntala
Lihat profil lengkapku

Followers

Komentar Terbaru

Visitors

free counters